20. Sang Pangeran

74 19 4
                                    


Begitu Farih membawa Shalwa ke tenda, beberapa siswa bahkan guru mulai berdatangan karena penasaran.


"Farih, Shalwa kenapa, nak ?," tanya salah satu guru sambil ikut mendaratkan bokong nya didekat Shalwa yang berbaring. Perempuan itu belum sadar.

"Shalwa pingsan, bu. Dia dan Aini tersesat di hutan. Maag Shalwa kambuh"

Semua yang ada disana tak terkecuali teman kelompoknya sontak terkejut.

"Kok mereka bisa tersesat gitu ?"

"Saya juga enggak tau cerita pastinya, bu"

"Terus Aini kemana ? Ya tuhan, kok bisa begini ? Ayo ayo semua kita berpencar cari Aini," ujar Ibu Dira kelabakan.

"Aini udah sama Vaden, siswa sekolah sebelah, bu. Ibu tenang aja, dia tau jalan pulang, kok. Takutnya kalau yang lain mencar, nanti ada yang tersesat lagi," jelas Farih yang tentu saja membuat siapa saja yang mendengarnya menghela napas lega.

Kecuali Natha.

Perempuan itu melongo. Apa ?! Vaden bersama Aini sekarang ? Cuma berdua ? BERDUA ?!

Tidak. Natha tidak akan membiarkan itu.

Saat semua yang ada disana sibuk mengobati Shalwa, Natha memanfaatkan itu untuk kabur. Perempuan itu nekat menelusuri hutan seorang diri. Tak peduli apa yang akan terjadi nanti, yang penting ia tidak ingin duduk santai membiarkan Vaden berduaan dengan Aini.

Natha bukan gadis yang jahat layaknya pemeran antagonis. Hanya saja, ia akan melakukan apapun untuk Vaden. Laki-laki yang telah tulus padanya selama kurang lebih tiga tahun mereka berteman.

●●●


Keputusan Aini yang ingin berjalan sendiri saat lututnya terluka mau tidak mau membuat mereka harus berlama-lama di hutan.

Aini berjalan dibantu dengan kayu yang dijadikan sebagai tongkat, membuat jalannya begitu lambat. Vaden dengan sabar ikut berjalan di samping Aini, sesekali memandangi perempuan itu.

Vaden yakin, jika orang lain yang berada di posisi Aini, mereka pasti akan memilih untuk digendong. Tapi Aini tidak, perempuan itu berbeda dan unik. Hal itu membuat Vaden semakin menyukainya.

"Umi tadi nelpon," ujar Vaden membuat Aini menatapnya.

"Kapan ?"

"Tadi. Sebelum kamu nelpon aku"

Aini mengangguk. Lalu kembali berjalan.

"Umi ngomong apa aja ?"

"Katanya umi nelpon kamu berkali-kali tapi enggak kamu angkat," jelas Vaden membuat Aini mengingat-ingat. Benar saja, ponsel Aini sempat ia silent tadi sebelum memasuki hutan.

"Umi nanyain kabar kamu. Karena aku belum tau ternyata kamu tersesat di hutan. Jadi aku jawab kamu baik-baik aja," ujar Vaden membuat Aini bernapas lega.

"Aku minta tolong kamu jangan bilang-bilang sama umi dan abi tentang ini," pinta Aini.

Umi apalagi abinya tidak boleh tau kalau ia tersesat. Bisa-bisa ini benar-benar terakhir kalinya ia diizinkan berkegiatan malam.

BimbangWhere stories live. Discover now