BAB 23 : The Truth Untold

7.7K 579 153
                                    

Happy Reading.




"Nah ini biangnya, eh lo berdua dicariin tuh sama pacar lo! Pusing pala gue ditanyain mulu dari tadi." Bastian berkata dengan suara besar khasnya. "Eh ada Bang Kiki juga ehehehe, " katanya sembari tertawa aneh.

Aldi dan Iqbaal tak menanggapi, malah kedua laki-laki itu tengah bergelut dengan pikiran mereka masing-masing. Bastian yang merasa aneh pun, melemparkan tatapan seolah bertanya 'ada apa?' kepada si kakak tingkat—Kiki. Laki-laki gembul itu menanggapi dengan angkatan bahu, tanda tidak tahu.

"Napa dah lo berdua? Kebelet pipis ya?" ujar Bastian yang tentu saja tak ditanggapi oleh kedua sahabatnya.

"Helo guys, gue masih napas loh, masih sadar juga ini." Laki-laki itu berkata mendramatis yang mana sukses membuat kedua sahabatnya menoleh ke arah mereka dengan tatapan—

"Apaan sih lo Bas jijik." Oh jangan ditanya siapa yang mengatakan hal ini, tentu jelasnya Aldi si sahabat yang paling kurang ajar padanya.

"Yeu si batak gak nyadar kalo ekspresi lo lebih kusut dibanding gue," protes Bastian. "Cariin Cassie nih, doi telepon gue lagi. Berantem ya lo?"

"Apaan sih lo." Aldi menutup wajahnya dengan satu tangannya, laki-laki yang saat ini berbaring di single sofa itu terkesan menghindari pertanyaan Bastian.

Kemudian hening melanda, keempatnya sibuk dengan pikiran masing-masing tak terkecuali Iqbaal yang sejak tadi masih terngiang tentang obrolannya dengan Salsha.

Ia tidak menampik jika perkataan Salsha masih menjadi pikiran baginya, tetapi poin terbesar bukanlah itu. Nyatanya, raut wajah si gadislah yang menjadi pengalih fokusnya sekarang.

Ia masih ingat bagaimana sorot mata itu mengatakan selamat padanya. Ia tahu jika iris cokelat itu berkaca. Ia bahkan tahu jika nada suaranya bergetar. Dan ya, Ia tak mengelak jika ada perasaan sakit di dirinya.

Ia pikir ini perasaan kasihan atau mungkin iba.

"Kok gue ngerasa bego banget ya?" Aldi tiba-tiba mengutarakan pemikirannya, laki-laki yang tengah menerawang ke atas itu membuat pandangan ketiga orang teralih ke arahnya.

"Ya kan elo emang bego dari dulu, Di, akar pangkat aja lo masih tanya-tanya gue," celetuk Bastian yang mendapat tendangan dari Kiki.

"Hahaha, kayak diboongin gue sama dia. Kurang apa sih gue sama dia? Bahkan gue selalu ada disaat dia lagi butuh gue, disaat dia lagi down karena si Bryan. Realitanya? Gue gak lebih dari sekedar pelarian buat dia." Aldi mengeluarkan unek-uneknya, laki-laki itu terus berkata tanpa tahu ketiga orang di ruangan itu menatapnya penuh tanya.

"Cassie kenapa?" —pertanyaan yang perhatian dari Kiki.

"Maksudnya sama pelarian? Kenapa lo bisa ngerasa kalo diri lo itu pelarian Cassie?" —pertanyaan dari si jenius Iqbaal.

"Lah? Lo sih ngereb—awsh! Ngesedekah ke gue!" Bastian meringis ketika lagi-lagi tulang keringnya di tendang. Kali ini oleh Iqbaal di sebelah kanan. Ah sial! Dia rasa ia akan kesakitan berjalan nanti.

Sebenarnya, Aldi ingin bercerita lebih banyak lagi. Tetapi di bagian dimana tindakan jahat Cassie yang mengirimkan rekaman suara pada Salsha tentang pembicaraan mereka kemarin, ia rasa dirinya tidak berhak. Ini masalah antara Cassie dan Iqbaal, tentunya dengan Salsha juga.

"Ya gue asal mikir aja sih," kata Aldi sembari mengangkat bahunya acuh, seolah tak perduli walau nyata tidak. Dia terlampau kecewa hingga kata sangat kecewa pun tak dapat mendeskripsikan betapa kecewanya dia saat ini.

***

Jeha memandang Salsha yang begitu lahap memakan sotonya. Gadis manis itu menopang dagunya, mengabaikan semangkuk mie ayam yang ada di depannya. Tanpa sadar, bibirnya mengangkat garis senyuman. Dia tahu Salsha sedang tidak baik-baik saja, namun ia juga paham jikalau gadis ini sedang melawan perasaannya.

My Sweetest ExWhere stories live. Discover now