42. Item

8.5K 972 50
                                    

"Bajingan!"

Umpatan kasar itu kembali terdengar. Frans memukul meja yang berada tepat di depannya dengan keras. Jemari pria itu mengepal penuh amarah hingga rona merah menjalar di wajahnya.

"Lihat saja apa yang akan aku perbuat."

Frans mengambil ponsel yang ada di atas meja, menekan nomor seseorang untuk segera dihubungi. Napas pria itu sedikit tertekan kala mengingat apa yang terjadi belakangan.

"Zicas, kemari dan bawa Gerald bersamamu."

Tak pernah terpikirkan sebelum nya di benak Frans jika kedua tangan kanannya itu ternyata adalah anjing peliharaan adiknya, Ferdi. Pantas saja selama ini Frans tidak pernah bisa melampaui Ferdi.

Namun yang paling menyakitkan adalah semua telah direncanakan oleh Ferdi. Kehadiran Frans ke California, semuanya disengaja. Frans baru paham jalan pikiran Ferdi.

Adiknya itu sengaja memberitahunya lokasi dimana Wana berada untuk membuat perhitungan padanya. Menunjukkan bahwa Wana akan diambil Ferdi dan membuatnya menyesal. Namun keberuntungan ada pada Frans yang menemukan Wana terlebih dahulu.

Hal ini menyebabkan Ferdi marah besar dan membuat sedikit kesalahan yang merujuk pada kebenaran tentang Zicas dan Gerald. Frans baru paham jika selama ini ia dibodohi. Namun yang membuatnya kebakaran jenggot adalah Ferdi yang menanam mata-mata sejak lama namun ia baru menyadari.

"Peron!"

Nada suara penuh amarah itu terdengar. Tak lama pintu kamar diketuk dan seorang pria bertubuh tinggi besar masuk. Senyum ramah tergambar di wajahnya, namun tidak ada yang tahu dibalik senyum itu telah menyimpan raungan buas.

"Menunggu perintah anda Bos," katanya.

Frans adalah seorang pengusaha, oleh sebab itu memiliki banyak tangan tersembunyi. Zicas dan Gerald bukanlah apa. Kedua bawahan itu bahkan tidak tahu senjata tersembunyi nya yang lain.

Namun sebaik apapun Frans, ia hanya seorang pebisnis yang tidak terlalu tahu situasi dunia bawah. Dengan kata lain, satu langkah di belakang Ferdi.

_____

Tiupan angin pelan yang masuk melalui jendela terbuka itu melintasi rambut halus seorang pemuda. Mata indah dengan kilauan bintang itu menatap benda hitam di tangannya. Memantulkan cahaya redup yang kian lama semakin bernostalgia. Benda hitam itu seperti senjata tajam yang kapan saya bisa melukai, namun ia tak berniat membuang atau menghentikannya.

"Ada apa? Apa kurang?"

Suara lembut seorang wanita itu menyadarkan Wana. Dengan gerakan cepat ia menyembunyikan benda yang ada di tangannya ke balik baju. Menunjukan senyum yang sebelumnya hilang entah kemana. Wana bertanya dengan antusias ke arah Joe yang baru saja masuk dengan mangkuk di tangannya.

"Itu apa Mommy?" tanyanya. Berharap makanan pedas yang bisa menyelimuti kerongkongannya dengan rasa terbakar yang nikmat.

"Bubur, Mommy membuatnya di rumah dan membawanya kemari."

Kilauan di sepasang manik mempesona itu hilang seketika. Wana menghela napas sabar, seharusnya ia tidak memiliki harapan yang tidak akan pernah bisa menjadi nyata.

Joe datang dengan senyum selembut sutera dan sehangat kain wool membawa sepiring ayam pedas adalah mimpi bagi Wana. Tidak mungkin!

"Sakit hati ini," gumam Wana sembari memegangi daerah ginjalnya.

"Ada apa? Apa Wana merasa tidak nyaman?" Joe menaruh mangkuk di atas nakas dan segera mendekat dengan wajah cemas. Wana menggeleng pelan dan menarik kembali tangannya.

Aldrewana H.L [End]Where stories live. Discover now