Bab 1

986 43 0
                                    

Hujan deras di luar jendela diiringi petir yang menyambar, menjadi suatu malam mengerikan bagi seorang gadis yang kini dikurung di dalam gudang.

Tubuh kurusnya dilempar ke atas lantai kotor nan dingin setelah beberapa pukulan mendarat di tubuh lemahnya.

Gadis itu terbatuk-batuk keras. Dadanya terasa sesak dan sakit luar biasa setelah tadi kena tendangan. Sebagian wajahnya memerah bengkak akibat tamparan berulang dari tangan wanita dewasa itu.

"Coba katakan lagi? Kau tadi bilang apa, anak sial?!"

Wanita itu, Sarah berseru marah. Tak segan kakinya pun ikut terangkat, lalu diinjakannya ke tangan gadis yang lemah itu.

Jeritan kesakitan kemudian terdengar menggema di dalam ruangan apak itu. Jerit kesakitan dari gadis tersebut..

"Kenapa diam?! Bukannya tadi kau masih bisa menyalak layaknya anjing padaku?!"

Gadis itu, Andini, berusaha mengangkat kaki ibu tirinya agar tidak melanjutkan menginjak punggung tangannya. Bulir air mata kembali jatuh membasahi kedua pipinya seiring tangisan lemah terdengar.

Ia tak punya tenaga lagi untuk sekedar membalas pertanyaan tajam dari ibu tirinya. Rasa haus dan lapar yang kini melilit perutnya dengan menyakitkan membuat dia tak bisa lagi menyuarakan keluhannya. Tenaganya telah terkuras habis setelah ia mengatakan bantahan serta penolakannya tadi.

"Ma... saya mohon...." lirihnya memohon lemah agar ibu tirinya itu mau mengangkat kakinya. Dia bisa mendengar suara derak dari tulang jarinya saat injakan itu semakin kuat ditekan.

Suara ketukan dari lantai dan heels terdengar mendekat. Seorang wanita cantik dengan gaun anggun menekuk lututnya demi agar bisa melihat dengan jelas sang adik tiri yang tampak menyedihkan.

Bibirnya yang terpoles gincu merah menyeringai lebar, ia berkata dengan suara lembut seolah menunjukkan kekhawatirannya, padahal tidak.

"Andin ku sayang, penolakanmu sama sekali tidak ada artinya. Kau tahu itu bukan? Mengapa masih repot-repot melakukan hal yang sia-sia? Lihat sekarang, akibat kekeraskepalaanmu, kau jadi kesakitan begini."

Satu jarinya kemudian terulur ke depan, menyingkap helai rambut sehitam arang milik sang adik agar tidak menutupi matanya.

"Menyerah saja, hum? Lakukan seperti yang kami perintahkan. Dengan begitu, bukan saja kau berhasil menyelamatkan ayah, kau pun telah berjasa menyelamatkan muka keluarga kita dari rasa malu. Bagaimana? Jangan keras kepala lagi ya?" bujuknya lagi lemah lembut.

"Elsa, untuk apa kau menasehati gadis sial ini? Hanya buang-buang tenaga saja. Tak perlu dibujuk lagi. Biar mama kasih pelajaran anak setan ini supaya dengan begitu, dia tahu dimana posisinya!" geram Sarah mendesis marah.

"A-aku tidak mau...." Suara itu terdengar lirih, namun keduanya masih bisa mendengar dengan jelas gumaman Andin barusan.

"KAU LIHATLAH SIKAP MEMBANGKANGNYA ITU?!"

Sebelum tendangan kembali melayang, Elsa menghentikan tindakan ibunya.

"Biar aku bicara dengannya dulu, Ma. Percaya padaku." bujuk gadis cantik itu pada sang mama.

Mendengar nada percaya diri itu, Andin menggelengkan kepalanya menolak. "Tidak, aku tidak mau, Sa."

"Meskipun itu artinya kau harus rela membiarkan ayah tidak mendapat perawatan lagi?"

Wajah pucat Andin seketika tampak kehilangan darah sepenuhnya. Isakannya yang tadi tertahan kembali terdengar begitu ancaman ini kembali disuarakan.

"Kenapa kalian sangat jahat padaku? Pada kami? A-aku... ayah tak pernah sekalipun memperlakukan kalian dengan kasar. Justru, ayah sangat menyayangi kalian. Tapi, kenapa? Kenapa kalian tega berbuat seperti itu pada ayah?"

"Berhenti menceramahi kami. Yang kami ingin dengar dari mulut manismu ini bukanlah kata-kata mengesalkan seperti itu, Andin. Kesabaranku pun ada batasnya. Kalau kau masih bersikeras menolak, tak menuntut kemungkinan aku bisa lebih kasar daripada mama untuk memberimu peringatan!"

