BAB 25 : Break Up

8.1K 610 135
                                    

Happy Reading.

"Pacar kamu kok udah jarang kesini ya Dek?"

Iqbaal yang sedang mengunyah nasi itu mendongak menatap ke arah sang ibu.

"Biasanya kesini mulu bawa brownies keju coklat Bunda, kenapa sekarang gak pernah? Lagi sibuk?" Bundanya yang tengah memotong apel itu masih menyodorkan topik yang sama.

Iqbaal membasahi kerongkongannya, meneguk air putihnya hendak menjawab sebelum celetukan kakak mungilnya menyahut.

"Bunda kurang update, orang si Adek kan udah ada yang baru Bun."

Iqbaal melotot ke arah Prilly yang tentunya tak ditanggapi. Perempuan yang lebih tua itu malah menatap Iqbaal dengan senyuman mengejek.

"Loh? Kok gak bilang-bilang ke Bunda dulu?"

"Kita putusnya baik-baik kok, Bun, masih temenan juga sampe sekarang," jawab Iqbaal.

"Sayang padahal, Salsha cantik gitu Dek, anaknya baik juga."

Iqbaal meletakkan sendoknya. Nafsu makannya menguar begitu saja. Dia mengalihkan pandangannya pada sang ayah yang tenang mengunyah apel potong dari Bunda.

"Mungkin si adek udah gak cocok sama yang lokal Bun, sukanya sama yang bule."

"Apaan sih Kak!"

"Pacar adek bule?"

Iqbaal menggeleng, "Boong itu Bun, si kakak kan emang gitu!" katanya protes.

"Hmm, emangnya ada bule yang mau pacaran sama lo?"

"Yee gue juga gak mau pacaran sama bule, ribet ntar ngomongnya."

"Udah, ini bunda bahas pacarnya Iqbaal yang baru loh, kenapa malah berantem masalah bule?"

"Nanti kapan-kapan aku kenalin ke bunda, Iqbaal ke atas dulu mau bikin laporan OSIS," Laki-laki itu langsung beranjak dari duduknya bahkan tanpa menunggu respon dari ketiga orang yang bersiap melontarkan kata,  "malam semua!" katanya sembari berlalu.

"Kenapa deh? Aneh gitu."

"Hush! Adek kamu itu," ujar si kepala keluarga.

Prilly menyengir sedangkan Iqbaal yang baru saja sampai di kamarnya tampak merebahkan tubuhnya di ranjang. Kepalanya pusing seolah baru saja diberi tumpukan beban. Kilasan-kilasan tentang masalahnya dengan Salsha begitu menganggunya. Iqbaal tidak pernah lepas kontrol akan dirinya. Dia selalu bisa mengesampingkan urusan pribadinya.

Ditatapnya laptop yang masih menyala. Lagi, dia menghela napas. Bahkan tak ada satupun rangkaian ide untuk acara bazaar dua bulan lagi. Ia mengusap surainya kasar, terima kasih kepada Salsha yang berhasil mencuri fokusnya.

***

Dua minggu kemudian,

Salsha mengetukkan pulpen di tangannya asal, kepalanya ia topang dengan tangan kiri dengan pandangan yang masih tertuju pada papan tulis. Meski begitu, dia bersumpah bahwa tak ada satupun penjelasan dari Bu Marni—selaku guru matematika yang hinggap di otaknya.

Dia mengeluh, kenapa ia tak ditakdirkan berotak cerdas seperti Einstein. Hati kecilnya berharap cemas pada jam dinding yang ada di kantor supaya lekas berbunyi karena demi apa pun ia bosan setengah mati. Hidungnya perlu menghirup oksigen luar dibandingkan udara dalam yang entah mengapa menjadi pengap akibat rumus-rumus.

Tringgg!!! Doanya terkabul. Bel istirahat benar-benar berbunyi ketika Bu Marni tengah membahas ulang contoh soal. Murid dalam kelas mulai bertingkah dan tak ada alasan lain bagi guru matematika itu untuk tetap menjelaskan. 

My Sweetest ExWhere stories live. Discover now