4. Kakak~

12.5K 1.5K 61
                                    

Pagi itu, Wana mencari angkot menuju kostan Orion. Tapi ketika teringat jika Frans pasti akan mencarinya kemari, Wana kembali naik angkot yang entah akan membawanya kemana.

"Den, dari tadi ikut mamang muter-muter, sebenarnya Aden teh mau kemana?" tanya si supir angkot yang kepalanya setengah botak. Wana yang menjadi penumpang satu-satunya itu menghela napas pelan.

"Mang, mamang banyak omong ya. Tinggal jalan aja, nanti kalo saya udah mau turun, saya bakal bilang." Wana meluruskan kaki di kursi penumpang. Ia benar-benar bingung harus kemana.

"Eh mang, ke jalan merpati aja. Turunin saya di situ," katanya tiba-tiba membuat si supir mendadak kesal, mereka telah memutari jalan itu sampai lima kali tadi, dan kini mereka harus putar balik.

"Tenang elah mang, nanti saya bayar lebih." Si supir paruh baya itu mengangguk senang, namun ketika sampai dan Wana memberikan uang, si supir mendadak ingin meledak marah.

"Den! Katanya mau bayar lebih, ini mah kurang atuh, goceng dapet apa. Orang Aden aja udah kelilingnya lebih sepuluh rebu!" ujarnya kesal, Wana mendengus sembari merogoh sakunya. Namun sampai di sana, Wana tak dapat menemukan apa-apa.

"Mang, saya ini anak buangan. Baru aja dibuang di dalem kerdus tadi pagi, mamang gak kasian sama saya yang ganteng ini?" tanya Wana sembari mengusap ujung matanya dengan punggung tangan.

Si supir angkot hanya menghela napas panjang sebelum melajukan angkotnya tanpa berbicara lagi. Dari spion, ia bisa melihat Wana melambai dengan senyum cerah di wajahnya.

"Masih pagi, udah bawa gembel aja."

Sementara di sisi lain, Wana berjalan ke arah mall. Ia akan sarapan di sana karena ia memang belum makan saat kabur dari rumah. Namun keinginan Wana terhenti ketika ia melihat Zicas yang merupakan asisten sang Papa berada di sana, baru turun dari mobil bersama Gerald-- sekertaris Papanya.

Namun Wana segera berpikir, mereka tidak akan mengetahui jika ia pergi dari rumah. Maka Wana dengan percaya diri mendekati keduanya, ia melempar kaleng kosong pada Zicas yang mana membuat dua pria itu membalik tubuh.

"Bocah, mengapa kamu di sini? Bersama siapa?" tanya Zicas spontan. Wana melambaikan tangan, membuat pria itu menunduk agar Wana bisa membisikkan sesuatu. Yea, sependek itulah Wana.

"Om, saya mau minta makan," bisiknya, padahal percuma karena Gerald juga bisa mendengar. Zicas kembali menegakkan tubuhnya, ia menatap Wana skeptis.

"Ini hari Rabu, seharusnya kamu sekolahkan. Mengapa kamu di sini? Apa kamu membolos tanpa sepengetahuan Pak Frans?" tanyanya. Wana menggeleng dengan cepat.

"Enak aja! Saya ganteng-ganteng gini juga murid teladan tau! Saya gak sekolah karena nanti mau check up, nah saya di sini karena barusan nitip PR ke tempat Orion," katanya.

Namun jawaban yang diberikan Wana justru semakin membuat Zicas dan Gerald saling tatap. Dia pria dewasa itu jelas tahu, bagaimana sulitnya Frans membawa Wana ke rumah sakit setiap kali jadwal check up, tapi kini Wana berujar dengan santainya.

Maka dari itu, Zicas membawa Wana masuk ke dalam Mall untuk diberi makan, namun tanpa sepengetahuan Wana, Gerald menghubungi Frans untuk bertanya lebih lanjut. Wana yang memesan banyak makanan itu tampak tidak tahu diri jika saat ini ia tengah menumpang makan.

