49. Lamaran

65 11 1
                                    


Shalwa dan Aini tengah serius mendengarkan ceramah sambil sesekali mencatat poin yang mereka anggap penting.

Shalwa sendiri merupakan lulusan bahasa arab yang saat ini tengah sibuk mengajar di salah satu sekolah islam bergengsi di daerahnya.

Berakhirnya salam penutup menandakan sang ustad telah selesai menyampaikan dakwahnya. Kali ini, jemaah diberikan kesempatan bertanya, khusus perempuan karena di masjid memiliki tirai jadi pertanyaan hanya ditulis diatas secarik kertas kemudian dikumpul kepada panitia perempuan.

"Engga tau kenapa kalau tabligh akbar tentang pernikahan aku jadi excited banget hahaha," bisik Aini.

"Kok bisa samaan gini. Aku juga jadi semangat 45," balas Shalwa ikut berbisik.

"Tanda-tanda udah siap nikah kali."

"Jodohnya masih malu-malu dateng," gurau Shalwa.

"Bagi yang ikhwah kalau ingin bertanya silahkan mengangkat tangan," kali ini moderator mulai memberikan arahan.

"Saya!"

"Iya, silahkan."

"Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Terima kasih kesempatannya. Tapi mohon maaf pada kesempatan ini saya tidak ingin bertanya, saya hanya ingin meminta do'a kepada para hadirin dan ustad," ujar laki-laki yang tengah mengenakan kaos berwarna hitam itu.

Aini terbelalak. Ia seperti mengenali suara itu, meski sudah hampir empat tahun mereka bertemu tapi Aini yakin masih mengingat jelas suara itu.

Tatapannya menerawang dibalik tirai pemisah shaf laki-laki dan perempuan di depannya. Namun, rasa ingin tahunya terpaksa Aini pendam karena tirai di depannya benar-benar tebal.

"Saya mengenal dan mengagumi perempuan sudah sejak lama. Namun akhir-akhir ini hubungan kami meregang. Saya hanya ingin meminta do'a kepada semuanya semoga perjalanan cinta kami diberi kemudahan agar segera bersatu dalam ikatan yang halal," ujar laki-laki tersebut yang disambut senyuman dan sorakan 'aamiin' oleh jemaah yang hadir.

Mendengar pernyataan barusan, Aini seolah ditampar oleh realita. Perempuan itu tersenyum getir. Jelas laki-laki itu bukanlah orang yang ia harapkan.

"Sadar, Aini, sadar. Dia sudah berkeluarga," cicitnya yang tak sengaja terdengar oleh Shalwa.

"Kenapa, Ni? Kamu ngomong apa tadi?"

Aini tersadar dari lamunannya. "Hah? Engga k-kok. E-enggak ngomong apa-apa," gagu Aini.

"Kita pulang aja, ya, aku lupa ada janji sama umi," alibinya.

Shalwa dan Aini bergegas meninggalkan masjid meski tabligh akbar belum usai. Kedua perempuan itu berjalan tergesa-gesa menuju mobil.

"Masya Allah, saya bantu doakan semoga Allah memberi kemudahan agar tidak terlalu lama mengagumi yang berakhir dalam perbuatan zina hati dan pikiran," nasihat ustad.

"Aamiin, terima kasih ustad."

"Nama anta siapa anak muda?"

"Vaden, ustad."

●●●

Vaden mematung. Menatap lamat-lamat rumah di hadapannya kini. Rumah yang sudah bertahun-tahun tidak pernah ia kunjungi lagi. Sekelebat kejadian di masa lalu terputar diotaknya membuat bibir laki-laki itu mengembang tanpa sadar.

"Oh, jadi kamu ngajak mama sama papa kesini cuma buat senyum-senyum aja," ejek Daliya membuat lamunan Vaden buyar seketika.

"Cuma teringat masa lalu, ma"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 13, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BimbangWhere stories live. Discover now