BAB 3 : A Planning

6.6K 495 38
                                    

Happy Reading.

"Iya, Ald. Ini gue bentar lagi mau jalan kok." Iqbaal menempelkan ponsel di antara telinga dan bahunya, tangannya bergerak menali sepatu putih. "Oke, dua puluh menit lagi gue ke sana. Bye." Sambungan telpon itu dimatikan. Ia bergerak mengantongi ponsel dan dompet kemudian mencari kunci mobil.

Kaki panjangnya menuruni tangan dengan cepat dan lincah membuat bagian bawah sepatunya bergesekan dengan ubin yang licin. Bunda dan kakaknya yang tengah menata makanan itupun menoleh.

"Mau ke mana, Baal?"

Iqbaal menghentikan langkahnya. Bundanya tengah menatap ke arah dia dengan dahi mengkerut.

"Mau ketemu Aldi sama Bastian, Bun." Dia mendekat ke arah sang Bunda, mencium telapak tangannya dan beralih mencomot brownies yang tengah ditata kakaknya di piring.

"Jorok tau! Cuci tangan dulu kalau mau makan," kesal Prilly. Perempuan itu masih menyimpan sedikit rasa kesal akibat tak dapat menguping.

"Amboi, Kakak cantikku ini makin gemesin kalo lagi marah," goda Iqbaal sembari menoel pipi sang kakak dengan jemari yang kotor akibat lelehan cokelat dari si brownies.

"Iqbaal!! Ihh jijik tau!" Prilly mengusap pipinya membuat benda kenyal yang menempel itu memerah.

Iqbaal hanya mengangkat bahu acuh kemudian berjalan ke arah wastafel. Dia mengeringkan tangan basahnya dengan washlap yang tergantung di dinding.

"Bun, aku berangkat dulu ya," pamitnya sembari mencium telapak tangan ibunya. "Bye juga kakak bawelku." Laki-laki itu langsung berlari menjauh sebelum suara melengking Prilly yang mengamuk terdengar.

"Bunda, ih. Iqbaal nakal itu," adunya pada si Bunda yang hanya menggelengkan kepalanya heran. Kedua anak berbeda gender yang tiap hari beradu mulut itu tak henti-hentinya membuat dia bingung.

"Adik kamu kan emang jahil, Kak," jawab Bundanya yang membuat Prilly mengerucut.

Prilly pun memilih untuk mencomot bolu keju yang dibeli Bundanya. Perempuan berpipi chubby itu tampak mengunyah dengan lahap sebelum ia mengingat suatu hal.

"Bun."

"Iya, Kak?"

Prilly menatap ke arah Bundanya yang asik memotong semangka itu. "Dengerin Kakak. Penting ini," pintanya yang membuat Bundanya langsung meletakkan pisau.

"Ada apa?"

"Jadi tadi Kakak tuh nguping Iqbaal sama Salsha," ucapnya yang membuat Bundanya mengerutkan kening.

"Ngapain kamu ngupingin Adik kamu?" tanya si Bunda heran.

"Prilly sih punya firasat mereka lagi ada something is wrong. Makanya aku nguping pembicaraan mereka," ujarnya sembari mencomot sisa kue.

"Mereka berantem?"

Prilly mengangguk, "Tapi Bun, ada yang aneh gitu."

"Aneh apanya?"

Prilly mengangguk lagi, kali ini tatapan matanya berubah serius. "Pas aku kupingin gak ada sama sekali suara yang kedengaran."

Bundanya syok, tentunya aneh dengan ucapan Prilly. Bukankah si sulung itu berkata jika dia menguping? Namun mengapa tak ada suara yang terdengar? Lalu apa yang sebenarnya dilakukannya?

"Memang kamu nguping pembicaraan mereka di mana?"

"Di kamar Iqbaal."

Satu detik. Dua detik. Di detik ketiga suara tawa Bundanya terdengar membuat Prilly mengernyit heran.

My Sweetest ExWhere stories live. Discover now