"Om, makasih ya. Tapi om lebih ganteng kalo beliin aku eskrim itu deh," kata Wana sembari menunjuk kedai eskrim yang berada dekat dari restoran. Zicas melirik sekilas sebelum menjawab.

"Tidak tahu diri bocah, makan apa yang ada di depanmu. Apa kamu kira aku tidak tahu pantangan mu?" kata Zicas membuat Wana mendengus.

Tidak lama Gerald datang, Zicas menatapnya. Gerald mengangguk sembari menatap Wana tak habis pikir. Di rumahnya Frans tengah marah besar, sementara objeknya ada di sini tengah menikmati makanan. Bahkan Gerald pun sempat kena siraman rohani dari Frans, padahal ia tidak tahu apa yang salah padanya.

Setelah makanan habis, Wana ditawari Zicas berkunjung ke toko eskrim yang baru buka di dekat Mall. Tanpa curiga Wana dengan senang hati ikut, anak itu bernyanyi dengan gembira di sepanjang jalan.

"Wana, kamu melarikan diri dari rumah."

Nyanyian riang Wana terhenti ketika Gerald tiba-tiba berujar demikian, wajah Wana memucat detik itu juga. Ia berbalik dengan perlahan dan bisa melihat kedua pria dewasa yang kini tengah menatapnya. Gigi kelinci itu terlibat menyembul ketika si empu menyengir.

"Om, saya bisa jelasin." Wana mundur dengan teratur ketika Zicas dan Gerald mendekat. Lalu detik berikutnya Wana berlari sebelum tangan Zicas berhasil meraihnya.

Pemuda itu melupakan pantangan terbesarnya dan berlari tunggang langgang. Di belakangnya terdapat dua pria dewasa yang mengejarnya dengan langkah cepat. Wana sudah hampir mati kehabisan napas, dadanya sesak.

"Bocah! Jangan berlari!" teriak Zicas.

Wana melesat dengan cepat sekuat tenaga, ketika itu ia mengeluarkan semua tenaganya untuk bersembunyi.  Namun Zicas dan Gerald tetap menemukannya.

"Berhenti berlari, aku juga akan berhenti mengejar mu bocah!" Wana menoleh dan mendapati kedua pria itu yang berhenti. Langkah kaki Wana melambat, ia dan kedua pria itu dipisahkan oleh jalan raya. Wana bahkan tak tahu kapan ia sudah menyebrang di jalan yang ramai akan kendaraan.

Ketika sebuah truk melintas, Wana menyeret kakinya pergi dari sana selagi penglihatan Zicas dan Gerald terhalang. Ia bersembunyi di samping mobil yang terparkir di depan toko kue. Duduk di tanah, Wana tak peduli orang-orang menatapnya. Ia fokus pada inhaler yang kini berada di tangannya.

"Minggir." Suara itu membuat Wana yang tengah berusaha bernapas melirik sekilas pada orang yang familiar di matanya.

Mata Wana diisi harapan besar, ia menatap pria yang ternyata Jolyon itu dengan berbinar. Ia memejam sejenak, berusaha mengais oksigen yang tidak juga cukup. Organ di dalam dada kirinya terasa berdegup cepat lalu tak lama melambat, begitu berulang-ulang hingga membuat Wana kuwalahan.

"Wana!"

"Bocah, dimana kamu!" Teriakan itu membuat mata sayu Wana kembali terbuka. Pemuda itu menarik jas hitam Jolyon dengan lemah.

"Bantuin kabur," lirihnya. Namun Jolyon bahkan tak bergerak barang seinchi pun. Mungkin jika Wana tidak bersandar di pintu mobil Jolyon, pria itu sudah meninggalkannya sedari tadi.

"Kakak."

Pandangan Wana berbayang, bintik-bintik hitam itu mulai penuh dan menguasai. Sebelum benar-benar ditekan kegelapan, Wana sempat merasa tubuhnya melayang dalam dekapan seseorang.



_____

To Be Continue


Lampung, 30 Mei 2022

Selsawi01

Aldrewana H.L [End]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin