Bab 29

5.1K 748 6
                                    

Ergi kesal sekali saat ayahnya bilang bahwa mereka sekeluarga akan pindah ke Bandung untuk sementara waktu. Kakaknya bodo amat. Si centil yang judesnya macam sambal roa itu malah kegirangan karena berarti dia akan tinggal sendiri dan bebas menguasai rumah keluarga mereka. Adiknya antusias bukan main, sebab dia selalu mengasosiasikan Bandung dengan liburan dan tempat bermain.

Tidak ada yang satu kubu dengan Ergi untuk menentang kepindahan keluarga mereka ke Bandung. Baik ayah maupun ibunya sibuk membujuk Ergi supaya tidak merajuk lagi. Mulai dari bicara baik-baik sampai akhirnya memarahinya. Pada akhirnya, Ergi dan Jevin ikut dengan orangtua mereka untuk tinggal di Bandung, sementara Alvina yang sudah mulai kuliah di Jakarta tetap tinggal di sana.

Ergi memutuskan untuk menjadi berandalan di sekolah sebagai aksi protes terhadap orangtuanya. Yang benar saja, kenapa mereka harus pindah saat Ergi masuk SMP? Dia dan teman-temannya sudah merencanakan banyak hal jika mereka masuk SMP yang sama. Eh, orangtuanya malah mengajaknya pindah begitu saja!

Meskipun baru kelas 1 SMP, Ergi sudah berani tidur di kelas, tidak membuat PR, berkelahi, bahkan bolos kelas sehingga membuat orangtuanya berkali-kali dipanggil ke sekolah. Bolos kelas adalah kegiatan favorit Ergi. Biasanya, dia akan kabur ke gudang di belakang lapangan basket. Gudang itu sudah tua dan lapuk, sehingga tidak lagi digunakan. Banyak juga yang bilang di sana ada setan. Buat Ergi, lebih baik bertemu setan daripada stuck di kelas yang membosankan. Karena tidak pernah ada orang yang ke gedung itu, Ergi bisa bebas bermalas-malasan di sana sambil main Gameboy tanpa ada yang mengganggu. But then, that very fateful day came.

Saat hendak masuk, langkah Ergi terhenti melihat sesuatu yang membuatnya terkesiap. Ergi melihat ada murid perempuan berseragam SMA yang sedang ditindih oleh murid laki-laki dengan seragam yang sama. Dia terlihat setengah mati meronta, tetapi lelaki itu jauh lebih kuat. Lelaki itu mengumpat dalam bahasa asing, kemudian menampar si perempuan. And then the worst thing happened.

Perempuan itu berusaha berteriak, namun suaranya terdengar lemah. Ergi melihatnya, mendengarnya, tetapi dia hanya berdiri di sana, di ambang pintu, tertegun. Lalu apa yang dia lakukan setelahnya? Kabur. Ergi merasa begitu ketakutan, begitu malu dan jijik dengan yang barusan dilihatnya. Setengah jam setelahnya, tubuhnya baru berhenti gemetar. Kemudian Ergi mengunci diri di toilet dan menangis.

Ergi tahu siapa mereka, tapi dia tidak berani melakukan apa-apa. Murid laki-laki itu adalah Maxime, blasteran Perancis yang digandrungi sejuta umat di sekolah, bahkan juga oleh anak-anak SMP yang satu gedung dengan murid-murid SMA, termasuk teman-teman sekelas Ergi yang senang membicarakan Maxime dan mengaguminya saat bermain basket. Selain Maxime, ada juga Laura. Dia juga senior di SMA yang terkenal seantero sekolah. Bukan cuma karena dia cantik dan pintar, tapi juga lantaran sikapnya yang dingin dan tertutup. Dengar-dengar, keluarganya punya usaha perkebunan tembakau yang menjadi pemasok bagi salah satu perusahaan rokok raksasa di Indonesia.

Rumornya, Maxime jadian dengan Laura. Karena mereka selebriti sekolah, orang-orang yang bersikap bodo amat macam Ergi pun juga jadi tahu siapa mereka. Ergi yakin, yang dilihatnya siang itu di gudang dekat lapangan basket adalah Maxime dan Laura. Ya, Maxime tega berbuat hal yang begitu bejat kepada Laura. If only Laura screamed louder, other people would have heard and helped. Berulang kali Ergi mengucapkan hal itu dalam hati, supaya dia tidak perlu terus-terusan dihantui rasa bersalah.

Kenapa Ergi takut menolong? Sudah jelas, dia takut dihajar Maxime. Kenapa Ergi takut melapor? Karena dia takut jadi ikut terseret. Intinya, Ergi adalah seorang pengecut. Besok-besoknya setelah kejadian itu, Ergi melihat Maxime dan Laura jalan berdua di sekolah seperti biasa. Jadi, Ergi pikir tidak ada masalah. Namanya juga pacaran, mungkin wajar seperti itu. Ergi berkali-kali berkata seperti itu ke dirinya sendiri, tetapi berkali-kali juga nuraninya berteriak mengatakan bahwa itu salah, sangat salah, dan dilihat dari sudut manapun tetap luar biasa salah.

