33. Rumah Sakit

81 16 9
                                    


Rasa marah akan redam. Rasa senang akan memudar. Rasa sakit akan sembuh. Tapi, rasa benci sulit untuk membaik.

🌸


Pagi-pagi sekali, Aini sudah berada di rumah sakit dengan parsel buah dan bubur yang dibuatkan khusus oleh uminya.

"Assalamu'alaikum," ucap Aini ketika tangannya sudah mulai membuka pintu.

Tiga pasang mata di ruangan itu serentak melirik ke arah Aini.

"Wa'alaikumussalam, Ni. Masuk, masuk," jawab Bian.

Aini tersenyum lembut. "Udah lama, Yan?"

"Dari semalem. Aku nginap," jawab Bian.

"Hai, Natha," sapa Aini pada Natha yang sedang duduk di kursi tepat di dekat tempat tidur pasien.

Sayangnya, sapaan Aini tak disambut baik oleh Natha. Perempuan itu hanya membuang muka seolah tak mendengar sapaan Aini.

Aini kemudian melirik kearah Vaden yang tengah berbaring dan ternyata sedang mentapnya juga.

Vaden tersenyum hangat seolah menyambut kedatangan Aini.

"Kamu kesini dianterin siapa?" tanya Vaden.

"Sama abi. Cuma tadi abi buru-buru jadi enggak sempat singgah. Abi nitip salam katanya semoga cepat sembuh," jawab Aini.

"Iya enggak apa-apa," ujar Vaden.

"Oh, iya. Kamu udah makan?" tanya Aini membuat Vaden tersenyum girang. Jelas terlihat bahwa Vaden merasa senang diperhatikan seperti ini oleh Aini.

Vaden lantas menggeleng.

"Kebetulan aku bawa bubur buatan umi. Mau?"

Vaden mengangguk antusias membuat Aini mau tak mau menyunggingkan senyum lebarnya.

"Karena udah ada Aini. Aku sama Natha mau ke bawah cari makan juga," ujar Bian sambil menarik Natha agar berdiri dari duduknya.

Sebenarnya, itu hanya alasan Bian saja. Laki-laki itu tidak terbiasa sarapan pagi. Cuma karena Bian adalah teman yang paling pengertian sedunia jadi, ya, ia cukup mengerti bahwa Vaden butuh waktu berdua dengan Aini.

Natha menyentak tangan Bian agar melepaskan tangannya. "Apaan sih, Yan. Aku gamau makan."

"Et... Et... Kamu enggak boleh gitu. Nanti kalau enggak makan enggak ada tenaga," jawab Bian sambil menarik paksa Natha agar keluar dari ruangan.

Jadilah di ruangan ini tinggal Vaden dan Aini. Aini duduk di kursi yang tadi ditempati oleh Natha.

Membuka tupperware yang ia bawa lalu menyodorkannya pada Vaden.

"Masa pasien disuruh makan sendiri," ujar Vaden yang sudah dalam posisi duduk.

"Kamu kan udah bukan anak kecil lagi. Ayo dimakan."

Vaden menghela napas pasrah. Baru saja ia ingin mengambil tupperware di depannya, tiba-tiba alasan brilian muncul di pikirannya.

"Aini..." panggilnya.

"Hm?"

"Kalau makan harus pake tangan apa?"

Aini mengerutkan dahi. "Kanan"

"Nah itu dia! Tangan kanan aku kan baru selesai dijahit jadi belum terlalu bisa di gerakin," ujar Vaden sambil menatap Aini dengan mata berbinar-binar.

"Alesan aja kamu," cibir Aini.

Perempuan itu dengan telaten menyuapi Vaden yang disambut baik oleh laki-laki yang tengah mengenakan seragam pasien rumah sakit itu.

BimbangWhere stories live. Discover now