Bab 6

6.9K 924 17
                                    

Setibanya di apartemen, Laura membawa Aimee masuk ke kamarnya. Aimee terlihat sangat antusias mengamati seisi kamar Laura. Begitu masuk, Aimee bisa mencium samar wangi parfum Laura. Tidak banyak barang-barang di sana, saking minimalisnya orang-orang mungkin berpikir Laura baru pindah rumah. Di kamar seluas itu, perabotan yang dimiliki Laura hanya ranjang, meja kerja dan sebuah lemari dengan pintu kaca geser. Isi kamar itu lebih mirip kamar hotel daripada kamar seorang perempuan berusia tiga puluhan. Semuanya tertata rapi, tidak ada satupun barang yang tercecer. Barang-barang yang dimilikinya, bagaimana Laura menatanya, aroma parfum Laura yang tercium samar, Aimee betul- betul menaruh minat untuk lebih mengenal Laura lewat seisi kamar itu.

"Kamu udah makan malam?" Laura membuyarkan lamunan Aimee.

"Udah," jawab Aimee singkat.

"Malam ini kamu tidur di sini aja," ucap Laura. "Biar aku tidur di sofa."

Aimee membuka mulut, hendak menyarankan dia saja yang tidur di sofa. Dia merasa tidak enak hati jika Laura, sepupunya yang tidak dekat dengannya, malah memberikan tempat di ranjang untuk dirinya tidur malam itu. Akan tetapi, Laura keburu membalikkan badan dan keluar kamar. Laura berjalan menuju dapur dan mengambilkan segelas air hangat untuk Aimee. Saat dia kembali ke kamarnya, dia mendapati Aimee sedang duduk di atas ranjang dengan kening berkerut, seperti sedang berpikir. Laura menyodorkan gelas minuman itu pada Aimee.

Aimee menyambutnya. "Terima kasih."

Laura membuka lemari pakaiannya dan mengambil sepasang baju tidur. Dia meletakkan pakaian itu di sebelah Aimee.

"Pakai aja baju tidurku. Sebaiknya kamu istirahat sekarang supaya cepat pulih. Jangan dikunci kamarnya ya, supaya aku bisa cek keadaanmu nanti."

Sekali lagi Aimee hanya menggumamkan ucapan terima kasih. Laura berjalan menghampiri meja kerjanya. Dia membuka salah satu laci dan mengeluarkan sebuah amplop. Ada sejumlah uang di dalamnya.

"Ini buat kamu," Laura menyerahkannya pada Aimee. "Tadi teman-temanmu bilang kamu dijambret. Jakarta nggak aman, lain kali hati-hati di jalan."

Aimee menatap Laura dengan bingung. Dia mengalihkan pandangan pada tangan Laura yang memegang amplop putih di hadapannya. Tanpa bertanya pun, Aimee tahu isinya adalah uang. Aimee juga sadar dia betul-betul membutuhkan uang itu sekarang. Namun, dia ragu, apakah dia harus menerimanya dari Laura, manusia yang begitu asing dalam hidupnya itu?

"Kamu butuh ini," ucap Laura, seolah bisa membaca pikiran Aimee.

Akhirnya Aimee menerimanya. "Terima kasih, Ci." Lagi-lagi dia hanya bisa mengucapkan terima kasih. Dari sorot matanya jelas-jelas dia begitu tersentuh akan Laura. She's so distant, yet she can read the troubles in her heart. Aimee terharu karena Laura yang selalu dingin itu mengulurkan bantuan, bahkan tanpa Aimee harus terlebih dahulu meminta.

"Ci Laura, setelah gajian bulan depan, aku pasti langsung ganti uang ini dan biaya rumah sakit."

"Nggak usah," balas Laura singkat. "Tidurlah."

Laura menyalakan lampu redup dan mematikan lampu utama kamar sebelum pergi. Dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan beres-beres, kemudian duduk di atas sofa. Laura meraih buku Killing Commendatore dari atas meja dan memasang earphone di telinganya. Setelah semua lagu-lagu di album Quiet Nights dari Diana Krall selesai diputar, Laura meletakkan buku di tangannya kembali ke atas meja. Matanya sudah lelah, dia ingin tidur. Laura beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamar, hendak memeriksa keadaan Aimee.

"Ci Laura."

Suara Aimee yang memanggilnya memecahkan keheningan, nyaris membuat Laura terlonjak karena kaget

SINCERELY (Completed)Where stories live. Discover now