TIDAK AKUR

156 13 0
                                    

🍇🍇🍇


Beberapa menit kemudian, Andin turun dari kamarnya. Karena dia sudah ditunggu oleh Al, ia mandi dan berganti pakaian secepat kilat. Dia tidak mau pria itu menunggu terlalu lama.


"Selamat pagi." Sapa Andin gugup.

Al berdeham singkat, lalu mempersilahkan Andin supaya duduk.

"Aku mau mengajakmu ke suatu tempat. Sebelum kita pergi, kau perlu sarapan."

"Bolehkah saya tahu Anda akan membawa saya ke mana?"

"Tidak perlu bicara terlalu formal denganku. Santai saja." ujar Alano acuh tak acuh.

Andin mengingatkan dalam kepalanya peringatan itu. Bicara santai. Itupun andai dia bisa. Sayangnya, dia takut.


"Kau perlu ganti baju." ucapnya setelah mengamati Andin naik turun.

Wanita itu mengenakan dress selutut berlengan pendek seperti biasa. Tampilannya kasual sekaligus elegan.

"Ya?"


.
.
.


"Pasang sabuk pengamanmu." Alano kembali mengingatkan.

Andin menarik seatbelt, memasangkannya dengan cara yang cukup canggung dan kaku. Al mengernyit, kentara kesal lalu berinisiatif mengambil alih.

Andin seketika itu menjadi terkejut akan kedekatan wajah tampan pria itu di depan wajahnya. Dari jarak sedekat itu, dia bisa melihat dengan jelas hidung mancung Al, bulu matanya yang lebat dan juga bibirnya yang terbuka, dan hembusan napasnya tepat menerpa wajahnya. Ia langsung memalingkan muka ke samping. Wajahnya terasa panas membara dan detak jantungnya terasa mau meledak.

Al terkekeh melihat reaksinya yang pemalu. "Bodoh." ejeknya dengan nada menyebalkan.

"Aku tidak bodoh." timpal Andin dalam hati saat ejekan itu ia dengar.

.
.
.


"Saya takut."

"Takut?" beonya, "Kepada siapa? Kepadaku?"

Andin mengangguk, "Pertama kali bertemu Anda, Anda kelihatan menyeramkan."

"Hah?"

Wanita ini, apa tidak takut mati?

"Saat saya bertemu dengan Anda, Anda memperlakukan saya dengan dingin. Bicara pun hanya sedikit sedikit. Dan aura Anda... membuat saya agak takut. Ditambah, waktu malam pertama...." Andin berhenti bicara. Rona merah mencurigakan tertampil di kedua pipi chubby dan cuping telinganya.

"Kenapa dengan malam pertama?"

.
.
.

"Fuxk!" umpat pria itu sambil mencengkram tangan Andin yang tadi menutup mulutnya.

Andin sama kagetnya dengan Al. Bahkan dia tidak memedulikan sakit tangannya yang dicengkeram oleh Al kuat sekali. Untung dia mengenakan sabuk pengaman.

"Kenapa Anda langsung berhenti seperti itu?! Saya terkejut setengah mati karena Anda yang begitu?! Dan Anda malah menyalahkan saya? Malah marah-marah pada saya?!"

"Andini... Perhatikan nada suaramu!" Al memanggil dengan nada rendah diantara gigi terkatup.

"Kenapa? Kenapa saya harus memerhatikan nada suara saya? Kenapa saya tidak boleh meninggikan suara saya saat bicara, sedangkan Anda sering seringkali melakukannya?! Anda kira, cuma Anda yang bisa bicara sambil teriak-teriak?!" Andin rasanya mau gila. Dia tidak peduli apakah Al akan murka padanya atau bahkan lebih marah lagi.

"KAULAH YANG MEMBUATKU BERHENTI MENDADAK SEPERTI ITU?!" raung pria itu marah.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Pengantin Pengganti (On-Going) Where stories live. Discover now