38. Situasi yang tidak pernah diinginkan.

8.2K 1.2K 95
                                    

Wana masih menunjuk stand yang tengah ramai pengunjung, ketika dengan tiba-tiba tubuhnya dipeluk dari samping. Aroma yang amat familiar itu membuat tubuhnya membeku. Wajah pemuda itu berubah pucat seolah tak dialiri darah.

"Wana, ini Papa."

Tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Wana bahwa ia akan bertemu dengan Frans secepat ini. Wana belum siap, ia masih belum mengobati hatinya dengan sempurna. Wana tahu Frans berada di California beberapa waktu lalu saat tak sengaja bertemu di restauran.

"Ini Pa---"

"Berani sekali kau menyentuhnya!"

Tubuh Wana ditarik paksa masuk ke dalam dekapan seseorang. Jack yang wajahnya merah padam langsung memberikan Wana pada Axela yang masih mencerna keadaaan. Mungkin Axela belum tahu seperti apa  wajah Papanya Wana, namun Jack tahu.

"Siapa kau? Aku Papanya!" Frans memekik marah, mencoba menggapai anaknya. Namun wanita yang berada di samping putranya itu menarik Wana menjauh darinya. Frans benar-benar marah.

"Xel, bawa Wana pergi terlebih dahulu. Gunakan mobilku, biar aku yang mengurusnya." Wana hanya diam ketika tubuhnya ditarik menjauh dari sana, ia masih bisa melihat Frans yang memanggil namanya.

Pria dewasa itu juga sempat hendak mengejarnya, namun Jack menahan dan mendorongnya hingga terjatuh. Wana memejamkan mata dalam dekapan Axela ketika melihat Papanya meringis memegangi dada.

"Aldrewana! Wana!" Frans berteriak histeris, namun anak buah Jack yang entah datang dari mana menahannya mendekati Wana yang mulai menghilang di balik kerumunan.

"Berhenti berteriak! Kau merusak telingaku bodoh," kata Jack santai. 

Frans yang mendengar itu semakin kebakaran jenggot. Siapa pria ini, mengapa mencoba memisahkan Frans dengan anaknya yang sudah lama ia cari? Melihat tatapan tajam Frans, dagu Jack semakin terangkat tinggi.

"Bos!" pekikan itu disertai dua orang pria dewasa yang muncul dari balik kerumunan, itu Zicas dan Gerald yang kini mendekati Frans.

"Ada apa ini? Mengapa kalian menahan bos kami?" tanya Zicas yang membuat Frans geram dam semakin meledak emosi. Putranya telah dibawa pergi, dan sekarang mereka baru datang.

Jack menghela napas pelan dan menatap permen kapas  yang telah terbuang sia-sia. Ia bangkit, berdiri di depan Frans yang telah bebas dari cengkraman anak buahnya. Sudut bibir Jack terangkat licik, menatap Frans yang kini tengah meletup-letup.

Bugh

Jack terhuyung mendapat bogeman itu, ia menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah. Telapak tangannya terangkat guna menahan anak buahnya yang hendak membalas perlakuan Frans.

Kekehan menyeramkan itu terlihat, membuat para pengunjung yang sedari tadi memperhatikan mulai menjauhi tempat itu. Jackson terlihat sangat berbeda, nyaris seperti Jolyon ketika kehilangan jati diri.

"Aku, Jackson Franklyn. Aku yakin kau akan membutuhkan informasi ini untuk merebut bocah tengil itu kan?" Tawa Jackson kembali menguar, seolah apa yang ada di pikiran Frans bisa ia baca. Jackson adalah orang ternama, tidak sulit mencari informasi tentangnya.

"Maka datanglah, dan hadapi adik iparku. Ah, sayang sekali saat ini dia sedang tidak ada di sini. Tapi biar kuberitahu, adik iparku itu sedikit keras dan kejam. Untuk membawa bocah ini, jalanmu sangatlah sulit, bukan hanya aku yang akan kau hadapi--" Jack menyeringai.

"--Tapi juga mereka, yang bahkan bisa melenyapkanmu dari muka bumi dengan tebasan bulu mata." Jack terkekeh melihat wajah Frans yang menggelap. Pria itu melontarkan sebuah bogeman lagi, namun kali ini Jack menahannya.

"Sekali adalah kemurahan hati, dan yang kedua tidak akan pernah terjadi. Banggalah karena aku membiarkanmu menyentuh wajahku." Frans yang mendengar ini kembali ingin menghajar, namun Zicas dan Gerald segera menahannya saat baru paham siapa itu Jackson Franklyn.

"Ck! Ck kasihan sekali. Ini lah yang terjadi ketika otak terletak di kaki," cibir Jack yang membuat Frans hampir mati karena keinginan membunuh yang besar. Jack berbalik dan menatap salah satu anak buahnya.

"Kalian, belikan aku permen kapas yang persis seperti ini. Bocah itu akan melemparku ke Pluto jika tahu permennya aku buang."

____

Sementara di sisi lain, Wana yan tertidur setelah sempat mengalami serangan mendadak itu tampak gelisah. Axela menjadi khawatir, mengemudikan mobil dengan kecepatan yang bertambah. Untung nya Wana membawa obat yang selalu dia bawa, kalau tidak Axela bisa gila karena panik.

Gerbang abu yang menjulang tinggi itu terlihat. Ketika mobil melaju masuk, Mansion besar yang seperti istana di atas langit terlihat. Mobil berhneti tepat di depan pintu utama yang benar-benar lebar. 

Axela yang melihat putra keduanya duduk di halaman depan langsung memanggilnya. Meminta bantuan untuk menggendong Wana yang tertidur dengan hati-hati menuju kamar yang telah ia siapkan sebelumnya.

"Panggil Joan, katakan pada maid untuk membawakan sebaskom air hangat dan handuk bersih." 

Aezar yang mendengar itu langsung menjalankan perintah dengan cepat. Tak lama seorang dokter pribadi datang untuk memeriksa. Untung nya, Joan memang tengah berada di sini untuk menemui Dania--putri sulung Axela.

Setelah mengatakan kondisi Wana, Joan tak bisa lama-lama karena panggilan mendadak dari rumah sakit mlik Jackson. Axela yang mengerti membiarkan pria dewasa itu pergi, sementara ia mulai membersihkan tubuh Wana yang kotor karena menangis di atas tanah tadi.

"Zar, pinjamkan bajumu. Apakah ada yang kecil?" Aezar menggeleng, yang ada Wana akan tenggelam jika memakai bajunya.

"Kalau begitu belikan yang baru, bisa kan? Selagi dia masih pulas, maka tidak akan mengamuk." Aezar mengangguk dan bergegas pergi dari sana. Axela menghela napas dan menatap luka di tubuh Wana.

Axela bukan dokter yang tahu bekas apa ini, namun yang pasti luka itu tak hanya satu. Bahkan ada bekas jahitan di perutnya, mungkinkah bajingan Frans itu menyakiti keponakannya sampai sedemikian parahnya? Jika iya, Axela bersumpah tidak akan memaafkan pria itu.

Namun Axela salah, luka jahitan itu adalah bekas operasi usus buntu karena Wana yang melarikan diri berhari-hari, lalu terpaksa memakan mie instan selama seminggu penuh di kostan Orion.

"Keadaan saat ini tidak memungkinkan Joe untuk kembali. Prahara baru saja dimulai, dan sekarang bahkan Joe tidak bisa keluar dari persembunyiannya. Lalu, apa yang har--" Mata Axela membulat ketika mengingat nama seseorang.

"Axel! Dia pintar berstrategi. Jack bodoh tidak akan bisa menghadapi hukum atau misi licik sendirian, Axel pasti bisa membantu. Lagi pula, ini demi Wana. Bukankah pria itu sendiri yang mengatakan akan merebut Wana dari Alex, Axel adalah pilihan yang tepat."

Axela dengan wajah tercerahkan itu mengambil ponselnya yang sedari tadi bergetar. Sebuah pesan masuk langsung terlihat, itu dari Jack yang membuat Axela mendengus.

Jackson.

Sayang, aku tertusuk pisau dan sekarat.

Axela hanya bisa berharap jika isi pesan itu benar-benar terjadi. Mengabaikan pesan Jack, ia segera menghubungi Axel untuk memberitahu situasi.




____

Ada yang mau disampein ke Jackson?

Aldrewana H.L [End]Where stories live. Discover now