All my demons run wild

4.4K 621 122
                                    

—April

Life in the office is... dead.

Setelah Pepe resmi resign minggu lalu, kantor rasanya jadi 90% lebih sepi dari biasanya. Tidak ada lagi sesi gossip dadakan, impromptu TikTok dance during working hours, gofood-gofood lucu di jam-jam kritis, dan sebat-sebat cantik pasca makan siang. Sebagai gantinya seharian ini aku menjadi karyawan teladan yang dengan tekun mengerjakan setumpuk dokumen dan bolak-balik rapat koordinasi untuk campaign terbaru dari salah satu klien FMCG yang baru saja aku golkan minggu lalu.

Boring.

"Kak April,"

Aku menoleh sat merasakan seseorang mencolek bahuku dari belakang. Berdiri di sana adalah Inka, Junior Community Officer kami yang baru saja masuk tiga hari yang lalu.

"Yes? Kenapa, Ka?"

"Uhh... itu mau nanya-nanya sama Kak April soal KOL buat yang e-commerce itu..." Inka menggaruk kepalanya sambil meringis kecil.

Aku bisa melihat anak itu tampak sungkan dan tidak enak, entah karena dia anak baru dan belum terbiasa berbicara denganku (hey, not my fault I was born with a resting bitch face) atau karena anaknya memang canggung seperti ini dari sananya.

"Iya kenapa KOL yang buat itu?" aku berusaha seramah dan se-terbuka mungkin. "BTW duduk dulu aja sini, yang punya lagi sebat keluar kok" lanjutku sambil menarik satu bangku kosong dan mengarahkannya pada Inka agar anak itu duduk.

Biar nggak tegang-tegang amat gitu.

"Oh iya kak" Inka memposisikan duduk di bangku yang gue tarik kemudian berdehem sebelum mulai bicara. "Kak April punya kontaknya Enam Hari nggak ya...? Soalnya tadi gue dikasih tau sama Kak Adnan, katanya Kak April kenal deket sama mereka..."

Inka mungkin meyadari perubahan air wajahku karena detik selanjutnya ia dengan panik meralat kalimatnya.

"E-eh... ngg itu tadi gue udah mau email CP mereka yang ada di instagram... tapi kata Kak Adnan suruh langsung ke lo aja, Kak... Biar lebih cepet... Soalnya kita butuh rada urgent... sih" Inka mengakhirinya dengan satu ringisan.

Aku menghela nafas. Inka nggak salah menanyakan itu, after all, dia anak baru dan faktanya gue memang dekat—scratch that, PERNAH dekat—dengan anak-anak Enam Hari. Adnan juga nggak salah, karena di luar Pepe, aku nggak yakin orang-orang di kantor ini tahu aku telah putus dengan 'Pacarku yang Anak Band Itu'.

(Yeah, that's how they call him, no kidding).

"Hm, bentar gue coba kasih lo kontak manager-nya aja ya," aku akhirnya berujar seraya meraih ponselku. "Ini kontak personalnya sih bukan kontak business-nya, tapi nggak pa-pa. Bilang aja lo tau nomornya dari April gitu."

Inka mengangguk-angguk pelan. "Oke... oke sip, Kak."

"Nomor lo yang di grup ini 'kan?" gue menunjukkan layar ponsel gue yang menampilkan nomor anak itu di grup besar kantor kami.

Inka mengangguk. "Iya"

Dengan cepat, jemariku pun mengirimkan kontak yang ia minta. "Udah ya, Ka."

Aku mendengar ponsel Inka bergetar untuk sebelum anak itu mengangkatnya dan membuka pesan dari gue. "Udah masuk, Kak. Thank you ya, Kak April"

"Ya sama-sama..."

"Oh iya ini aku manggilnya siapa ya? Kak Jamila... gitu aja gapapa, Kak?" ia bertanya lagi sebelum kembali ke mejanya.

"Iya. Jamila atau Mila gapapa. Anaknya selow kok" aku tersenyum tipis dan Inka pun kembali mengangguk.

"Oke deh, Kak. Thank youuuu" ujarnya, kini sedikit lebih santai, sebelum beranjak pergi.

HollowWhere stories live. Discover now