Bab 7

399 37 1
                                    

Selesai sarapan, Andin kembali ke kamarnya ditemani oleh Kiki.

Selagi Andin duduk di meja rias, Kiki pergi ke ruangan walking closet yang menyatu dengan kamar untuk mengambil gaun yang khusus dijahit untuk sang mempelai wanita.

Saat Andin melihat gaun itu, ia tertegun, terkagum-kagum. "Gaunnya indah sekali."

Kiki tersenyum, "Ini adalah hasil rancangan dari desainer keluarga ini. Turun temurun bekerjasama dengan keluarga Tuan. Setiap pakaian formal akan di jahit langsung dari desainer tersebut. Kapan-kapan, bila ada acara penting, semoga Tuan berkenan membawa Anda ikut serta, Nona Muda."

Andin tidak mengatakan apa-apa, hanya menunjukkan senyum seperti biasa dan dalam benaknya, dia tidak berharap banyak untuk hal itu.

Di bantu oleh Kiki, Andin didandani dengan dandanan natural yang cocok dengan sosoknya. Rambut panjangnya di sanggul modern, dijepit dengan aksesoris sederhana tapi tetap tampak mewah dan anggun.

Ia melihat dirinya sendiri di cermin. Gadis cantik yang terpantul di hadapannya, tak peduli seberapa lama dia melihat, dia masih dibuat tak percaya kalau itu adalah dirinya sendiri. Apakah dia memang secantik itu? Seanggun itu?

Bertahun-tahun mengalami perubahan hidup yang drastis membuat dia lupa, seperti apa dirinya yang dulu, yang terawat dengan baik.

Setelah kemalangan demi kemalangan menimpa keluarganya, ayahnya yang jadi sibuk sebab harus mengurus perusahaan jarang pulang ke rumah. Sejak saat itulah, perubahan sikap mulai ditampakkan dari ibu dan kakak tirinya itu.

Mereka yang mulanya memperlakukan dia dengan baik, jadi berubah memperlakukan dirinya sangat jahat sekali.

Di tambah, setelah kecelakaan menimpa sang ayah, seluruh kendali di rumah maupun perusahaan ibu tirinya itulah yang berkuasa. Sedangkan dirinya yang notabene putri sah, diperlakukan sebagai babu selama setahun belakangan.

Di saat Andin tengah melamun, suara Kiki mengembalikan kesadarannya kembali ke kenyataan.

"Anda cantik sekali. Tuan pasti akan terpesona saat nanti melihat Anda." puji Kiki dengan senyum puas melihat hasil kerja kerasnya tidak mengecewakan.

Mendengar pujian itu, Andin tersipu malu dengan pipi merona pink. Sayangnya, rona bahagian itu tidak bertahan lama setelah dia menyadari bahwa hari ini, dia akan pergi sendirian. Dia berasumi seperti itu mengingat sejak kedatangannya, dia sama sekali belum melihat pria yang akan menjadi suaminya.

Meskipun Kiki telah mengatakan kalau pria itu sedang tidak sehat, dan jadi penyebab dia tidak di sambut oleh calon suaminya sendiri, ia tetap merasa tak nyaman. Seolah keberadaannya sama sekali tak di anggap maupun tidak diterima oleh pria itu sendiri.

"Mari turun. Tuan Rendy pasti sudah menunggu Anda." ajak Kiki membuyarkan lamunan Andin.

Ketika keduanya tiba di lantai bawah, Rendy sudah menunggu kedatangan mereka. Pria itu masih menampilkan fasad dingin yang sama. Ia hanya sedikit bicara dengan Andin lalu membawa gadis itu pergi ke halaman di mana mobil telah siap untuk membawa mereka ke kantor sipil.

Andin nampak linglung dalam perjalanan menuju ke mobil itu. Ia sampai tidak menyadari bahwa kemunculannya dari pintu masuk telah di awasi oleh sepasang mata lain.

Rendy membukakan pintu belakang mobil, mempersilahkan Andin masuk. Perjalanan menuju ke kantor sipil berjalan dengan lancar. Berbeda dengan perjalanannya kemarin, perjalanan hari ini memberi kesan mendalam pada Andin. Pasalnya, di pagi hari jalanan tampak padat dan beberapa warga sipil bisa ditemukannya di sepanjang pandangannya terus mengawasi ke luar jendela.

Pengantin Pengganti (On-Going) Where stories live. Discover now