After Credits Scene

1.8K 208 46
                                    

2 Years Later

2 Years Later

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Asap putih terbentuk dari hela nafas seorang pria dalam balutan winter coat panjang dan syal tebal yang melangkah menyusuri lengangnya trotoar Rapenburg malam ini.

Adalah Wira, yang sudah sejak 2 tahun lalu meninggalkan tanah kelahiran beserta seluruh orang-orang di dalamnya demi melanjutkan studi di negeri yang dulu pernah menjajah nenek moyangnya ini. Harusnya ini tahun terakhir, beserta bulan terakhirnya pula berada di Belanda, tepatnya di Leiden—kota tempat universitas yang akan segera memberinya tambahan huruf di belakang namanya ini berada.

Dua tahun adalah waktu yang nggak sebentar, pikirnya. Dalam dua tahun ia akhirnya berhasil menggapai mimpinya yang sempat terbengkalai, tertimbun bisingnya musik dan ingar bingar panggung. Dalam dua tahun ia belajar melepaskan cinta yang sekian lama berusaha ia selamatkan, meski untuk yang satu ini ia harus mengakui kegagalannya. Dan dalam dua tahun pula, ia harus merasakan pahitnya perpisahan dengan orang-orang yang dahulu ia kira akan menjadi ayah baptis dari anak-anaknya nanti.

"Udah gak bisa diselametin, Bang"

Ia mengingat muram suara Dodi kala menyampaikan pil pahit itu padanya di suatu hari musim semi tahun lalu.

"Gak ada yang bakal mau ngalah—dan ya... sebenernya kalo boleh jujur, gue juga paham sih kenapa Bang Bram sama Bang Satria gak bisa lagi tolerir buat yang kali ini" ujar si bungsu dalam grup musik mereka itu. "Even Jamile aja..."

Dodi nggak melanjutkan kalimatnya, membiarkan apa yang ia ingin sampaikan menggantung begitu saja. Wira menghela nafas.

"Somehow gue kenapa tau ya kita bakal sampe di titik ini" ujarnya nggak kalah muram dengan suara di sebrang dunia sana. "Tapi tetep aja, gak prepare" kekehnya getir kemudian.

"Maaf ya, Bang..." Dodi berujar, suaranya kental dengan rasa bersalah.

"Bukan salah lu, Dod. Ngapain juga minta maaf ke gue lagian" kembali senyum getir itu terulas di wajah Wira.

"Ya... soalnya yang kayak gini kejadian pas lo gak di sini. Padahal lo juga bagian dari kita" ujar Dodi.

Wira tersenyum. Seandainya dia ada di sana saat ini, memangnya semua akan serta merta berubah?

Kawannya yang satu itu, Jeff, ia tahu adalah bom waktu berjalan. Cepat atau lambat sesuatu yang dilakukannya pasti akan melukai mereka, dalam satu cara dan yang lainnya. Pertama kali terjadi dulu, proses pembuatan EP pertama mereka yang jadi korbannya. Kini setelah kejadian yang sama berulang entah berapa kali, it cost them... this. Their friendship, their career, their crafts...

"Udah lah, Dod. Lagian emang mau digimanain lagi? Kayak kata lo, udah gak bisa diselametin. Lagian udah berkali-kali juga begini, mungkin emang ini saatnya"

Pahit, sangat pahit rasanya kata-kata itu di lidahnya. Kesadaran bahwa sekuat apapun kita berusaha, ini adalah titik di mana semuanya sudah tidak berarti lagi.

Hari itu, Adhiyaksa Wiradanu tidak hanya kehilangan band yang membawa namanya di puncak ketenaran, tapi juga teman, sahabat, serta sosok-sosok yang sudah ia anggap seperti saudara.

Dan membaca cuitan yang entah bagaimana caranya sampai ke linimasanya kini, ia pun tidak bisa menahan dirinya untuk berpikir; Berapa kali lagi kehilangan yang harus ia hadapi sampai ia terbiasa akan sakitnya?

HollowWhere stories live. Discover now