3. Sekolah baru Farih

347 53 19
                                    


Hari ini merupakan hari pertama Farih bersekolah di SMA Nusa Bakti. Farih sungguh merasakan perubahan 180 derajat jika dibandingkan dengan sekolah lamanya di Makassar.

Mulai dari seragamnya, peraturan-peraturan yang sempat Farih baca di surat perjanjian kemarin, dan suasana yang amat berbeda.

Pagi ini Farih akan coba mengobservasi kantin terlebih dahulu. Apakah hidangannya sama atau justru jauh berbeda.

Setelah beberapa kali berkekeliling akhirnya Farih menemukan tujuannya. Disinilah Farih sekarang. Kantin SMA Nusa Bakti.

Farih melirik jam tangan Eiger berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Masih menunjukkan pukul 06.20 WIB. Pantas masih belum banyak siswa yang datang, tapi Alhamdulillah pedagang pedagang di kantin sudah ramai manjajalkan dagangannya.

Setelah berkeliling melihat lihat makanan. Dapat Farih simpulkan bahwa makanan disini hampir sama dengan di Makassar. Ada siomay, ada batagor, pop ice, bakwan, makanan ringan, nasi uduk, nasi goreng dan mie siram tentunya. Hanya saja, di Makassar tersedia Coto Makassar.

Alhasil, Farih memesan nasi uduk, air mineral dan beberapa camilan. Lelaki dengan tinggi 175 cm itu tengah asyik menikmati makanannya sambil mendengarkan murottal surah Al-Maarij yang dibacakan oleh qori favoritnya, Mishary Rashid melalui earphone.

Farih makan dengan sangat tenang, hingga fokusnya teralih tatkala manik matanya menangkap sosok perempuan yang sempat ia temui kemarin.

Matanya mengikuti pergerakan perempuan yang mengenakann hijab itu. Dia itu menggenggam sebuah ponsel di tangan kanannya dan tangan yang lain memegang sebotol kecap lalu menghampiri salah satu kedai kantin.

Ia begitu ramah, sopan, dan ceria. Ia menyapa semua penjual yang ada di kantin. Dan mereka terlihat sangat akrab.

Entah mendapat dorongan dari mana, Farih langsung melepas earphone yang sedari tadi bertengger gagah di telinganya.

"Oh, jadi ponsel dan kecap itu punya ibu kantin. Seseorang menitip itu untuk dikasih ke ibu kantin," gumam Farih dalam hati menarik kesimpulan setelah mendengar percakapan antara ibu kantin dan perempuan itu.

Tak lama, perempuan itu meninggalkan kantin dengan sedikit berlari. Sangat lucu, menurut Farih.

Farih tersadar. Apa barusan ia telah memperhatikan lawan jenis se lama itu ? Sambil tersenyum ?

"Astaghfirullah, Farih kamu kenapa, sih ?," tanyanya pada diri sendiri. Ia tak henti merapalkan istighfar karena merasa berdosa.

●●●

Manusia hanya berencana. ALLAH lah yang menentukan. Sepertinya kata itu yang paling cocok untuk mewakili situasi sekarang. Farih yang berharap semoga sekelas dengan Shalwa, sahabat yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri, nyatanya tak kesampaian. Tapi Farih tetap bersyukur, karena ia yakin apapun yang terjadi itulah yang terbaik.

Disinilah Farih sekarang. Kelas XII IPA 3. Diantar oleh ibu Ningsih untuk menyapa dan bertatap muka dengan teman kelasnya. Sayang, guru mata pelajaran pertama mereka tak sempat hadir.

"Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh"

"Wa'alaikumussalam Warohmatullahi Wabarokatuh"

"Halo teman-teman semua. Perkenalkan nama saya Akhtar Al-Farih. Biasa dipanggil Farih. Saya siswa pindahan dari salah satu sekolah di Makassar" tutur Farih

"Ada pertanyaan untuk Farih ?" Tanya ibu Ningsih

"Engga ada kayaknya bu. Nanti kami kenalan secara langsung aja" kata Altan mewakili teman temannya

BimbangWhere stories live. Discover now