Pada akhirnya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Sedari awal pun dia sadari itu, segala perjuangannya hanya akan menambah luka di hatinya, di tubuhnya.

Semuanya berawal dari sebulan yang lalu. Ketika asisten dari keluarga Al Fahri yang terkenal termashyur itu datang membawa berita yang cukup mengejutkan, sebuah berita kecelakaan yang dialami oleh Tuan Muda Aldebaran Al Fahri, calon suami dari kakak tirinya.

Mendengar bahwa calon suaminya lumpuh dan buta, Elsa seketika itu menolak untuk dijodohkan. Padahal, pesta pernikahan hanya tinggal menghitung hari saja. Namun, karena berita itu, Elsa tak segan menolak pernikahan bisnis tersebut yang telah disepakati oleh kedua keluarga.

Sebelum ayahnya mengalami kecelakaan dan jatuh koma, Elsa dan Aldebaran telah resmi bertunangan. Walau pada saat itu hanya diwakilkan oleh kedua kepala keluarga saja, tapi pertunangan tetap berhasil dilangsungkan.

Diketahui, karena calon suami Elsa yaitu Aldebaran sedang sibuk dengan pekerjaannya yang ada di Brazil, pria itu tidak pulang ke Indonesia. Bahkan saat acara pertunangannya pun, Aldebaran hanya diwakilkan oleh ayah dan juga kaki tangan terpercayanya.

Meskipun sang ayah mengeluh atas ketidaksopanan sang mempelai pria, namun karena niat baik yang ditunjukkan Aldebaran dan keluarga Al Fahri sangatlah murah hati pada keluarganya, keluhan itu pun jadi sirna.

Ini juga berlaku pada keluhan yang mulanya Elsa dan Sarah rasakan. Kedua wanita itu langsung memaafkan ketidaksopanan Aldebaran menyangkut acara pertunangan itu setelah mendapat hadiah besar dari pria tersebut.

Satu tahun pertunangan tanpa saling tatap muka. Begitulah kira-kira yang terjadi antara kakak tirinya dan calon suaminya itu. Dan kini, setelah tanggal pernikahan hampir tiba, kakak tirinya itu menolak untuk melangsungkan pernikahan.

Sebagai gantinya, Andin dipaksa oleh ibu dan kakak tirinya itu untuk menggantikannya. Bagaimana mungkin Andin bersedia? Di saat dia sendiri tidak mengenal siapa itu Aldebaran Al Fahri. Apalagi fakta bahwa sekarang pria itu dikabarkan cacat dan buta, bagaimana dia harus menghadapi pria asing itu?

Itulah mengapa dia menolak, sebab dia tak mau membohongi pria itu. Apabila sampai ketahuan posisi mempelai wanita di tukar, yang terkena imbasnya bukan hanya dirinya saja, melainkan persahabatan bertahun-tahun sang ayah dan kepala keluarga Al Fahri yang akan kena dampaknya pula.

Sayangnya, kakak tiri dan ibu tirinya tidak berpikir demikian. Mereka hanya mengedepankan ego masing-masing, tanpa mau melihat resiko dari pernikahan palsu ini apabila tetap dilangsungkan.

"Cepat jawab!"

Andin merintih, perutnya yang baru ditendang lagi terasa bergolak. Namun selain air liur pahit yang menetes dari sela bibirnya, tidak ada lagi yang keluar. Karena memang, setelah dua hari dikurung dan tidak dikasih makan maupun minum, perutnya tidak terisi apa pun.

Pandangannya berubah berkunang, berubah kabur saat siluet dua orang tertangkap retina matanya. Bibirnya bergetar keras saat kalimat demi kalimat dengan susah payah disuarakannya.

"A-aku bersedia... aku mau menikah." ucapnya lemah sambil terbatuk keras. "Tolong, jangan hentikan perawatan ayah. Aku mohon."

Sarah dan Elsa saling berpandangan, menyeringai satu sama lain. Mereka tampak senang dan puas akan jawaban dari Andin.

"Dokter akan datang untuk merawat luka-lukamu." suara dingin itu terdengar melayang di telinga Andin yang mulai kehilangan kesadaran.

"Sampai saat pernikahan tiba, jangan coba kabur. Awas saja kalau kau bertingkah! Aku pastikan hidupmu akan jauh lebih menderita daripada ini! Dan ayahmu, aku pastikan dia tak akan bisa hidup lama!"

Untuk terakhir kali, kata-kata ancaman dari Elsa lah yang samar didengarnya sebelum kemudian ia kehilangan kesadaran sepenuhnya.

__

Mau ingatkan lagi, ini hanya hanya fiksi ygy~

Next bab? Silakan comment, pendapat kalian untuk setiap bab 🦋 Thanks

Pengantin Pengganti (On-Going) Where stories live. Discover now