TIDAK AKUR

149 14 2
                                    

🍇🍇🍇

Ia berdiri di pinggir lapangan, menunggui Alano yang sedang berkuda dengan temannya sekaligus penjaga peternakan tersebut. Dari kejauhan dia dapat mendengar derap lari dari kaki-kaki kuda tersebut dan ringikannya terdengar jelas terbawa angin.

Dia terpana, masih terpesona setiap kali dua pria dewasa yang sedang menaiki kuda itu melewati tempatnya dan dua orang itu terus melanjutkan putaran lain dalam pertarungan sengit mengendarai kuda besar nan gagah itu.

Setengah jam kemudian, Andin tak sadar telah berdiri di pinggir lapangan menunggu Alano dan pria yang dipanggil Herybertus itu menyelesaikan latihan berkudanya. Setelah dua pria itu usai dengan kegiatannya, mereka turun dari kuda dan menarik kuda-kuda itu ke pinggir lapangan, menghampiri Andin.

Andin melangkah mundur ke belakang. Tampak takut melihat kuda jantan dan besar itu sangat dekat. Apalagi saat bibir besar berlendir itu meringik, jantungnya seolah mau copot dari dadanya.

"Kau yakin tidak mau mencobanya, Nona cantik?" Bertus bertanya dengan senyum menawan. Kulit coklatnya terpapar sinar matahari dan tampak eksotis, memikat, menawan kala di pandang mata. Andin tersipu lalu sadar kembali setelah tatapan tajam dapat ia rasakan dari arah sampingnya.

"Tidak usah, terima kasih. Saya jadi penonton saja." balasnya sambil tersenyum meringis.

Alano menyerahkan tali kekang pada karyawan lainnya yang berjaga di peternakan kuda itu saat dia berniat ingin mengganti bajunya dengan pakaian bersih.

"Ikut aku." katanya singkat pada Andin.

Andin mengikuti langkah Alano. Mereka berjalan memasuki rumah sederhana yang terbuat dari kayu dan di sebelahnya terdapat lumbung.

"Apa setelah ini kita akan kembali ke rumah?"

"Kenapa? Kau tidak suka berada di sini?"

"Bukannya tidak suka, hanya ingin cepat pulang saja."

Alano memutar tubuhnya ke belakang. Berkat tindakannya yang berhenti secara mendadak, Andin jadinya menubruk punggung kokohnya yang berkeringat.

"Aduh!" seru wanita itu seraya memegangi ujung hidungnya yang sakit.

"Bukankah itu sama saja dengan kau tidak menyukai tempat ini?" Alano terus bertanya.



.
.
.

"Apa yang kau lihat?"

Dari arah belakang, Alano muncul. Rambut pendeknya tampak basah dan handuk kecil dipegang di satu tangannya. 

"Pemandangan hijau di depan." Jawab Andin singkat. 

"Setelah ini aku akan mengajakmu ke perkebunan coklat."

"Boleh saya tahu mengapa Anda mengajak saya berkeliling?" 

Al menyipitkan matanya, "Memangnya kau tidak bosan menghabiskan waktu di perpustakaan itu?"

Andin menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Dia tidak paham dari mana datangnya pikiran kalau dia kebosanan tinggal di rumah megah itu. 

Melihat gesture Andin, Al kehilangan kata-kata. Pria itu mendengus, lalu kembali masuk ke kamar. Tak lama kemudian ia memanggil Andin. 

"Kita akan pergi sekarang." katanya singkat. 

Memang, apa yang bisa Andin lakukan selain menuruti pria itu? Meski dia tidak ingin ikut, tetap saja, dia tak punya pilihan apabila si Al sudah bertitah.

Memang, apa yang bisa Andin lakukan selain menuruti pria itu? Meski dia tidak ingin ikut, tetap saja, dia tak punya pilihan apabila si Al sudah bertitah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Pengantin Pengganti (On-Going) Where stories live. Discover now