51. Bertemu Berlin.

5.4K 755 48
                                    

"Apa yang kau tangisi? Kebodohan mu?"

Wanita bersurai cokelat panjang itu menoleh dengan mata sembab. Ia menghela napas untuk menenangkan sesenggukan yang saat ini sering sekali terjadi. Meremat bantal sofa di pelukannya, Berlin hanya menatap pria di depannya tanpa bisa menjawab.

"Aku tidak habis pikir mengapa kau datang kepadaku, dan bukannya kepada suamimu," kata pria berkaos hitam tersebut.

"Aku tidak bisa mengandalkan Frans untuk mencari putraku. Dia selalu mengelak dan menganggap enteng masalah ini, aku tidak bisa menunggu lagi, putraku di luar sana hiks, putraku--"

"Sekarang baru ingat jika memiliki putra bernama Wana? Dulu kemana saja saat putramu hampir mati di dalam gudang? Saat putramu sekarat karena penyakitnya?" balas Ferdi tajam.

Ia sungguh tak habis pikir oleh wanita bernama Berlin yang merupakan kakak iparnya ini. Beberapa hari yang lalu, Berlin mendatanginya dan memohon sambil menangis untuk membantunya mencari putranya yang beberapa bulan ini hilang.

Padahal suaminya sendiri juga sedang berlomba-lomba di luar sana untuk mencari Wana. Mengapa Berlin tidak mengandalkan Frans yang saat ini kekuatannya lumayan besar setelah beraliansi dengan salah satu komplotan mafia?

Alis Ferdi berkerut dalam. Namun tak lama kemudian raut terkejut terlintas di mimik wajah pria itu. Ia menatap Berlin yang berlinang air mata. Ada satu kejanggalan di sini. Berlin datang meminta pertolongannya, padahal secara teori Frans pun bisa diandalkan.

"Dimana suamimu?" tanya Ferdi pelan. Berlin menggeleng dengan emosi yang ada di matanya.

"Jangan tanya dia! Aku sudah memohon padanya untuk mencari Wana, tapi yang ada di pikirannya hanya pekerjaan pekerjaan dan pekerjaan! Di saat anaknya hilang, dia justru melakukan perjalanan bisnis entah kemana! Aku benar-benar tidak habis pikir," ungkapnya dengan penuh emosi.

"Hiks aku ingin anakku," lanjut Berlin dengan tangisan yang semakin keras. Ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Terpampang nyata bayangan Wana ketika masih kecil dalam pelukannya, ia semakin merasa bersalah.

"Hentikan tangis tidak berguna itu. Aku tahu dimana anakmu, tapi sayangnya mengambilnya kembali tidaklah mudah. Dia berada di tengah keluarga berbahaya," kata Ferdi yang membuat tangis Berlin berhenti. Wanita itu sontak menatapnya dengan tatapan meminta penjelasan.

"Apa maksud mu?" tanya Berlin. Ferdi menatapnya malas.

"Kau masih ingat rumor tentang sebuah keluarga mafia bermarga Lordeon kan?" kata Ferdi yang membuat mata Berlin membulat tak percaya. Tanpa diberitahu lebih lanjut, Berlin sepertinya mulai paham apa yang dimaksud Ferdi.

Aliran suara yang keluar dari ponsel Ferdi itu mengalihkan suasana yang membeku. Pria itu mengambilnya dari meja. Pesan yang baru saja ia cerna membuat senyum di wajahnya melebar. Ferdi melirik Berlin sekilas, kemudian sebuah ide melintas di otaknya. Tanpa Berlin ketahui, Ferdi sedang menjadikan dirinya senjata.

"Ikut aku, ada peluang untuk membawa anakmu malam ini."

Terlampau buta akan segala hal. Berlin berjalan cepat mengikuti Ferdi ke dalam mobil. Ia tidak bertanya lebih jauh, karena Ferdi menjelaskan kepada terlebih dahulu apa yang terjadi saat ini.

Berdasarkan mata-mata yang berada di sekitar teritorial Lordeon, Ferdi mendapat kabar bahwa Wana keluar dengan seorang pria yang katanya adalah anak pertama Alex Lordeon. Ferdi telah memperkirakan, Jolyon tidak akan keluar tanpa orang tambahan. Oleh sebab itu ia juga membawa tiga anggota terlatih Orsdian untuk berjaga-jaga.

"Mengapa kau tidak memberitahuku sebelumnya jika kau sudah menyelidiki Wana sejak lama?"

Dalam keheningan yang mencekam, mobil berisi lima orang itu akhirnya diisi suara. Namun pertanyaan yang terlontar justru membuat udara semakin membeku. Ferdi terkekeh pelan tanpa menoleh ke belakang.

Aldrewana H.L [End]Where stories live. Discover now