29. Kembalilah.

11.1K 1.4K 159
                                    

Hari ini, keluarga Lordeon kembali pulang ke rumah masing-masing, kecuali Tuan dan Nyonya Lordeon. Wana yang masih menaiki sepeda dengan Alex yang memantaunya itu tiba-tiba dipangggil ke dalam rumah oleh Tuan Lordeon, ada sesuatu yang ingin dibahas padanya.

"Pak Old manggil Wana?" tanyanya ketika melihat Tuan Lordeon yang duduk di ruang keluarga bersama istrinya. Pria tua itu mengangguk dan menyuruhnya mendekat.

"Aku hanya ingin bertanya pendapatmu, bagaimana menurutmu tentang sekolah?" tanyanya. Wana mengerjap pelan sebelum menunjukan raut sedih. Mendadak ia merindukan sekolahnya yang ada di Indonesia.

"Sekolah itu bangunan pendidikan," jawab Wana yang membuat Tuan Lordeon menghela napas, sementara Alex mengalihkan pandang dengan bibir yang berkedut menahan tawa. Yang dikatakan Wana memang benar, namun maksud Tuan Lordeon bukan itu.

"Maksud Opa bukan seperti itu," katanya yang membuat Alex spontan menoleh dengan raut tidak suka. Baru menginap di sini beberapa hari sudah berani menyebut dirinya sendiri Opa di depan Wana.

"Terus maksud Pak Old gimana?" tanya Wana yang juga bingung dengan inti pembicaraan orang tua bau tanah di depannya ini.

"Bagaimana menurutmu jika Opa menyekolahkan mu lagi?" tanyanya yang membuat Wana bangkt dari tempat duduknya. Anak itu menatap antusias ke arah pria tua di depannya, jujur saja Wana sendiri sangat merindukan suasana sekolah.

"Pak Old gak becanda kan?" tanya Wana yang langsung dijawab gelengan pelan Tuan Lordeon. 

"Tapi Nak, kau jelas tahu sekolah di tempatmu dan di sini berbeda. Apakah kau bisa beradaptasi?" tanyya Nyonya Lordeon dengan raut wajah khawatir. Wana menepuk dadanya tiga kali dengan bangga.

"Wana ini kek bunglon, masalah gitu doang mah kecil," ujarnya sombong yang membuat Alex mendengus pelan. Pria paruh bay aitu menghela napas pelan sebelum menatap sang anak dengan serius.

"Sekolah ini milik Jackson, dan sekolah ini berbeda dengan sekolah lainnya. Namun sekolah ini adalah yang paling aman untukmu," kata Alex dengan nada serius, ada rahasia yang Wana belum ketahui.

Sebaik-baiknya menyembunyikan bangkai, pasti akan ketahuan juga. Maka Alex memiliki persiapan untuk membuka rahasianya secara pelan-pelan agar Wana tidak kaget. Semua itu atas saran Joe, karena sejak awal wanita itu tulus, ia tidak mau menyakiti anaknya dengan kebohongan besar.

"Selama bisa sekolah, Wana gak masalah," jawab Wana yakin.

Wana tahu, identitasnya dirahasiakan untuk saat ini. Wana juga berpikir apa yang dilakukan Joe dan Alex dengan menyembunyikannya adalah yang terbaik. Wana tidak mau pulang ke rumah Frans, oleh sebab itu ia harus berhati-hati.

Baginya, bisa hidup dengan tenang saja sudah cukup. 

Hari demi hari Wana habiskan dengan tidak sabar, hingga seminggu berlalu dan hari ini Wana resmi sekolah di sekolahan rahasia milik Jackson. Kata Alex, sekolah itu tidak diketahui publik dan orang biasa tidak bisa masuk ke sana. Sekolah tempat ketiga kakak tirinya itu menimba ilmu.

"Ini Almetnya?" tanya Wana yang dibalas anggukan Joe. Wanita itu tampak tersenyum tipis saat memasangkan dasi sang anak. Joe merasa lengkap, ini kali pertamanya ia memakaikan dasi untuk anaknya sendiri.

"Iya, milikmu berbeda dengan teman-temanmu nanti. Jadi jangan heran, putranya Mommy adalah murid yang spesial." Wana tidak merasa dibedakan atau tidak suka, jika Joe sudah berkata demikian, maka Wana akan menikmatinya.

Almet hitam dengan ukiran emas di pinggirnya membuat jas tersebut sangat menawan ketika digunakan. Rambut Wana yang disisir ke belakang membuat aura ketampanannya meningkat dua kali lipat. Belum lagi parfume harga ratusan juta yang Joe semprotkan membuat siapa saja tak mau menjauh darinya.

Termasuk Joe yang saat ini menempelkan pipinya di dada sang anak. Meski harus pegal karena berjongkok, Joe tidak juga beranjak sampai Wana menghindarinya. Anak itu menunjuk jam yang menunjukan pukul sembilan, namun Joe tidak seperti ibu kebanyakan yang akan panik dan mengomel.

"Itu sekolah milik Jackson, tenang saja." Orang kaya mah bebas, mungkin seperti ini ungkapanya.

Brak

"Cucuku! Lihat, Oma membuatkanmu bekal yang enak dan bergizi." Nyonya Lordeon yang baru saja menendang pintu itu langsung masuk dan menaruh bekal di tas Wana yang tengah diperiksa sekali lagi oleh Joe.

"Sayang, Mommy menaruh satu inhaler mu di tas yang paling depan, satu lagi taruh di kantung celanamu." 

"Gunakan pena ini ya Cucuku, Oma baru membelinya di lelang terbesar Aussie dengan harga lima juta dollar."

"Semua alat tulis dan pena yang diberikan Oma, Mommy taruh di kotak pensil."

"Jangan terlalu lelah ya sayang, Mommy sudah meminta Jackson untuk memantaumu di sana. Apa kam--"

Ucapan Joe dan Nyonya Lordeon itu terhenti ketika melihat Wana yang menutup matanya di atas lantai. Dengkuran halus itu membuat dua wanita yang ada di sana saling pandang. Detik berikutnya senyum lebar terlihat di wajah Joe dan Nyonya Lordeon, keduanya spontan berkata 'Yes!' secara bersamaan. Joe mengambil ponselnya.

"Alex hari ini anakku tidak jadi sekolah, besok saja. Dia sedang tertidur, aku tidak tega membangunkannya."

"Aku benar-benar tidak senang mengirimnya ke sekolah Ma," kata Joe membuat Nyonya Lordeon mengangguk setuju.

"Ini semua ulah ayah mertuamu. Tidak sekolah dan bekerja pun cucuku masih bisa membeli pulau setiap harinya. Si tua itu benar-benar bajingan."

____

Meskipun belum diperbolehkan pulang dari rumah sakit, Frans kekeuh meminta pulang. Pria itu tak langsung beristirahat seperti ucapan dokter, melainkan langsung pergi ke kantor polisi untuk memeriksa perkembangan pencarian anaknya. Namun jawaban yang diberikan hanya membuat tubuh Frans semakin sakit.

Pria itu mengendarai mobil sendirian, di tengah padat nya ibukota yang penuh klakson dan kendaraan, namun Frans merasa kacau dan sunyi. Hatinya tengah pedih, rasa rindu yang menyeruak itu membuatnya tanpa sadar meneteskan air mata.

Kemana lagi Frans harus mencari putranya. Kemana lagi? Bukankah selama ini ia hanya diam menunggu jawaban dari pihak kepolisian. Frans sama sekali tidak berusaha, kini Frans baru sadar. Dua bulan telah berlalu dan putranya tidak meninggalkan jejak sama sekali.

Hal ini membuat Frans takut, takut jika putranya tidak akan bertahan di bawah hujan waktu itu. Namun meskipun kemungkinan terburuk itu terjadi, seharusnya ada bukti. Terlebih nama Frans sudah terkenal dimana-mana.

Frans tahu ia tidak tahu diri saat mengatakan anaknya itu akan pulang dengan sendiri, namun nyatanya hingga kini Wana tidak pernah kembali. Frans bingung, ia tidak tahu harus memulai dari mana.

"Wana, kembalilah." 

Apa anaknya itu marah hingga tidak pernah kembali? Jika Frans mengakui kesalahannya dan meminta maaf, akankah Wana nya mau kembali?

Tolong siapapun, temukan Wana untuknya. Frans benar-benar menyesal saat ini. Ia merindukan anaknya.


___

Aldrewana H.L [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang