42. Tangis

71 16 14
                                    


Usai jam pelajaran berakhir, Vaden dan Bian bergegas ke tempat tongkrongan mereka.

"Semalam menang enggak?" Tanya Ryo begitu mereka sampai.

Vaden hanya mengangguk, terlalu malas berbicara.

"Gilasih padahal udah lama enggak ikut. Gimana kalo daftar jadi pembalap tetap? Kan lumayan hadiahnya," usul Ryo yang langsung di hadiahi tatapan maut oleh Bian.

"Aliran sesat emang. Ga, ga aku enggak setuju. Udah susah payah dulu Vaden supaya bisa berhenti, eh ini iblis terkutuk malah nyuruh jadi pembalap tetap," omel Bian membuat teman-temannya yang sedang duduk di tongkrongan terkekeh.

Bian tetap lah Bian. Walau kadang usil dan menjengkelkan, dia tetaplah sahabat Vaden yang akan selalu melindungi Vaden, memikirkan kebahagiaan Vaden, dan tidak akan membiarkan Vaden celaka.

Arul yang memang sangat mahir memainkan gitar mulai memetik gitarnya seperti biasa dan menyanyikan lagu yang entah kenapa membuat Vaden menoleh.

🎶Ku hampiri jalan yang kita lewati
Setiap hari kita disini
Ku menanti hadirmu tuk kembali
Hanya kenangan yang tersisa disini🎶

Suara Arul mengalun lembut ketika menyanyikan bait itu. Vaden kembali diam menyimak lirik selanjutnya yang akan Arul nyanyikan.

🎶Namun sekarang kau telah pergi dan ku yakini kau takkan kembali
Mungkin hari ini
Hari esok atau nanti
Berjuta memori yang terpatri dalam hati ini
Mungkin hari ini
Hari esok atau nanti
Tak lagi saling menyapa
Meski ku masih harapkan mu🎶

Hati Vaden tertohok. Mengapa lagu ini seolah menggambarkan tentang ia dan Aini? Seperti lagu ini memang sengaja di buat untuk perpisahannya dengan Aini.

Ah, lagi. Vaden kembali rindu akan sosok Aini dan itu membuatnya terluka lagi. Vaden mengeluarkan ponselnya dari saku. Menatap lamat walpapernya yang merupakan siluet foto Aini. Setelahnya, laki-laki itu kemudian menengadah dan memejamkan mata sembari menikmati setiap bait lagu yang dinyanyikan oleh Arul.

Hati Vaden kembali terasa nyeri. Mengapa setiap yang membuatnya bahagia selalu berakhir tragis?

Tak lama, Ryo berteriak membuat semua pasang mata yang ada di tongkrongan menoleh kepadanya.

"Kenapa?" Tanya Vaden.

"Jaki di hadang sama anak sebelah. Dia baru aja nelpon katanya dia cuma sendiri," ujar Ryo menyampaikan apa yang Jaki katakan tadi.

"Kamu tau tempatnya dimana?" Tanya Vaden yang dibalas anggukan cepat oleh Ryo.

"Kita kesana. Yang mau ikut, ikut aja," ujar Vaden lalu bergegas menaiki motornya yang di ikuti oleh semua teman-teman nya yang semula duduk anteng di tongkrongan.

Bian kembali menghela napas. Temannya itu kalau sedang galau, otaknya kadang suka enggak kepake. Bagaimana kalau ia sampai kenapa-kenapa? Ujian Nasional sudah di depan mata.

Bian hanya bisa pasrah ikut bersama Vaden dan yang lainnya ke lokasi dimana Jaki sedang dikepung.

●●●

Sore ini, Bian kembali menyampaikan informasi layaknya mata-mata kepada Aini.

Bian mengatakan Vaden ikut berkelahi siang tadi. Setelahnya ia pamit untuk pergi dengan beberapa titik di wajah yang terluka meski luka yang diterimanya tidak sebanding dengan lawan lawannya yang sudah babak belur.

Bian tidak tau pasti kemana laki-laki itu pergi karena saat ditanya Vaden enggan menjawab dan pergi begitu saja.

Cukup. Vaden tidak boleh terluka lagi. Aini memutuskan untuk berbicara kepada laki-laki itu. Aini tidak mau jika Vaden terluka lebih dari ini. Cukup kejadian semalam yang membuat Aini susah tidur dan menunggu informasi dari Bian apakah Vaden baik-baik saja setelah balapan atau tidak.

BimbangWhere stories live. Discover now