BAB 22 : Love Shot

7.2K 604 217
                                    

Happy Reading.



Salsha menggeram kesal ketika dirinya terlambat lagi. Gadis itu menendang pagar hitam menjulang yang tertutup membuat sang satpam menoleh namun enggan memarahi. Wajah Salsha yang tak bersahabat membuat lelaki berusia empat puluh tahun itu meringis, bayangan-bayangan tentang pengangguran yang tak ingin ia dapatkan.

Sepuluh menit kemudian, dia dan dua belas orang yang juga terlambat datang itu pun dipersilahkan masuk oleh salah satu anggota OSIS. Dalam hati, ia berdoa semoga tidak dipertemukan dengan Iqbaal karena demi apa pun ia masih belum siap.

"Nah, buat kalian yang dateng telat tulis nama sama kelas di ini terus keluarin buku poinnya sekarang."

Salsha memutar bola matanya jengah,  ketika pandangannya beradu dengan tatapan sinis Alya. Hell! Ia bahkan merasa jika dirinya sama sekali tak pernah bermasalah dengan gadis itu. Namun tatapannya seolah Salsha pernah menjambaki rambutnya sampai botak.

"Eh! Dasi lo kemana?" Lamunannya terhenti ketika Alya menunjuk ke arahnya.

"Gue?"

"Lo liat gue nunjuk siapa?" balasnya sinis.

Salsha tersenyum remeh, "Gak tau. Hilang mungkin," katanya acuh.

"Gak mampu ya beli dasi harga segitu doang? Perlu banget nunggu Iqbaal ngebeliin lo dasi?" tanya Alya sarkastik.

Senyuman remeh itu meluntur. Salsha menutup bibirnya rapat meski dalam hati ia ingin menyumpah kasar gadis di depannya.

"Ck, emang sih ya gak kaget aja gue sama drama queennya Garuda," kata Alya pelan.

Namun sayang, telinga Salsha yang rajin dibersihkan ini masih mampu untuk mendengar celaannya.

Sabar sabar, orang sabar pacarnya ganteng.

"Buat yang udah nulis nama dan kelasnya di buku besar, boleh kumpulin buku poinnya ke gue. Terus buat punishmentnya kayak biasa, dibagi rata sama Rena." Alya membawa tumpukan buku berwarna hijau itu, berjalan mundur dan mempersilahkan rekannya untuk memberi hukuman.

"Nah, karena gue rasa jumlah orangnya ganjil. Gue bagi empat kelompok. Nah buat cowoknya bagi dua kelompok karena ada enam jumlahnya bersihin lapangan sama halaman, satu terus ceweknya bagi dua tim juga, nah karena ceweknya ada ganjil jadi empat orang bersihin taman dan tiganya bagian kamar mandi cewek," ujar Rena sembari menunjuk ke arah barisan Salsha.

"Gue bersihin kamar mandi?" Salsha berujar sinis, "terus apa gunanya coba petugas kebersihan?" lanjutnya sembari melipat tangannya di dada.

Alya menyipitkan mata dengan pandangan menusuk yang ia punya, "Emang harus banget ya kita bergantung sama petugas? Lo kan udah SMA masa gak bisa open mind kalo kebersihan itu juga jadi tanggung jawab kita."

"Oh ya? Terus apa lo juga udah ngelakuin tanggung jawab yang lo bilang barusan? Ah, gue pengen tau sebanyak apa wilayah sekolah yang udah lo dan anak OSIS lain bersihin. Eh? Atau belum sama sekali? Karna pada nyatanya lo hanya bisa nyuruh bersih-bersih tanpa pernah ngelakuin hal yang sama."

"Lo—" Alya menunjuk Salsha geram, "Tugas lo gue ganti, bersihin loker siswa sendirian!"

"Ada hak apa lo nyuruh gue?"

Kepulan asap itu mulai keluar dari kepala Alya. Gadis itu melangkah maju bersiap mencakar mulut yang dengan ringannya mengejek dirinya sebelum sebuah suara menghentikan niatnya.

"Ada masalah apa nih?" Keduanya—bukan hanya mereka yang sejak tadi beradu mulut melainkan semua orang yang ada di sana mengalihkan atensi ke arah Iqbaal.

My Sweetest ExOn viuen les histories. Descobreix ara