Hari Sabtu: akhir pertandingan.
"Gimana rasanya berhasil, Mbak?"
"Bersyukur. Abis ini mau tidur sampai pagi."
"Lho kan besok masih ada final 4 besar. Nggak ada pemantapan latihan apa pemanasan apa-apa gitu?"
"4 besar udah cukup, Rik."
"Terus? Besok nggak datang?"
"Pukul nih ya!"
Diumumkan bahwasannya Elok Perstevi berhasil lolos seleksi menuju 4 besar. Kemeriahan hari itu berakhir lebih cepat dari yang dikira. Walaupun hanya perasaan Elok belaka. Dan, waktu tetap berjalan sesuai edarnya.
Kelegaan sungguh hadir memenuhi batin terdalamnya. Semesta menaruh takdir baik pada Elok di turnamen kali ini. Ia mengagungkan pujian atas karma 3 tahun lalu yang diizinkan untuk dihapus bersamaan dengan kemenangan 4 besar.
Setelah kegiatan di gedung benar-benar berakhir, Elok lantas berpamitan sekaligus berterima kasih kepada Bapak Pelatih, Riki, dan semua yang sudah berbaik hati hadir mendukung.
Elok kembali ke kamar. Seketika sampai, ia merebahkan tubuhnya. Ia melihat langit-langit kamar berwarna putih bersih itu. Betapa bahagianya, kegelapan 3 tahun lalu pun dirasa putih kembali.
Lama kelamaan, matanya tertutup lalu terlelap. Perempuan itu amat menunggu hari ini, hari di mana dendamnya terbayarkan dengan elegan. Mungkin jika ada yang menyakitinya lagi, ia tidak akan menganggap sebagai sebuah kesakitan tetapi, angin berlalu saja. Ia ingin mencukupkan dan hidup demikian.
--
Bapak Pelatih dan Riki masih bercakap-cakap tentang Elok di pelataran gedung. Bapak Pelatih mengatakan, "Perstevi jangan dijahili hari ini. Biarin aja tidur sampai dia bangun sendiri."
"Makannya, Pak?"
"Tolong sampaikan ke staf hotel. Nggak perlu datang nganterin makanan ke kamar Perstevi. Bapak minta tolong ya."
"Pak, tapi kan?"
"Perstevi sudah kenyang. Kemenangan ini sudah cukup mengenyangkan baginya."
***
Photo by Pixabay
Thank you || https://www.pexels.com/photo/low-angle-view-of-steps-258200/
YOU ARE READING
Toko Buku di Desa Sangaleya 7 (SELESAI)
Teen FictionTokoh perempuan bernama Elok sudah memiliki karier yang ia mau. Akan tetapi, seketika hancur karena kuatnya otoritas keluarga. Kejadian itu membuatnya tidak lagi percaya akan dirinya sendiri dan hidup tanpa keyakinan bisa meraih keberhasilan kembali...