53. Berpikir dewasa.,

6.5K 758 84
                                    

Entah berapa kali Arunika telah berlalu. Kelopak mata dengan lambaian bulu mata lentik itu bergerak perlahan. Samar namun pasti ia mendengar keributan kabur disekitarnya. Lalu tubuhnya yang terasa dingin tanpa helai kain itupun disentuh oleh tangan profesional.

Belum sempat membuka mata, Wana masih dapat mendengar nada dingin dengan suara rendah milik seseorang yang sangat ia kenali.

"Periksa dengan hati-hati atau kepala mu menghilang saat ini juga."

Menit berikutnya Wana baru tersadar jika ucapan itu adalah ancaman yang entah dikerahkan untuk siapa. Meski berat namun ia mencoba untuk membuka mata. Pemandangan kabur yang langsung mengarah pada langit-langit putih atap sebuah ruangan. Bau disinfektan yang menyengat membuat Wana perlahan sadar dimana ia berada.

"J-jawaban saya tetap sama Tuan. Saat ini tuan muda kecil sudah membaik dan terbebas dari masa kritisnya."

Suara gemetar dengan nada ketakutan itu membuat Wana mengalihkan pandang. Namun belum sempat ia melihat ke asal suara, tangisan disertai genggaman tangan dari sisi kanannya membuat Wana mengalihkan perhatian. Bisa ia lihat sang Mommy yang menangis sembari mengecupi tangannya.

"Sshhh, jangan bicara terlebih dahulu."

Melihat bibirnya yang hendak terangkat, Joe langsung mengambil alih suasana yang ada di dekatnya. Ia menghapus bulir bening di pipinya kemudian tersenyum.

"Putra Mommy sangat suka tertidur, Mommy benar-benar kesepian." Ujarnya sembari bangkit dan mengecup kening sang anak cukup lama.

"Berapa lama?" Dengan suara serak karena baru tersadar, Wana bertanya kepada sang ibu yang ada di sampingnya.

"Tidak usah dipikirkan. Biar Mommy periksa apakah jagoan ini telah kembali pulih?" Joe mengecup ujung hidung Wana yang membuat anak itu tersenyum menahan geli.

Hingga hembusan kasar dari sisinya yang lain membuat Wana tersadar bahwa dalam ruangan itu tidak hanya ia dan Joe saja. Ketika menoleh, Wana melihat Alex yang berdiri di dekatnya. Rupanya Wana tak terlalu memperhatikan kehadiran pria itu.

Melihat wajah kuyu sang Daddy membuat Wana merasa bersalah. Warna hitam di bawah mata serta kantung mata yang membengkak itu membuat Wana sadar bahwa Alex pasti tidak tidur cukup lama. Dari sini Wana sadar mungkin ia terlalu nyaman di dalam kegelapan hingga membuat keluarganya terjaga menunggunya.

"Daddy kenapa? Simulasi jadi Susanto?" tanyanya yang membuat wajah Alex semakin jelek.

Alex dan Joe tetap berada di sisi anak itu, hingga langit di seberang jendela menampakkan warna Oranye yang indah. Wana menghela napas pelan, ia sudah bisa duduk dan tidak perlu memakai bantuan nassal canulla lagi.

Saat ini Joe tengah membersihkan diri di kamar mandi, sementara Alex tengah berdiri di dekat jendela sembari menatap Wana yang tengah menikmati setangkai anggur yang sudah dikupas dan dibersihkan bijinya oleh sang ibu.

"Kenape ngeliatin? Iri ya pasti gak pernah dikupasin anggur sama Mommy?"

Wana dengan wajah tengilnya bersemirik licik sembari menunjukan anggur hasil tangan sang ibu yang penuh cinta dan kasih sayang. Namun balasan yang ia dapat justru senyum tipis sang Daddy yang terlihat tulus?

"Daddy kenapa? Berdiri di situ gak buat Daddy kerasukan the Nun kan?" Wana bergidik, ia teringat film hantu yang pernah ia tonton di rumahnya dulu.

"Tidak," balas Alex singkat.

Wana menghela napas lega dan kembali memakan anggurnya. Merasa pegal, Wana menggerakkan kakinya yang terasa kaku dan sakit karena tidak digerakkan selama beberapa hari.

Aldrewana H.L [End]Where stories live. Discover now