The best at being the worst

4.2K 642 47
                                    

—April

And yet here we are.

"Never thought I'd be here with you"

"Ya lo kira gue kepikiran?"

Aku duduk menyilangkan kaki menghadap lelaki yang kini tengah tersenyum tipis di balik cangkir macchiato-nya. Serius deh, Semesta kayaknya lagi ngerjain aku belakangan ini.

Out of everyone in the world, the algorithm has to match me with... this guy. Really?

"Jeff apa kab—"

"Shut it, Sam. You know what happened"

Samuel Alexander Wijaya meletakkan cangkir kopinya dan mengangkat tangannya in defeat. "Fine, fine. No talking about the ex on the first date"

Kenapa juga aku setuju bertemu dengannya ya malam ini?

You see, this is why I don't do dating app. Beberapa hari yang lalu, after a series of what seemingly like an endless swiping, aku menemukannya di tinder. I mean, dari semua orang yang bisa masuk ke dalam radius jarak tinderku, kenapa dia harus menjadi salah satunya. Dan kenapa juga tanganku bala banget malah men-swipe atas dia (that means super like, thankyouverymuch) bukannya malah swipe kiri aja.

Dan match pula.

Dan dia langsung ngajak ketemuan pula.

DAN AKU MAU PULA.

Oh God, I think I'm starting to lose my mind.

"Jadi mainnya tinder nih sekarang?"

"Lo nggak ada topik pembicaraan lain apa?"

Sam tertawa renyah dan kembali mengangkat tangannya. "Ampun ampun. Galaknya nggak berubah ya lo"

"Stop acting like we've been friends for years" tukasku malas, jemari sibuk mengaduk-aduk chocolate rum di gelasku.

Kembali, tawa itu mengudara. "Ya oke, oke. Let's just talk about something else"

"Good."

"Terakhir nonton film apa?"

Now, before we go even further, mari aku perkenalkan dulu siapa Samuel Alexander Wijaya ini.

Samuel, atau seringnya hanya dipanggil Sam (or Sammy as Jeff like to call him), adalah kawan baik Jeff sejak SMA. Mereka bersahabat saat keduanya masih sama-sama duduk di bangku kelas sepuluh dan bahkan sempat membuat project band kecil-kecilan bersama satu lagi kawan mereka, Matthew. Jeff used to call them a trio of aliens, karena menurut penuturannya di sekolah mereka dulu hanya mereka bertiga yang nggak fasih berbahasa indonesia.

Nggak heran sih kalau mengingat Jeff yang menghabiskan seperempat masa hidupnya berpindah-pindah tempat mengikuti sang ayah yang diplomat, lalu Sam yang tumbuh besar di New Zealand, serta Matthew yang seingatku memang blasteran Indonesia-Australia.

Disatukan oleh nilai Bahasa Indonesia yang jelek dan persamaan latar belakang masa kecil, ketiganya pun berteman baik. Aku lupa nama band mereka dulu apa, tapi seingatku formasinya begini: Sam di vokal, Jeff pegang gitar, dan Matt jadi drummer-nya.

But, well, like all those highschool band, they only last a short time. Selain karena memang ketiganya nggak se-serius itu menggarap band-nya, penyudahan karir musik mereka juga dikarenakan Sam yang harus kembali cabut ke luar negeri saat mereka naik kelas sebelas—something to do with his dad's business, kalau aku nggak salah ingat.

But now, here he is, kembali ke tanah air sejak empat tahun yang lalu untuk mengurusi ibunya yang tinggal sendirian. Memutuskan menetap setelah satu tahun untuk merintis bisnis F&B-nya sendiri. Dan kini, duduk di hadapanku sejak 15 menit yang lalu untuk... entah untuk apa dia berada di sini sekarang.

HollowWhere stories live. Discover now