40. Harus Berpisah?

63 16 16
                                    


Aini terdiam diatas sajadah, perempuan itu baru saja selesai melaksanakan sholat sepertiga malam. Mukenah masih terpasang di kepalanya.

Aini bersimpuh, memohon ampunan dan meminta jalan terbaik untuk dirinya. Meminta jika Vaden bukan untuknya semoga hatinya mampu melepas.

Air matanya kembali luruh saat bayangan ketika Natha menghampirinya di hari pertandingan basket Vaden. Aini kira hari itu akan berakhir bahagia dengan Vaden yang memenangkan pertandingan. Sayang, hal sebaliknya malah terjadi.

Saat Aini hendak membeli minuman, Natha sontak menarik tangannya dengan tergesa dan membawanya ke tempat sepi.

"Natha, kamu apa-apaan sih," ujar Aini lantaran Natha menariknya dengan tidak sopan.

Natha melepas cengkeraman tangannya. "Jauhi Vaden."

Aini menautkan alisnya. "Maksud kamu?"

"JAUHI VADEN, AINI! KAMU ENGGAK DENGAR? HAH? JAUHI DIA!"

Aini terkejut saat Natha berteriak tepat di depan wajahnya.

"Tapi apa alasannya? Kenapa tiba-tiba begini?" Tanya Aini.

"Apanya yang tiba-tiba? Aku sama Vaden udah kenal lama. Sampai akhirnya kamu datang dan merusak semuanya."

"Bukannya Vaden selalu ada untuk kamu, 'kan?" Tanya Aini.

"Tapi kehadiran kamu membuat Vaden harus membagi waktu dan aku enggak suka itu!"

Aini menggeleng lalu beranjak meninggalkan Natha. Menurutnya, meladeni Natha hanya akan menguji kesabarannya.

Langkah Aini sontak terhenti tatkala Natha meneriakkan kalimatnya.

"Vaden bukan islam!"

Aini bergeming di tempatnya. Lututnya lemas. Bagai petir menyambar, kalimat itu seolah meruntuhkan harapan Aini.

Aini berbalik menghadap Natha. "Kamu bercanda kan?"

Natha maju beberapa langkah, mencoba lebih dekat kepada Aini.

"Kamu pikir kenapa sampai neneknya Vaden tidak menyambut hangat kedatangan kamu saat makan malam?"

"K-kamu tau itu?"

"Aku tau semuanya. Nenek yang cerita kalau dia tidak merestui kalian. Ya, kamu Islam dan Vaden Hindu. Kamu dengar baik-baik, keyakinan kalian beda. Mana mungkin kalian bisa bersatu?"

Kalimat Natha menghantam telak Aini. Perempuan itu diam tak berkutik. Jemarinya yang lemas kini meremas roknya berharap dengan melakukan itu ada kekuatan yang bisa ia dapatkan.

Melihat Aini tak ada perlawanan, Natha kembali melanjutkan kalimat menyakitkannya.

"Kamu jangan egois dan memaksa semua hal mengikuti keinginan kamu. Vaden sangat menyayangi neneknya. Jadi, buang jauh-jauh pikiran kamu kalau kamu berpikir bisa menarik Vaden untuk mengikuti kepercayaan kamu."

"Jangan temui Vaden lagi dan biarkan aku yang membahagiakan dia."

Aini mengusap pipinya yang kembali basah. Apa sesakit ini terjebak dalam situasi yang tak ada jalan keluarnya?

●●●

"Kamu jadi pendiam akhir-akhir ini. Ada masalah?" Tanya Natha.

Vaden mengangguk.

"Apa?" Tanya Natha seolah tak tau apa-apa.

Vaden menggeleng lalu tersenyum. "Enggak begitu penting buat kamu tau."

BimbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang