14. Si OCD.

12.5K 1.5K 81
                                    

"Berlarilah lawan fatamorgana, semesta kan membawa bahagia. Hingga kau lupa rasanya terluka, berlarilah." 

Wana yang termasuk anak penggila lagu indie itu bersenandung, di ujung ranting menikmati senja seorang diri. Sesekali memejamkan mata guna menikmati setiap makna yang terkandung dalam lirik. 

"Tidak usah sok melankolis  bocah." Sahutan dari bawahnya itu membuat Wana mendengus dan merunduk, ia bisa melihat ketiga putra Joe yang duduk sembari menyesap kopi di kursi santai.

Karena amarah Wana yang tercebur ke dalam kolam ikan, Alex hanya dengan satu malam merubah tempat itu menjadi lebih baik sesuai keinginan Wana. Ada rumah pohon buatan yang saat ini ditempati Wana, lalu di bawahnya dibangun gazebo kecil tanpa atap.

Untuk ketiga putra Joe sendiri baru pulang pagi tadi. Seharusnya masih ada dua hari lagi mereka di Indonesia, namun entah mengapa malah justru pulang pagi ini. Wana yang ingin dibawa Joe pergi bekerja itu dititipkan pada tiga pria dewasa jelmaan iblis, Joe beralasan Wana akan lelah mengikutinya, belum lagi jadwal Joe yang padatnya luar biasa.

Wana tidak bisa memaksa, ia tidak mau menyusahkan Joe, maka ia hanya di rumah menunggu wanita itu untuk pulang. Rasanya lama sekali. Meskipun Wana tidak lagi canggung, tapi hanya Joe dan Alex lah yang membuatnya merasa aman.

"Sirik bae lu Juned, pergi lagi lah sono ke Indo, ngapa pada balik sih? Ngabisin beras Mommy aja!" tukasnya tak tahu diri. Padahal di sini Wana lah yang menumpang.

"Tidak sopan," sela Zach yang memakai Headset. Wana melengos ke arah lain, ia bangkit dan hendak turun sebelum terdiam, anak itu mengurungkan niat dan kembali duduk. Gerak-gerik yang anak itu berikan rupanya tertangkap indra penglihatan Jolyon.

Wana menghela napas pelan sebelum merebahkan diri di lantai rumah pohon yang sudah dilapisi karpet tebal. Anak itu memejamkan mata sembari merasakan denyutan nyeri yang tiba-tiba hadir. Wana tidak tahu apa yang salah kali ini hingga membuat degupnya menjadi cepat.

"Hanya orang bodoh yang tidak menjaga diri." Wana merasakan sesuatu memasuki mulutnya, pahit hingga membuat Wana membuka mata dan hampir membuangnya jika saja wajah sangar Jolyon tidak menatapnya tajam.

"Telan, itu obatmu," katanya sembari menyodorkan segelas air dan memberikan sebungkus permen stroberry. Wana menghela napas pelan sembari mengemut permennya dengan rakus.

"Kakak, mau somay," katanya membuat Jolyon mendadak tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Di satu sisi ia senang dipanggil kakak oleh Wana, namun di sisi lain ia tidak tahu nama benda yang Wana sebutkan barusan.

"Somay itu, sejenis Siberia Hunsky?" Wana terbatuk mendengarnya, membuat Jolyon menepuk punggung pemuda itu dengan pelan. Lalu tak lama tawa Wana menguar detik itu juga. Jolyon yang merasa bodoh hanya bisa menatap mata sabit yang menghilang karena tawa indahnya.

Wildan dan Zach yang berada di bawah sana ikut memerhatikan. Tawa Wana seperti melodi indah yang menular, senyum pemuda itu sesejuk salju hingga membuat ketiga pria di sana merasa ikut bahagia mendengar tawanya.

"Kakak, Somay itu makanan receh di Indonesia, harganya lima juta satunya. Bukan hewan apalagi sejenis anjing! Kakak kok goblok sih?" tanya Wana membuat wajah Jolyon masam seketika.

"Kakak, Wana tanya loh, kok Kakak goblok sih?" tanyanya seklai lagi. Tolong katakan pada Wana, tidak ada orang yang akan menjawab pertanyaan seperti itu.

"Hei bocah!" Suara yang sedikit familiar itu membuat yang ada di sana spontan menoleh ke asal suara. Itu Alex dan Jeff yang baru saja pulang.

"Lah, si Kitty ngapain di sini?" tanya Wana dengan nada tidak senang. Jeff yang mendengar panggilan baru untuknya itu melotot tidak suka, namun lirikan Alex membuatnya mendengus dan mengalihkan pandang.

"Daddy! Beli enggak?" tanya Wana. Sebelum Alex berangkat kerja, Wana sempat meminta dibelikan motor karena ia yang sudah bisa naik sepeda, naik saja, mengendarainya belum. Tidak perlu ninja, matic saja Wana sudah sangat senang.

