Liability

4.3K 591 103
                                    

—April

Today was... overwhelming.

Setelah apa yang terjadi hari ini, rasanya aku seperti babak belur, letih luar biasa. Ini lebih daripada lelahnya marathon menyelesaikan campaign klien sabun mandi tahun lalu, atau saat aku harus bolak balik menginap di ruang BEM untuk mengurusi acara kampus. Tubuhku seperti berteriak meminta istirahat tapi benakku tentu saja menolak keras permintaan tersebut.

Aku tidak akan bisa istirahat dengan tenang malam ini, especially not when I almost had to see my father die and had my ex come running back at me with a new girl behind him.

"It's gonna be okay"

"It's all gonna be okay"

Suara Jeff yang berusaha menenangkan tangisku tadi siang kembali terputar di kepalaku. Tapi begitu pula dengan bayangan sosok perempuan yang datang bersamanya ke rumah sakit hari ini.

Bingung is an understatement if you asked me. What do you expect me to feel ketika di saat yang bersamaan mantanku datang kembali dan memelukku sementara turut hadir juga sosok perempuan yang mungkin (though god I wish I'm wrong) adalah pengganti diriku di hatinya.

"...Ini belanjaannya ya kak. Terimakasih telah berbelanja!"

Aku menghela nafas panjang dan tersenyum singkat pada kasir minimarket di hadapanku saat ini. Kuraih kantung kresek berisi minuman dan makanan ringan sebelum melangkah keluar toko yang telah sepi.

Amazing how your day can do a full 180 in a mere minutes. Hari Minggu yang kukira akan membosankan malah menjadi hari dimana duniaku dibuat jungkir balik oleh semesta. Jika semua ini nggak terjadi, mungkin aku sudah menggelung di kasurku saat ini dalam balutan piyama dan selimut, menyetel sappy romcoms di Netflix just to make me feel a little bit of anything. Atau mungkin aku sudah minum-minum cantik bersama Pepe, atau Theta (since Dena is definitely out of the question nowadays), atau siapa pun yang bisa kuhubungi untuk sekedar mengalihkanku dari kesepian.

"See you, Sam"

"Take care"

Oh shoot, I did just not...

Ingatan yang baru saja mampir ke benakku itu membuatku meraih ponsel di saku jeansku dengan agak tergesa. Banyak notifikasi pesan masuk yang menghiasi layarnya, namun jemariku dengan gesit menghapus itu semua hingga aku tiba pada satu nama yang familiar.

[WhatsApp]

Sam Alexander

Pril udh jalan?

Where r u? Acaranya udh mau mulai nih

Hey?

Are u ok? Did something happen?

Pril?

I hope everything's okay with u, call me if u need anything yeah?

(This message was deleted)

Aku menggigit bibir kala membaca rangkaian pesan tersebut. Chat terakhir bertanda pukul 21:00 yang berarti masih sekitar 1 jam yang lalu. Satu jam yang lalu Sam yang seharusnya telah bersantai di rumah atau dimana pun ia biasanya berada di minggu malam, masih menunggu balasan pesan dariku dan mungkin bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa aku mengingkari janji untuk menemaninya kondangan hari ini.

Sejumput perasaan bersalah merayapi hatiku. You see, walaupun awalnya aku nggak terlalu menyukai anak ini, but as the time progresses he's proven himself to be decent. At least cukup decent untuk nggak membuatku tega membiarkannya menggantung begitu saja atas mangkirnya aku hari ini dari rencana kami.

HollowWhere stories live. Discover now