21. Tentang Vaden

72 18 2
                                    


Setelah melaksanakan kemah selama tiga hari dua malam, akhirnya siswa SMA Nusa Bakti kembali memasuki sekolah.

Perkemahan menyenangkan yang diselenggarakan sekali setahun itu tentu membawa kenangan tersendiri bagi siapa saja yang ikut serta di dalamnya.

Meski banyak siswa yang lebih memilih untuk menambah libur barang sehari untuk istirahat, tapi tidak dengan Aini. Walau semalam ia sempat demam, namun pagi ini Aini tetap ke sekolah.

Tak terasa bel baru saja berbunyi. Semua siswa terlihat antusias menutup buku pelajarannya dan bergegas ke kantin untuk mengisi perut yang memberontak kelaparan.

Ibu Sri, guru Matemarika peminatan itu meminta tolong kepada Aini untuk membawa buku paket sekaligus kertas hasil ulangan yang telah dikerjakan tadi ke ruang guru. Sementara Ibu Sri harus ke tata usaha untuk menyelesaikan beberapa hal.

Aini dengan senang hati membawa buku paket yang, ya, berjumlah lima belas buah. Biasanya, Shalwa akan setia menemani Aini, tapi sesuatu yang lebih mendesak harus lebih dulu ia selesaikan. Apalagi kalau bukan catatan geografi yang panjangnya masha ALLAH itu.

"Dikit lagi selesai, Ni. Aku nyusul ke ruang guru entar," ujar Shalwa tanpa mengalihkan pandangannya dari buku paket dan buku tulis dihadapannya.

"Iya. Kalau kamu masih lama langsung ke kantin aja."

"Okey. Nanti aku chat juga."

●●●


Farih baru saja selesai melaksanakan sholat dhuha di mushollah.

Sekarang, Farih memutuskan untuk kembali ke kelas. Sebenarnya ia ingin langsung ke kantin menyusul ketiga sahabatnya. Tapi, apa daya ponselnya ketinggalan di kelas.

Saat melewati koridor, Farih merasa tidak asing dengan perempuan berhijab yang berjalan tak jauh dari tempat Farih berdiri.

Perempuan itu nampak kesusahan membawa setumpuk buku paket tebal, mau tak mau Farih harus membantunya.

Saat sudah berjalan di samping perempuan itu, ternyata dugaan Farih benar.

"Butuh bantuan ?," tawar Farih pada Aini.

Aini mengenali suara itu, ia menoleh dan mendapati Farih sedang tersenyum ke arahnya.

Buku itu benar-benar berat, sampai-sampai tangan Aini terasa pegal. Mendengar tawaran Farih, Aini dengan senang hati mengiyakannya.

Sebelum buku itu berpindah ke tangan Farih, laki-laki itu menyempatkan diri untuk terkekeh geli melihat mimik Aini yang teramat menggemaskan.

Ah, Aini tidak sepenuhnya memberikan buku itu kepada Farih. Ia hanya menyerahkan sepuluh buku paket. Sedangkan dirinya membawa lima.

Mereka berjalan ke ruang guru sambil sesekali bercengkrama untuk membakar suasana canggung yang tercipta.

"Kamu udah baca percakapan di grup semalam, kan ?"

"Iya, Rih. Pulang sekolah mau langsung kesana ?."

Farih mengangguk. "Kamu ikut bareng aku aja. Ada Wawa juga"

"Aku emang nebeng, sih. Kebetulan aku enggak bawa motor," ujar Aini membuat keduanya tertawa bersamaan.

Setelah Farih dan Aini meletakkan semua buku paket itu di meja Ibu Sri. Aini memutuskan untuk segera ke kantin karena tidak ada tanda-tanda Shalwa akan menemuinya ke ruang guru.

"Em... Makasih ya, Rih," kata Aini sambil tersenyum.

"Iya, sama-sama."

"Kalau gitu, aku duluan. Assalamu'alaikum"

BimbangWhere stories live. Discover now