"Iya," jawab Alex yang membuat Wana girang dan bangkit dengan segera. Ia ingin turun, namun langkah sempoyongan itu justru membuatnya hampir terjelembab jatuh dari atas rumah pohon jika saja Jolyon tak dengan sigap menahannya.

"Hati-hati!" Pekikan itu secara impulsif keluar dari bilah bibir mereka yang ada di bawah. Jeff mengelus dadanya pelan sementara ketiga pria yang lain menghela napas lega.

Berakhir dengan Wana yang mendarat ke tanah dengan bantuan Jolyon. Anak itu mendekati Alex untuk bertanya dimana barang pesanannya. Namun Alex tak sebodoh itu untuk memberitahu lebih dulu.

"Setelah makan baru akan Daddy beritahu," katanya membuat Wana melotot tidak terima, namun ketika melihat raut wajah Alex yang seperti tidak terbantahkan  membuatnya menghela napas dan mengangguk. Wana menyentuh telapak tangan besar Alex.

"Ayok temenin,"katanya. Wana tak kuasa duduk si meja makan sendiri dan ditemani sunyi. Alex menggenggam tangan yang jauh lebih kecil darinya itu menuju meja makan. Meninggalkan empat orang lainnya yang menatap dengan berbagai ekspresi.

"Cih," decih Zach membuat Jeff menyeringai menatapnya.

"Kau terlalu lemah Zach, jika ingin ya tawarkan dirimu. Api cemburu di wajahmu terlihat jelas," kata Jeff sembari terkekeh. Zach menatap tajam pria yang jauh lebih dewasa darinya itu.

"Sok tahu," ujarnya sebelum berlalu dari sana.

"Ah, Wildan apa kab--"

"Jangan menyentuhku!" tukas Wildan tajam ketika Jeff hendak menepuk bahunya. Yang lebih tua mengurungkan niatnya dan menatap Wildan yang menjauh dengan tatapan mencibir.

"Jolyon, apa menurut--"

Ucapan Jeff juga terhenti ketika Jolyon pergi dari sana tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia menghela napas pelan, padahal ia seusia dengan Alex, namun ketiga anak Alex itu tidak ada yang menghormatinya. Oh salah, bukan lagi tiga, tapi empat. Dan keempatnya tidak ada yang menghormatinya.

____

"Gak mau pake saosnya." Alex membuang ayam goreng yang terkena sedikit mayonaise itu ke sembarang arah, pria itu mengambil ayam lain dan memberikannya pada Wana.

"Mommy kapan pulang?" tanya Wana yang benar-benar merasa tidak suka jika tidak ada Joe.

"Sebentar lagi," kata Alex. Wana menghela napas dan merebahkan kepalanya di atas meja makan. Sementara Alex mengambil alih piring anak itu, makan Wana terlalu lama jika tidak disuapi. Setelah menunggu beberapa lama, Alex memanggil Wana yang tak bergerak.

"Bagaimana bisa?" gumamnya ketika melihat Wana tertidur dengan mulut yang penuh nasi. Menghela napas pelan, ia membuang nasi yang ada di mulut anak itu dengan perlahan. Lalu menggendongnya ke ruang keluarga. Jika di kamar, Alex tidak bisa mengawasi Wana, anak itu seing berulah bahkan dalam tidurnya.

"Wildan, sofanya." Alex menyuruh Wildan mengatur sofa agar seperti kasur, namun pemuda itu menolak dengan keras. Wildan tidak suka menyentuh sembarangan barang yang belum terjamin kebersihannya. Sementara di sana hanya ada Wildan, Alex terpaksa menendang sofa itu, namun tetap tidak bisa.

"Berikan dia padaku, kau bisa megurus sofanya."

Melihat Wildan yang merentangkan tangan meminta Wana itu jelas membuat Alex terkejut. Tidak suka bersentuhan bahkan dengan Joe, lantas apa yang membuat anak keduanya itu mau menyentuh Wana?

"Terlalu banyak berpikir." 

Alex tersadar dan memberikan Wana yang pulas itu pada Wildan, bahkan saat memberikannya pun Wildan sangat berhati-hati karena tidak mau bersentuhan dengan Alex. Sungguh teori yang tidak bisa ia uraikan dengan kepala.

Setelah Wana berada di gendongan Wildan, barulah Alex bisa mengatur sofanya. Ketika pria itu berbalik, Alex bisa melihat Wildan yang menggerakan tubuhnya ke sana kemari sembari menepuk punggung Wana. Seperti hendak menidurkan sorang bayi.

"Astaga! Apa ini?" Suara Joe yang terkejut itu membuat Alex dan Wildan spontan menoleh. Wanita itu terlihat terkejut melihat Wana digendongan Wildan. Si manusia paling bersih dan anti bersentuhan.




____
Jangan lupa voment and follow~

Aldrewana H.L [End]Where stories live. Discover now