15. Sosok sama.

11.9K 1.5K 129
                                    

Ada alasan mengapa hari in Joe begitu kekeuh memaksa Wana tidur di kamarnya dan Alex. Salju turun malam ini, membuat udara bergitu dingin. Untunya Joe bisa membuat Wana menuruti ucapannya. Penghangat ruangan sudah dinyalakan, namun Wana yang memang jarang bertemu musim salju tentu tidak terbiasa dan merasa begitu kedinginan.

"Uhukk Mommy dingin,"adunya sekali lagi. Joe merasa begitu bingung saat ini, ia kembali menekan remote yang mengatur suhu ruangan.

Lubang-lubang bersekat pada dinding terbuka, semakin cepat mengeluarkan udara panas. Namun Wana merasa belum puas dan menangis. Udara dingin membuat pernapasannya menjadi sesak, bahkan saat ini Wana nyaris tidak bisa bernapas dengan baik.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Joe pada Alex. Wanita itu benar-benar bingung saat ini, jika bisa ia akan terbang ke negeri yang panas hanya untuk membuat Wana nya menghangat. Namun sayang keluar rumah hanya akan membuat mereka beku, badai salju tengah terjadi di luar. Alex tampak berpikir sebelum membuka kancing piyamanya.

"Kemarikan," katanya. Joe tampak paham dengan Alex yang akan mencoba metode skin to skin untuk menghangatkan tubuh. Ia membawa anaknya masuk ke dalam dekapan Alex sebelum melilitkan selimut ke tubuh kedua pria itu berulang kali.

"Merasa lebih baik?" tanya Joe membuat Wana berhenti menangis dan mengangguk. Untuk ukuran orang Eropa, tubuh Wana bukanlah apa. Hanya seperti tikus kecil di antara para anjing.

"Ini nya dingin," kata Wana sembari mengeluarkan tangannya dari dalam selimut. Joe meraihnya, menangkupnya dan mengusapnya dengan lembut. Wana yang melihat itu langsung memikirkan satu hal dalam benaknya.

"Wana nyusahin Mommy ya?" cicitnya. Joe dan Alex sontak tertegun, apa yang membuat anak itu berpikir demikian?

"Tidak, tidak sama sekali sayang. Apa yang kamu pikirkan hem? Apa menurutmu merawat anak sendiri adalah beban?" jawab Joe yang membuat Wana kali ini terdiam. Wana belum mengakui Joe sebagai ibunya, namun Joe bahkan telah menganggapnya anak sendiri.

"Maafin Wana ya Mommy, Wana lupa kalo Wana udah jadi anak Mommy," katanya membuat Joe yang tadinya sedih kini tergugu di tempatnya. Meski tidak langsung, namun ucapan Wana barusaan sama saja mengakui dan menerima Joe sebagai ibunya.

Apa lagi hal yang membuat Joe bahagia selain ini? Joe tertawa, namun kelopak matanya tampak basah. Wanita itu memeluk Wana yang masih berada dalam dekapan Alex.

"Makasih sayangnya Mommy," bisik Joe membuat Wana terdiam. Seharusnya Wana lah yang berterimakasih di sini. Joe sudah banyak membantunya, memberinya makan gratis, tempat tidur, rumah bahkan ... kasih sayang seorang ibu. Semua Joe berikan dan sebagai gantinya wanita itu hanya meminta Wana menganggapnya seorang ibu.

Apa yang spesial dengan menjadi seorang ibu untuk Wana? pemuda bodoh yang nakal dan pemberontak. Bahkan Berlin saja muak dan tidak pernah menunjukan rasa pedulinya. Lantas mengapa Joe yang adalah orang lain ingin menjadi ibunya?

"Mommy, jadi istrinya Wana aja yuk." Kalimat itu sontak mengundang tawa Joe dan kekehan Alex.

"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" tanay Joe dengan mata yang memicing curiga. Wana mengedikkan bahunya acuh.

"Kalo nikah sama Mommy, Wana gak akan kelaperan, setiap hari bisa makan bolu kukusnya Mommy," katanya.

"Bukankah sekarang kamu juga bisa makan bolu buatan Mommy?" tanya Joe. Wana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Wana cuman pengen Mommy terhindar dari makhluk astral kek Daddy." Tawa Joe pecah seketika, berbeda dengan Alex yang  wajahnya berubah tenang karena terpaksa.

_____

Jolyon, banyak yang kenal dengan sosok tegap yang memiliki sikap lugas dan dingin itu. Namun Jolyon sendiri tak banyak mengenal orang. Terkadang jika ditegur oleh orang yang tidak dikenal, Jolyon hanya akan membalasnya dengan tatapan setajam pedang.

Hal itu yang membuat pada maid tidak ada yang berani mendekati kamar ketiga pangeran Joe. Semua anak Joe dan Alex memiliki sifat sama, pendiam dan begitu kejam. Lantas ketika pintu kamarnya diketuk brutal, Jolyon meledak marah dan bergegas membuka pintu penuh aura hitam.

"Kakak."

Sesosok makhluk yang  terlihat begitu kecil di matanya itu membuat Jolyon menahan napas sebelum menghembuskannya dengan kasar. Tubuh pendeknya itu dibalut selimut bermotif bunga peonny milik Joe, Jolyon sedikit berjongkok untuk menyetarakan tinggi keduanya.

"Apa yang kau inginkan?" tanyanya. Untung Jolyon tidak langsung menembak pintu dengan senapan tersembunyinya.

"Numpang tidur. Wana gak bisa ngidupin pemanas ruangan, di kamar Mommy sama Daddy lagi buat debay." Jolyon menghela napas pelan sebelum berpikir. Lalu tak lama pria itu menangguk dan membuka pintu lebih lebar.

"Langsung tidur, jangan berulah dan menyentuh benda apapun yang ada di kamar ini." Wana mengangguk sebelum melompat ke arah kasur, namun yang dilihat Jolyon, anak itu hanya menerjang-nerjang kasur dengan lompatannya.

"Sudah ku katakan langsung tertidur, mengapa malah melompat-lompat?" ucapnya dingin. Wana berbalik dengan wajah sedih. Ia melepas selimut Joe yang ada di tubuhnya sebelum mengusap pipi keringnya.

"Wana tau," katanya sembari memegang dada yang terasa sakit. Jolyon yang melihat itu mendekat, memegang bahu anak itu agar berdiri dengan benar.

"Apa yang kamu tahu?" tanya Jolyon membuat bibir Wana mendadak mencebik dengan mata sendu.

"Wana tau Wana pendek huweee." Anak itu menangis yang membuat Jolyon mendadak bingung harus melakukan apa. Wana yang terisak itu memukul hidung Jolyon dengan bogemannya, namun Jolyon sama sekali tidak bergeser.

"Wana tau Wana pendek hiks tapi kenapa kasur Kakak tinggi banget? Wana gak sanggup walau udah manjatnya." Jolyon  yang mendengar itu sontak menatap Wana dan kasurnya bergantian, untuk ukurannya standar, namun untuk Wana yang kurcaci, seperti mendaki gunung Fuji.

Tanpa mengatakan apa-apa, Jolyon langsung mengangkat Wana ke atas kasur. Pria itu meninggalkan Wana yang masih meratapi nasib, sudah di antara temannya dan keluarganya ia paling pendek, dan bahkan dengan kasur saja Wana masih kalah. Sebenarnya ia ini anak siapa? Frans dan Berlin tinggi, begitu pula dengan kedua kakak kandungnya.

Srekk

Tangisan Wana terhenti begitu saja kala banyak benda yang merupakan mainan anak-anak itu menimpa tubuhnya. Mulai dari mobil-mobilan kecil, bola plastik, barbie, bahkan lego. Wana yang tidak mengerti langsung mendongak menatap si pelaku yang menaruh itu semua di dekat tubuhnya.

"Maaf," kata Jolyon, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena melihat tatapan itu. Wana yang masih belum mengerti itu hanya bisa mengeluarkan wajah cengo.

"I-ini maksudnya apa Kak?" tanya Wana membuat pria kaku di depannya berdehem pelan.

"Kamu menangis karena ingin mainankan." Jolyon pernah membaca di sebuah website jika seorang anak kecil menangis itu kemungkinan besar tidak enak badan atau ingin bermain. Jadi, Jolyon meminta mainan ini pada salah satu maid untuk diberikan pada Wana agar anak itu berhenti menangis. 

Namun yang ada tangisan Wana semakin kuat. Wana yang merasa ia bukan anak kecil dan tidak suka dipanggil anak kecil. Lalu Jolyon yang----

Jolyon benar-benar tidak tahu cara mengurus anak kecil.






___

Double up dah. Vote + komen nya mana?


Aldrewana H.L [End]Where stories live. Discover now