26. Maaf

73 18 4
                                    


Sepulang Bian dari rumahnya, dengan cepat Vaden melangkah masuk ke kamarnya yang terletak di lantai dua.

Begitu membuka nakas, ponselnya tergeletak disana. Vaden memang sengaja meninggalkan ponselnya disana saat memutuskan untuk pergi menenangkan dirinya.

Tanpa membuang waktu, Vaden langsung mengaktifkan ponselnya. Benar saja, ada banyak notifikasi yang masuk. Dari sekian banyak chat yang terkirim padanya, matanya sontak terpaku pada satu nama.

Aini cantik❤

Satu-satunya kontak yang ia simpan menggunakan emoticon. Hati lagi.

Vaden memang baru saja mengubah nama kontak Aini ketika pulang kemah. Tak ada alasan lain, hanya ingin saja.

Vaden menggosok matanya beberapa kali.

"Ini beneran Aini, kan?" tanyanya pada diri sendiri. Bukan apa-apa, wajar saja jika Vaden masih tidak percaya. Jika benar itu Aini, maka ini merupakan pertama kalinya Aini mengiriminya pesan terlebih dulu.

Jari besar Vaden mulai mengusap layar ponselnya. Membaca satu demi satu pesan Aini yang entah kenapa terasa spesial baginya.

Selasa, 9 Juni 2020
Aini cantik❤
Aku udah di lapangan bareng Bian

Aini cantik❤
Kamu jadi dateng, kan?

Rabu, 10 Juni 2020
Aini cantik❤
Enggak apa-apa kamu enggak datang

Aini cantik❤
Mungkin kamu lupa

Kamis, 11 Juni 2020
Aini cantik❤
Kamu baik-baik aja?

Aini cantik❤
Kata Bian kamu enggak masuk sekolah

Aini cantik❤
Rumah kamu juga ke kunci

Aini cantik❤
Vaden?

Jumat, 11 Juni 2020
Aini cantik❤
Sang pangeran sekarang apa kabar ?

Aini cantik❤
Baik-baik saja, kan ?

Aini cantik❤
Kamu belum ceritain sampai ending

Aini cantik❤
Aku penasaran

Aini cantik❤
Pengen liat pangeran bahagia.

Sabtu, 12 Juni 2020
Aini cantik❤
Vaden....

Vaden menghela napas panjang. Dari pesan singkat itu, bodoh jika Vaden tidak menyadari kekhawatiran Aini.

Sekali lagi, Vaden meninju kepalanya berkali-kali sambil mengatakan hal yang sama, bodoh.

Dengan langkah gusar, Vaden menuruni tangga. Berjalan kearah kulkas untuk mengambil satu kaleng minuman bersoda.

Laki-laki itu lalu berjalan menghampiri Ariti dan duduk tepat di sebelah niniknya.

"Kenapa, gus? Muka kamu kusut begitu," tanya Ariti.

"Vaden bodoh, nik. Vaden udah nyakitin perasaan perempuan yang Vaden suka," jawab Vaden setelah meneguk minuman yang masih ia genggam.

"Disakitin bagaimana, gus?"

"Vaden nuduh dia sembarangan sampe dia nangis."

Ariti terlihat menggelengkan kepala.
"Yasudah kalau begitu kamu minta maaf, gus. Telpon dia atau besok kamu datangin langsung."

BimbangOn viuen les histories. Descobreix ara