Tali Sepatu

21 5 4
                                    

"Kalau bisa dapat 5 poin, bakal gua traktir di kafe depan, Rik!"

"Kalau dapat 6 poin, saya mau pesan yang paling mahal!" jawab Riki. Elok mengangguk dan menimpali senyum ke arahnya saat melihat juniornya begitu bersemangat soal perut.

Permainan babak dua dimulai dan berjalan sama dengan babak pertama. Akan tetapi, hanya lancar sampai pertengahan ketika skor sementara 11:0. Pada peraturan resmi, pemain diperbolehkan jeda sebentar. Namun, biasanya tidak diberlakukan ketika latihan atau akan dijalankan saat terjadi perlawanan sengit. Kesempatan jeda angka 11 pun tidak diambil, mereka memilih untuk langsung melanjutkan karena hanya latihan dan tidak terjadi perlawanan sengit.

Bisa dilihat bahwa sebenarnya Riki bukan tandingan Elok. Riki adalah murid baru yang membawa desas-desus bagus pukulannya. Ada kemungkinan Bapak Pelatih ingin mengamati apakah hal itu benar.

"Aa! Tali sepatu," batin Elok. Ia baru menyadari di pergantian babak 1 dan 2 tadi, tidak digunakannya memeriksa tali sepatu. Terkadang, ia terlalu menggampangkan bahkan dapat mencapai titik meremehkan sesuatu yang nyata terlihat berada di bawah standarnya.

Ia menganggap tanding tersebut benar-benar sebatas 'permainan' yang tidak memerlukan usaha keras dalam memenangkannya. Jadi, sikapnya menjadi tidak acuh pada hal-hal krusial seperti mengecek ikatan tali sepatu. Saat itu, Elok hanya bisa mencoba menghindarkan tali itu terinjak sampai poin bertambah lalu meminta izin membenahinya.

"Mbak, tali sepatu," kata Riki saat pengamatannya teralih pada sikap Elok yang bersusah payah membagi fokus menjadi dua: memenangkan permainan dan tidak jatuh. 

Raut khawatir jelas tergambar pada Riki karena perkataanya tidak mendapatkan respons. Saat itu, ia tidak lagi berpikir poin atau makanan mahal. Ia segera menghentikan permainan dengan membiarkan bola jatuh di lapangannya tanpa perlawanan.

Di sisi lain, Elok yang masih dalam posisi siap menerima operan balik, refleks berekspresi heran karena pukulannya masih berpeluang dikembalikan. Sontak Elok mendekat ke arah Riki. Ia berjalan dan melupakan harus berhati-hati karena talinya belum dibenahi. Langkah cepatnya cukup membuat Riki cemas hingga berteriak, "Mbak! Tali sepatu!" Tentu, Riki segera mendekat dan membantunya berdiri. 

"Kenapa dibiarin? Kan masih bisa dibalikin."

"Tadi tali sepatunya Mbak Perstevi lepas. Saya takut kalau malah jatuh."

Elok mengetuk kepala Riki dengan genggaman tangannya. "Dasar! Harusnya lu manfaatin itu! Gimana bisa menang kalau kasih belas kasihan ke lawan!"

"Kan ... saya khawatir, Mbak."

"Lu pikir gua akan kalah kalau tali sepatunya lepas?"

"Kalau cedera, turnamen minggu depan gima—"

Sebelum Riki menyelesaikan perkataannya, Elok menimpali, "Ingat ya! Kemampuan gua nggak dinilai dari tali sepatu."


***

Photo by Allan Mas 

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Photo by Allan Mas 

Thank you ^^ https://www.pexels.com/photo/crop-child-with-untied-laces-5623678/


Toko Buku di Desa Sangaleya 7 (SELESAI)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora