Epilog

9.6K 448 61
                                    

Sebelumnya, mau ngucapin terimakasih ke kalian yang udah mau baca sampai dengan part ini. Jangan bosen-bosen baca work aku lainnya. Oke?

Happy Reading.







Gadis itu meremat tangannya yang dingin. Meski suhu di dalam ruangan ini normal, ntah mengapa dia merasa tengah terjebak dalam tengah badai salju. Beberapa kali dia menarik napas gusar kemudian memegang dada kirinya yang berdetak amat kencang.

"Gugup ya?" Suara itu membuyarkan ilusinya. Salsha menoleh mendapati perempuan dengan perut besar itu berjalan mendekatinya.

"Mau minum?" tawarnya pada Salsha yang dibalas gelengan kepala.

"Kak Yuki dulu gini gak? Maksudnya ya gugup gini."

Kakak iparnya itu duduk di sampingnya, tangannya menarik genggaman Salsha. "Wajar dong kalau gugup, inikan momen sekali seumur hidup."

"Salsha takut..."

"Kenapa?"

Gadis itu hanya diam. Dia mengigit bibir dalamnya. Kegusaran dan ketakutan yang beberapa hari menjelang hari pentingnya membuat dia dilema.

"Salsha takut Iqbaal gak bisa nerima sifat Salsha yang belum dia tahu. Salsha takut dia kecewa kalo tau aku gak pandai masak. Aku gak cekatan kaya kakak ketika beres rumah. Aku yang suka bangun kesiangan. Aku yang paling mager kalau dibangunin waktu libur. Salsha takut dia bakal kecewa sama kelakuan aku yang masih belum bisa ngurus diri aku sendiri."

Yuki memandang Salsha dengan tatapan tak digambarkan. Wanita hamil itu menghela napas sebelum akhirnya menepuk pundak adik iparnya.

"Kalau Iqbaal kecewa karna hal itu, berarti dia belum benar-benar siap menikah sama kamu."

Salsha terdiam. Otaknya sibuk mencerna dengan jantung yang berdebar tak karuan.

"Kalau dia siap nikahin kamu, bearti dia juga harus siap sama konsekuensi yang ada. Nafkahin kamu, bimbing kamu, nuntun kamu, dan dia juga harus siap nerima kekurangan kamu. Setiap hubungan itu pasti ada masa seretnya, ibarat kalo kita naik mobil nih ya pasti ada macetnya, ada lampu merahnya, kalau mau lancar terus sih jalan tol namanya."

"Kamu harus percaya sama dia. Kakak aja yakin kalo dia bisa jaga kamu. Inget! Kamu ini adik kesayangannya Aldriano. Kalo dia macem-macem entar biar Al yang gebukin."

"Nanti dia jadi bonyok dong."

"Siapa suruh nyakitin adik kesayangan kakak."

Salsha memeluk iparnya. Meski tak terlalu erat karna takut mengenai kandungan Yuki yang telah membesar. "Makasih ya, Kak."

"Apasih yang enggak buat adik tersayangnya Kakak ini."

***

Ruangan besar dengan hiasan sedemikian rupa apiknya itu telah penuh oleh para tamu undangan. Kerabat dan teman dari kedua belah pihak yang turut diundang untuk menjadi saksi cinta anak adam hawa itu ramai.

Ruangan dengan perpaduan warna silver dan gold yang semula riuh oleh antusias para tamu seketika hening ketika si pengantin wanita masuk ke dalam. Mereka yang seolah tak mau ketinggalan kenangan—mengabadikan momen tersebut di dalam ponsel masing-masing.

Salsha menampakkan senyuman tipisnya. Gadis yang masih dalam mode gusar itu merangkul erat lengan Al membuat lelaki itu membalas dengan usapan lembut di pergelangan adiknya.

Tiba saatnya gadis itu harus duduk berdampingan dengan lelaki berjas putih yang menatapnya lekat. Iqbaal tersenyum, mengulurkan tangannya untuk mempersilahkan tuan puterinya duduk di samping, mendengar untaian kata qabul yang akan ia jawab dengan lantang tanpa ragu.

Salsha menunduk ketika matanya bertatapan dengan ayahnya. Lelaki separuh abad itu tersenyum tipis meski jejak air mata itu ada.

Ketika sang ayah mengucap kata ijab yang dijawab qabul secara langsung oleh Iqbaal. Ia tak bisa menahan genangan air matanya. Rasanya begitu cepat ketika semua saksi yang hadir mengucap kata 'sah!' dengan serempak.

Iqbaal tersenyum dan menyalami wali dari gadisnya—yang mana saat ini berubah status menjadi mertuanya.

"Jaga anak om baik-baik ya, Baal," pesan Hasdy padanya.

"Tentu om, Salsha kan udah sepenuhnya jadi tanggung jawab Iqbaal sekarang."

Lelaki itu tersenyum bahagia, memandang si gadis yang semenjak tadi menunduk. Seolah menyembunyikan wajah cantiknya dari Iqbaal. Lelaki itu menarik tangan Salsha yang tergenggam di meja.

"Kenapa?" tanyanya lirih.

Salsha hanya menggeleng. Gadis itu masih sibuk dengan euforia yang tengah bergejolak di hatinya. Iqbaal mengusap rahang wanitanya, menyuruh agar ia berbalik menatapnya.

"Merasa lebih baik sekarang?" tanyanya ketika mata berair itu menatapnya.

Salsha tak menjawab apapun. Ia hanya menunjukkan seulas senyuman tipis yang tampak kontras dengan mata berlinangnya. Iqbaal menarik tangan Salsha, memasangkan sebuah cincin berlian yang mewah di jari manisnya. Salshanya meneteskan air mata lagi. Dia tentunya tahu, Salshanya menangis haru.

"Jangan nangis apalagi karena aku," ucapnya yang diakhiri dengan sebuah kecupan hangat di dahi Salsha.


***



Salsha... Pertama kali mendengar namanya, Iqbaal merasa begitu penasaran oleh sosoknya. Desas-desus tentang gadis yang menjadi langganan buku hitam OSIS itu membuat ia dibuat penasaran dengan parasnya.

Dia kira, Salsha adalah gadis urakan dengan penampilan rusuh yang menyakiti mata. Namun salah. Ketika pertama kali, semesta mengijinkan dia mengetahui Salsha. Dia tak munafik untuk mengakui jika gadis itu mempesona.

Cantik, kaya raya, dan terkenal. Siapa yang tak iri dengan hal yang dipunyanya saat itu. Sayang, setiap manusia diberi kekurangan disetiap tumpukan kelebihan yang dipunya. Gadis itu arogan, diktator, dan protektif.

Oh ya, Iqbaal juga ingat ketika Salsha tanpa ragu menyatakan cinta padanya di hadapan seluruh anak OSIS selepas dia rapat. Niat hati ingin menolak namun karena keberanian gadis itu, Iqbaal akhirnya menerima dengan dasar kasihan.

Ia kira dia takkan menyesal setelah melepas gadis itu. Dia kira penderitaan masa remajanya akan berkurang ketika bisa bersama gadis lain yang ia suka. Sayangnya, semua tak demikian. Semesta seolah tak tega membiarkan keduanya jauh hingga mempertemukan kembali dalam garisan takdir.

Untuk Salsha, gadis yang saat ini menjadi satu-satunya pemilik ruang di hati Iqbaal.

Terima kasih karna selalu ada.







—end—




Karna di part awal openingnya pake Salsha pov biar di akhir gantian sama Iqbaal pov.

Ehe, maafkan kalau ada typo dan salah salah di work ini. Sekali lagi, terima kasih semua!

Soon mau lanjut yang apa?


What do you think about this part?

Cium beceq

sels

My Sweetest ExWhere stories live. Discover now