Lose

3.5K 538 168
                                    

—Jeff

Centang biru.

Ah, fuck, siapa juga yang memutuskan bahwa memberikan fitur read receipt pada aplikasi messenger merupakan ide yang bagus? Coba, sekarang gue tanya, berapa banyak hubungan yang hancur, relasi yang rusak, hati yang patah semata-mata karena satu keterangan singkat yang bahkan nggak membentuk kalimat koheren apa pun.

[WhatsApp]

Jeff Wiraprasetya

We're playing at Hamburg Bar tonight

Kalo kamu mau dateng, we'd be glad to have you here

Centang biru. Pesan terkirim sejak 2 jam yang lalu dan Senja, entah dimanapun ia berada saat ini, belum juga menunjukkan tanda-tanda akan membalasnya. Atau mengiyakan ajakan gue for that matter.

Ya ya, I know. This is the moment you're gonna wanna go 'booo' and throw your tomatoes at me. Dan gue sepenuhnya paham kalau lo semua ingin melakukan hal tersebut. Gue paham bahwa saat ini, gue menjadi that asshole yang dengan kurang ajar dan tidak tahu malunya berusaha memperbaiki hubungan yang gue akhiri sendiri.

But hey, bargaining is still in the stages of grief and loss right? Dan ya, jika memang masih ada kesempatan, gue ingin mengakui dengan sepenuh hati gue bahwa... maybe I should've tried harder to save us.

Belakangan ini, gue telah melakukan banyak refleksi tentang gue, Senja, dan alternatif apa saja yang mungkin bisa dilakukan selain menyudahi semuanya pada malam itu. And it's... a bunch, seandainya saja gue mau berusaha lebih.

And I know, what we had is nothing near perfect—nah, not even close. Tapi yang gue sadari adalah, seberapa fucked up-nya gue dan Senja, she's the only one I wanna be fucked up with. Semua hal yang telah kita lalui bersama, gue nggak pernah membayangkan akan bisa melaluinya jika bukan dengan Senja.

Ya, walaupun di titik ini gue juga nggak yakin sih apa yang gue rasakan akan berbalas atau tidak. But at least I can try, right?

Hiruk pikuk backstage malam ini nggak berhasil menarik benak gue dari fakta bahwa pesan terakhir yang gue kirimkan pada Senja masih hanya berbalas centang biru. Bahkan setelah gue memutuskan untuk keluar sebentar, cigarette break dengan dalih cari angin, benak gue masih lumayan gusar dibuatnya.

Cukup gusar sampai-sampai gue hampir saja nggak menyadari sosok Mentari yang tanpa sengaja menyenggol bahu gue kala gue tengah melangkah menuju area outdoor tempat ini.

"Oh shit... sori, sori gue nggak liat lo tadi" gue berujar seraya membantunya mengumpulkan beberapa kaleng bir yang menggelinding jatuh dari tangannya akibat benturan kami tadi.

"Nah, it's... it's fine" Mentari berujar cepat seraya meraih—no, scratch that, merebut—kaleng-kaleng bir di tangan gue.

Gue mendangak untuk menatap matanya yang, baru gue sadari, enggan untuk beradu dengan gue. "You good?"

Mentari terkekeh (masih menghindari tatapan gue) dan mengangguk singkat. "Yeah, I'm good. Gapapa kok santai aja."

Menatap wajahnya, gusar di dalam hati gue pun seketika semakin jadi. Now this is another thing you probably need to know: semenjak kejadian di Rumah Sakit waktu itu, gue dan Mentari kinda just ghosted each other. No explanations, no fuss... we just, drifted apart.

Probably for the better, untuk kami berdua tentunya. Gue nggak mungkin 'kan mengharapkan Mentari untuk tetap ada di sisi gue sementara benak gue terus-menerus memikirkan Senja? Dan gue rasa, dia nggak mau juga terjebak dalam situasi ini lebih lama, nggak enak juga kali di dianya.

But still, it doesn't stop me from thinking sometimes, how does she handle this? Apakah gue harus meminta maaf lagi padanya? Dan jika iya, apakah dia mau menerima maaf gue?

"Okay..." gue menggumam singkat seraya mengangguk samar.

"Okay..." Mentari mengikuti gestur gue. Di tengah keramaian, atmosfir kikuk antara kami berdua pun menebal.

"Err... you good, right, Mentari?" tanpa sadar gue kembali melontarkan pertanyaan tersebut. "Mm... Maksud gue, lo... apa kab—"

"Jeff," Mentari memotong kalimat gue dengan cepat. "I'm okay. Gue gapapa, dan gue..." ia menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Gue butuh apa pun ini yang terjadi di antara kita, to die down on its own so we can coexist in peace like we do before. Yeah?"

Gue butuh beberapa saat untuk mencerna kalimat Mentari sebelum akhirnya membalasnya dengan sebuah anggukan samar.

"Yeah... sure... sure sure sure sure.." gue menggumam seraya menggaruk tengkuk gue yang nggak gatal.

"Gue duluan ya" Mentari berujar seraya bersiap mengambil langkah pergi melanjutkan kegiatannya sebelumnya.

"Wait, wait. Mentari. Satu lagi..." gue memanggilnya sebelum ia bergerak menjauh.

Mentari berbalik badan dan mengangkat alisnya. "Ya?"

"I'm... Sorry. Buat semuanya. Gue minta maaf..."

"I forgive you," jawabnya dengan sebuah senyuman tipis. "Or at least I'm trying to..." ia melanjutkan dengan sebuah kekehan.

"Okay... then..."

"Gotta go..."

"Gotta go... yeah..." gue menggumam pelan. "Me too..." lanjut gue, lebih kepada diri sendiri karena sebelum gue sempat mengucapkannya, Mentari sudah keburu berbalik lagi dan melangkah pergi.

Menatap sosoknya yang perlahan menjauh ditelan keramaian, gue pun nggak bisa menghentikan diri gue untuk berpikir. Maybe I deserve this... and Mentari, she clearly deserves better.

And to be completely honest? Pertemuan gue dengannya tadi juga membuat gue merasa... lega. Sedikit.

Sayangnya, kelegaan itu nggak berlangsung lama. Karena nggak sampai 5 menit setelahnya, gue merasakan ponsel gue bergetar dua kali tanda ada notifikasi pesan yang baru masuk.

Sedikit deg-degan, gue membuka layar ponsel gue dengan cepat. Nama Senja muncul di sana. Jemari gue bergerak menekan notifikasi di layar berharap kabar baik keluar dari dalamnya.

But I guess... tonight's just not it.

[WhatsApp]

Senja

Kayaknya nggak dulu deh jeff

have fun though

Satu helaan nafas panjang lolos dari mulut gue. Nggak bisa dipungkiri, sejumput rasa kecewa merayapi hati gue kala membacanya. Meski begitu, di sisi lain gue juga merasa bahwa ini seharusnya bukan menjadi kejutan lagi.

And just like what happened to Mentari, I feel like I kinda deserve this.

(this is what you get for being an ass, so don't be an ass, kid)

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HollowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang