39. Zach sekarat.

9.3K 1.1K 80
                                    

Ini kali pertamanya dalam hidup. Axela tidak pernah menemukan sosok berhati luas seperti Wana sebelumnya. Apa yang terjadi di pasar malam jelas lah bukan hal yang kecil, namun Wana masih bisa bersikap biasa saja tentang itu.

Setelah sedikit menunjukan wajah syoknya, Wana kembali ke rumah dengan sedikit murung. Ketika Jackson datang dengan permen kapas yang berukuran besar, anak itu langsung lupa segala masalahnya.

Namun hal itu yang membuat Xela khawatir. Dari yang ia lihat, Wana adalah pembohong ulung. Ia bisa menutupi semua ekspresi hatinya dengan tawa dan tingkah anehnya. Xela tidak bisa menilai Wana hanya dengan dari luarnya, anak itu benar-benar menampilkan topeng sempurna.

"Em, Wana tadi nya beli yang besar karena mau bagi-bagi sama kakak. Tapi Wana lupa, mereka kan gak di sini." 

Mendengar hal itu, putri sulung Xela dan Jackson langsung mendekat dan menadahkan dirinya dengan sukarela. Wana mengerti, matanya terpana akan kecantikan luar biasa gadis dewasa di depannya.

"Kakak bisa menggantikan," kata Viona. Wana mengerjap sebelum menampilkan wajah malu-malu. Xela mengangkat salah satu alisnya heran.

"Wana bisa kasih kakak, asal kakak mau jadi pacar Wana."

Bukan nya tersinggung, Viona justru tertawa bersama Jackson yang terkekeh. Wana yang mendapat tanggapan seperti itu semakin menunduk dengan malu, hanya di depan Viona. 

"Memang nya siapa yang mau menjalin hubungan dengan anak kecil sepertimu," sela anak kedua Xela. Pemuda yang dipanggil Zean itu langsung mendapat tatapan sinis dari Wana. 

Mengedikkan bahunya acuh, Wana kembali merayu Viona yang lebih cantik dari Yeyen. Mengingat Yeyen, Wana jadi mengingat Indonesia yang berakhir mengingat wajah Berlin. Wana menggelengkan kepalanya, ia masih ingin bersenang-senang.

KU MENANGIS, MEMBAYANGKAN--

Nada dering yang berasal dari benda di saku Wana itu membuat sang empunya melompat saking terkejut. Wana memegangi dadanya yang berdetak tak karuan. Membuat Xela dengan sigap langsung mengusap-usap dadanya penuh perhatian.

"Lain kali gunakan ringtone yang manusiawi, lima puluh persen pun sudah cukup terdengar," ujar Jackson.

Sudah nada deringnya langsung nada tinggi ditambah dengan volume yang luat biasa full. Jika tengah malam ada yang menelpon, Jackson yakin satu rumah akan bangun. Ia mendengus pelan saat menatap Wana yang berkeringat.

"Siapa yang menelpon," tanya Xela ketika Wana sudah tenang. Anak itu menghela napas pelan dan menunjukan kontak dengan nama 'Azach kubur'.

Tak menunggu lama, Wana langsung mengangkatnya. Jarang sekali pria bermulut tajam itu menghubunginya. Wana hendak menerocos sebelum suara di seberang sana memotong kalimatnya. Itu suara Wildan.

"Zach masuk rumah sakit." 

Wana yang memang memiliki kapasitas otak kecil itu terdiam sebentar untuk mencerna yang diucapkan pria di seberang sana. Terdengar grasak-grusuk, Wana belum memberi tanggapan karena mendadak ngebug. Suara berisik di sana semakin terdengar, lalu tak lama suara James yang terdengar.

"Zach masuk rumah sakit." Kalimat yang sama yang membuat Wana akhirnya mulai kembali pada keadaan. Suara bising di seberang sana semakin terdengar.

"Halo, kamu di sana?" Itu suara Wildan lagi, Wana segera menjawab.

"Terus Wana harus apa?" tanya Wana bingung. Mereka sudah dewasa, jika Zach masuk rumah sakit mengapa mengadu padanya? Mengapa tidak langsung merawatnya dengan benar? 

Deheman pelan terdengar, meski samar, namun Wana bisa mendengar suara orang yang seperti berdiskusi. Sebenarnya apa yang terjadi? Mereka berada di rumah sakit atau gedung DPR?

Aldrewana H.L [End]Where stories live. Discover now