Ancaman Ruang Kendali Pusat

4 1 3
                                    

"Pura-pura nggak tahu aja, El."

"Bapak curiga sesuatu?" tanya Elok sembari mengusapkan handuk pada pelipisnya agar percakapan terlihat natural.

"Bapak nggak tahu ayah kamu lagi mantau kita apa enggak. Kamu sendiri paham kalau ayah kamu punya kuasa masuk ruang kendali pusat."

Beberapa detik berpikir, Elok mengembalikan handuk kecil dan kembali masuk lapangan. Matanya waswas, ia terus mencoba awas di berbagai sudut tetapi, fokus utama tetap pada permainan.

Akan tetapi, tindakannya itu membuat pertandingan meleset dari perencanaan. Dengan sigap, lawan menangkap fokus Elok yang terpecah. Cukup mudah bagi para atlet mengetahui gerak-gerik lantas mengultimatum demi poin. Sampai akhirnya nasib menjerumuskannya pada kekalahan babak 1 dengan skor 21:15. Jarak poin yang lumayan jauh mengindikasikan Elok sungguh kacau.

Napas berat akhirnya terdengar. Elok menyesali dan merasa sangat terpojok. Ia menunduk memegangi kedua lututnya. Lalu, mengusap keringat dengan kasar. "Pengaruh ayah benar-benar kuat, Pak. Saya takut."

"Bukankah seharusnya kamu semangat buat memenangkan ini?"

"Percuma, Pak."

"Ayah kamu bukan pemberi sponsor tahun ini. Bapak sudah cek."

Elok mendongak cepat karena pernyataan tersebut. Namun, sedikit-banyak keraguan masih terdiam pada benaknya. Bagaimana jika ia disalahkan lagi, ditolak kehadirannya, dan dicopot status atletnya? "Pak ...," rintih Elok.

"Entah apa yang terjadi ke depannya, kamu harus bisa menerima. Kalau kamu nggak yakin, Bapak izinkan kamu membiarkan lawan menang di babak 2."

"Setelahnya, Pak? Nasib saya?"

"Mungkin kamu kabur lagi dan jadi pecundang untuk kedua kalinya."

***

Photo by Pixabay

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Photo by Pixabay

Thank you || https://www.pexels.com/photo/software-engineers-working-on-computers-256219/

Toko Buku di Desa Sangaleya 7 (SELESAI)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora