Hari Pertama Bersama Wedang Ronde

12 2 0
                                    

Jumat

Atas hasil upacara pembukaan kemarin, Elok mendapat giliran bertanding paling akhir di seleksi tahap 1 merebutkan posisi 16 besar. Karena 3 tahun sekali, pesertanya terhitung banyak. Sehingga, pertandingan memakan waktu sangat lama.

Berdasarkan pertandingan sebelum-sebelumnya, Elok sangat lemah jika ditaruh pada giliran malam hari. Dan, ketidakberuntungannya muncul di hari pertama, skakmat suasana malam.

Pagi harinya, Elok memilih untuk pemanasan dengan lari mengelilingi kawasan bandara. Penginapannya terhitung dekat Runway: zona terbuka tempat lepas landas pesawat terbang. Ia bisa sekalian menyentuh segarnya cahaya matahari dan memandangi terminal: area turis berbondong-bondong keluar-masuk bersama koper mereka.

Bandara tersebut sungguh luas karena termasuk bandara internasional. Ia hanya kuat berlari satu putaran. Bahkan, tidak sepenuhnya konstan berlari. Seperempat jarak akhir, ditempuh dengan berjalan sebab menipisnya tenaga.

Hingga kembali ke titik awal, ia langsung melakukan pendinginan: jalan ringan menuju penjual Wedang Ronde di sepanjang jalan. Berbeda dengan daerah lain, Wedang Ronde pesanannya ini terisi ronde berukuran lebih besar. Jadi, cocok sekali direndam dengan kuah—wedang—yang hangat. Ketika digigit, gula merah di dalamnya meleleh, manisnya tidak keterlaluan. Pas.

Elok menyeruputnya dengan duduk di tepi trotoar samping gerobak penjual. Hal ini dianggap lumrah karena jika melihat sekelilingnya pun demikian. Lalu, ia menyendokkan ratunya yaitu ronde raksasa. Dilanjut irisan roti, kacang, dan kolang-kaling berwarna merah muda keunguan.

Ia merasakan bahwa tulang-tulangnya ikut menikmati kehangatan segelas Wedang Ronde tersebut. Sendi-sendinya juga mencicipi berbagai tekstur isian bersama kuah campuran jahe, kayu manis, dan cengkih.

"Punten, Pak. Pesan satu sama kayak Mbak ini ya. Terima kasih," kata seseorang yang penuh kejutan—Riki.

"Belum pulang dari kemarin?"

"Saya disuruh belajar teknik Mbak Perstevi main nanti, hehe."

"Bapak Pelatih?" tanya Elok memastikan. Ia meragukannya setelah percakapan mereka berdua kemarin. Dan, Riki hanya membalas anggukan sembari menerima Wedang Ronde orderannya.

"Tapi, apesnya Mbak Perstevi dapat giliran malam. Katanya Mbak suka kalah kalau tanding malem-malem. Saya nggak jadi belajar deh."

"Kejujuran nomor satu ya, Rik. Bagus!" kata Elok sambil menyeringai.

"Bercanda, Mbak," jawabnya dengan terus berfokus pada suapan Wedang Ronde.

"Terus? Lu ke sini mau sorak-sorak di samping lapangan waktu gua tanding?"

"Enggak," jawab Riki. Ia menjeda terlebih dulu sebab sedang mengunyah ronde. "Mau ngejek kalau ternyata kalah," lanjut Riki. Tawanya terlihat begitu puas.

***

Photo by Mudassir Ali

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Photo by Mudassir Ali

Thank you || https://www.pexels.com/photo/white-and-red-airplane-on-runway-2300399/

Toko Buku di Desa Sangaleya 7 (SELESAI)Where stories live. Discover now