Nobody's winning in this tale of past and future love

4.4K 620 91
                                    

—Jeff

Bukan Mentari yang membuat gue memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Senja.

Though, god I wish it was, for the sake of everything to be simpler.

Ketika kalian sudah menjalin hubungan selama bertahun-tahun lamanya, cinta bukan lagi satu-satunya faktor yang menentukan apakah hubungan kalian akan bertahan lebih lama atau tidak. Insane amount of patience, resilience, and selflessness also have to come in play.

Gue dan Senja, tidak memiliki ketiganya dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan apa yang kami miliki ini.

"It's always you, it's always about you! Iya 'kan, Jeff? Kamu yang harus selalu jadi center of everything, kamu yang harus selalu jadi perhatian semua orang. Dan itu juga kenapa selalu kamu yang mulai main api duluan—"

"God fucking dammit—aku? Aku yang main api duluan kata kamu? Explain Mikael, then. Apa yang kamu lakuin sama Mikael dulu hah? Apa itu namanya kalo bukan 'main api duluan'? Nja, sekali-sekali kamu yang perlu cek ego kamu sendiri and stop projecting your mistake on someone else"

"Oh you wanna talk about Mikael? You wanna go there? Oke. Kamu bisa bawa-bawa Mikael, aku juga bisa bawa-bawa Shanaz. Or Alya. Or Mita. Or whoever liaison officer you're shagging at the backstage without me knowing anything. Itu yang kamu mau?"

"Hey, lagi mikir apa?"

Gue mendongak mendapati Mentari tengah tersenyum simpatik dengan satu nampan McDonald's penuh makanan. It seems like, me and her, have fallen into the routine of talking to and being with each other almost everyday. Chat kami semakin intens, ditambah dengan panggilan telepon berdurasi panjang yang terkadang mengisi waktu kosong gue sebelum terlelap. Kami juga makin sering bertemu—nggak hanya saat weekend saja, tapi di jam-jam after hour hari kerja pun gue ataupun dia kerap saling mengajak untuk sekedar nongkrong bareng.

Seperti malam ini. Gue yang kebetulan baru menyelesaikan meeting di area Kebayoran, dekat dengan kantor start-up tempat Mentari bekerja, memutuskan untuk menghubunginya, mengajak makan malam. And as we share pretty much the same braincell, nggak butuh waktu lama buat kami berdua untuk memutuskan makan di restoran cepat saji favorit warga ini.

"Emang gue keliatan lagi mikir?" gue bertanya balik kepadanya sambil terkekeh ringan. Dengan sigap, gue pun turut membantu Mentari mendisitribusikan makanan yang ada di atas tray tersebut di atas meja kami.

Satu paket Big Mac untuk gue dan satu paket spicy chicken dan sundae untuknya.

"Banget," Mentari menjawab sambil duduk di hadapan gue. "What is it?"

Gue hanya mengangkat bahu singkat sembari membuka bungkusan Big Mac gue. "Nothing, just studio stuff"

"Baru dapet inspirasi lagi apa gimana nih?" ia tersenyum jenaka, jemarinya perlahan menguliti ayam krispi di depannya, sesekali mengecup ujung-ujungnya akibat panas dari potongan ayam yang belum mereda.

"Sort of..." gue hanya menjawab dengan sedikit mengawang.

"...Yang seharusnya get an ego check itu kamu, Jeff. I am not your accessory nor am I your property. Kamu nggak bisa ngatur apa yang harus aku lakuin dan apa yang nggak harus aku lakuin..."

"...I'm just asking you to behave, Nja. Di sana tadi banyak orang, dan kamu lashing out ke Sam kayak gitu, I think that's very childish of you."

"...oh so now I'm childish?"

"...yeah and that's not even the first time. Kamu selalu gitu, selalu meledak semau kamu setiap ada orang lain yang nggak sejalan dengan kamu. You know what, Nja? The world doesn't revolve around you. Nggak semuanya harus ikut apa mau kamu."

HollowDonde viven las historias. Descúbrelo ahora