Sejak hari itu, Ergi tidak berani lagi bolos ke gudang sekolah. Dia bahkan tidak pernah berani lagi bolos kelas. Hari dan minggu berlalu. Bulan berganti. Sampai suatu hari Ergi sedang izin ke toilet ketika berpapasan dengan Laura. Ergi masih ingat, pelajaran Matematika jam 10:45. Ada sesuatu yang jatuh dari tangan Laura saat Ergi dan dirinya bertabrakan di depan toilet, sesuatu yang terlihat seperti termometer. Setidaknya Ergi mengira itu adalah sebuah termometer.

Ergi dan Laura bertukar pandang untuk satu-dua detik sebelum Laura membungkuk dan mengambil barangnya yang jatuh, lalu dia menghilang di balik koridor. Ergi tertegun. Pertemuan dua detik dengannya saja sudah membuat Ergi berkeringat dingin. Belakangan ada berita yang mengejutkan: Laura keluar dari sekolah karena hamil. Saat itulah Ergi baru sadar ternyata benda yang jatuh tersebut adalah test pack, bukan termometer. Maxime masih bersekolah di situ seperti biasa. Kurang ajarnya, dia mengaku tidak tahu apa-apa. Bahkan dia tega menyebarkan rumor bahwa Laura tidur dengan laki-laki lain, membuat murid-murid malah bersimpati pada Maxime.

"She's such a bit*ch, I'm not surprised. Poor Maxime."

Ergi ingin sekali naik ke meja kantin dan berteriak, membuat pengumuman bahwa Maxime-lah yang menyebabkan semuanya. Dia yang menghancurkan Laura dan menyakitinya. Laura bukan perempuan nakal, dia adalah korban. Laura bahkan tidak mengijinkan tubuhnya disentuh oleh Maxime yang bejat! It's unfair, it's so unfair it got him secretly crying again in desperation.

Tapi, apa yang Ergi lakukan? Tidak ada. Ergi cuma diam saja, berusaha mengubur kejadian dan rasa bersalah itu dalam-dalam. Kejadian tersebut yang membuatnya ingin menolong orang-orang, seolah menebus dosa karena dia membiarkan Laura jatuh ke lubang yang kelam. Sejak saat itu, setiap kali Ergi berdoa, dia selalu menyisipkan nama Laura, sambil berharap suatu hari dia bisa bertemu dengannya lagi dan betul-betul menolongnya.

Heaven finally listened to his prayer after 20 years. Ternyata Laura juga bekerja sebagai dokter bedah di rumah sakit yang sama dengan Ergi! Saat melihatnya, Ergi terkejut bukan main. Wajahnya sama sekali tidak berubah. She didn't even age much. Ergi berusaha mencari tahu banyak hal tentang Laura, memastikan bahwa dia sungguh adalah Laura yang dia ketahui, orang yang seharusnya tidak dia tinggalkan saat itu. Ada banyak sekali pertanyaan yang Ergi simpan selama ini untuk Laura. Apakah Laura menggugurkan kandungannya? Jika dia melahirkan anak, di mana anak itu sekarang? Bagaimana kehidupannya setelah keluar dari sekolah? Dan yang paling membebani Ergi adalah, apakah Laura sekarang sudah baik-baik saja? Tetapi, Ergi tidak punya nyali untuk bertanya, sebab itu berarti dia harus menceritakan kepada Laura siapa dirinya. Dia tidak punya nyali untuk meminta maaf dan terlebih lagi, Laura sudah menjadi orang yang begitu spesial baginya, dia takut Laura akan berbalik membencinya jika tahu siapa Ergi sebenarnya.

Ada sebuah hening yang panjang setelah Ergi menyelesaikan ceritanya. Dia tidak berani menatap Laura. Ergi hanya menundukkan kepala, menunggu respon dari Laura. Mungkin Laura akan menamparnya. Mungkin Laura akan menghajarnya. Mungkin Laura akan memakinya habis-habisan. Ergi menunggu. Dia siap diapakan juga oleh Laura, dia pantas menerima hukuman apapun itu karena sudah bersikap pengecut seperti seorang pecundang.

Tetapi, Laura tidak menamparnya. Laura sama sekali tidak menghajarnya atau memaki-maki dirinya. Ergi memberanikan diri untuk menatap Laura saat keheningan di antara mereka pecah oleh sebuah isak tangis yang terdengar pelan. Laura menutup wajah dengan tangannya. Rasanya begitu menyakitkan bagi Ergi melihat Laura yang duduk terbungkuk di kursinya dan menangis. Ergi menelan ludah. Dia juga tidak bisa membendung air matanya lagi.

"Maafin saya, Laura," bisik Ergi lirih. "Maafin saya yang udah bikin hidup kamu hancur. Maafin saya yang begitu pengecut. Maafin saya."

~

SINCERELY (Completed)Where stories live. Discover now