7 [Chance]

123 0 0
                                    

Mungkin bagi banyak orang bunyi piring jatuh, atau barang pecah belah lain yang jatuh, hanya membuat mereka terkejut, tapi bagi dimas, itu seperti membawa dimas kembali ke kehidupan pernikahannya.

Nyaris delapan tahun masa pernikahan yang hampir seluruhnya dimas lalui tanpa rasa bahagia, tak usai sampai disitu, karena dimas masih harus menjalani delapan bulan masa sidang perceraiaannya yang dipenuhi oleh kebohongan mila selama masa pernikahan mereka, yang akhirnya mengungkap kenyataan yang menghancurkan hati dimas.

Mila yang dimas kira adalah gadis lembut yang rapuh, ternyata memiliki tangan yang sangat ringan untuk melemparkan vas bunga, peralatan dapur, serta benda-benda keras lainnya yang bisa mila jangkau, saat dia tidak puas akan sikap dimas padanya. Lemparan yang tidak hanya membawa luka bagi fisik dimas, tapi juga psikisnya.

"Dim, dimas, lihat aku", pinta helda begitu dia berlutut di hadapan dimas.

Gemetar di tangan dimas tak juga berhenti, meski raka langsung memeluk dimas.

"Dim, lihat aku, tarik nafas pelan-pelan", pinta helda.

Begitu dimas menatap helda, air mata langsung menetes ke pipi helda.

Mata dimas yang terlihat begitu ketakutan, membuat helda tertunduk dan menangis di tangan dimas.

"Mas panggilin pak rendra", teriak raka pada pegawai Cafe yang hanya mematung di meja barnya.

Tanpa berpikir panjang, pegawai tersebut bergegas keluar dari Cafe dan memanggil rendra yang masih ada di parkiran.

Meski masih ada ditengah perdebatannya dengan sofi, rendra langsung berlari masuk ke dalam Cafe, sesaat setelah pegawai Cafe tersebut memanggilnya dengan wajah cemas.

Saat rendra mendengar tangis helda, serta wajah panik raka, rendra berusaha memasang wajah teguh meski hatinya pilu saat melihat kondisi dimas.

"Sof telvonin dokter alma, bilang urgent", pinta rendra dengan lembut pada sofi yang mengikuti dibelakangnya.

"Ayo bawa ke dokter alma ka", pinta rendra sambil mengusap punggung helda.

Rendra dan raka kemudian memapah dimas menuju mobil, meninggalkan helda yang masih menangis, dan sofi yang masih berbicara dengan dokter alma.

"Da, hubungi mbak dina atau mas zaki, minta mereka nyusul ke klinik dokter alma", pinta sofi pada helda.

Helda kemudian mengusap airmatanya dan mengambil handphone miliknya.

Dalam perjalanan menuju klinik dokter alma, wajah ketakutan dimas, juga gemetar ditubuhnya seperti enggan terlepas dari dimas. Hati raka ciut melihat kondisi dimas, dan kekhawatiran juga masih terbingkai di wajah rendra.

Sepuluh menit waktu tempuh perjalanan mereka menuju klinik dokter alma, merupakan perjalanan penuh kepanikan yang rendra dan juga raka rasakan. Sampai akhirnya mereka merasa sedikit lega saat dokter alma menyambut mereka dengan senyum teduhnya.

Lima belas menit kemudian, dina dan zaki datang dan langsung berlari menemui dimas yang tertidur. Dina meraih tangan dimas, lalu airmata dina yang tertahan selama perjalanan, pecah seketika.

"Sorry ya mbak, aku nggak tahu kalau kondisi dimas masih parah", ujar rendra.

Sambil mengusap airmatanya, dina hanya tersenyum pada rendra.

"It's okay din, jangan terlalu khawatir", ujar dokter alma sambil mengusap punggung dina.

"Kita nggak kembali ke awal kan ma", tanya dina.

"Enggak din, tenang aja, ini hanya series biasa", jawab dokter alma dengan lembut.

Dina kemudian menghembuskan nafasnya dan kembali melihat dimas yang terlelap.

"Din bisa kita ngobrol di kantor", pinta dokter alma.

Dina mengangguk, lalu mengikuti dokter alma ke ruangan yang ia maksud.

"Din dimas mundur kembali ke lima bulan lalu", ujar dokter alma sambil ia menatap wajah sembab dina.

"Maksudnya ma", tanya dina.

"Dimas udah nggak dateng therapy dua bulan, setelah aku menangkap ada rasa bersalah di hatinya yang dia sembunyikan", ujar dokter alma.

Dokter alma kemudian menjelaskan sesi terakhirnya dengan dimas, dan apa yang dokter alma ucapkan membuat hati dina menciut.

"Ma itu masa lalu dimas, dan aku nggak mungkin menghubungi dia lagi ma", ujar dina.

"Aku tahu din, ini permintaan yang nggak mungkin, tapi kalau ada celah dimana dimas bisa terbebas dari rasa bersalahnya kenapa nggak kita coba", pinta dokter alma.

"Ma dia udah bahagia sama kehidupannya, aku nggak mampu ma kalau minta dia untuk bantu dimas", mohon dina.

"Din selama ini kita cuma teka teki aja darimana kita bisa bantu dimas, kita kira ini hanya berkaitan dengan kekerasan yang dimas alami, tapi ternyata bukan hanya itu, ada rasa bersalah yang dimas miliki yang membuat dimas merasa dia layak mendapat semua kekerasan dari mila", ujar dokter alma berusaha meyakinkan dina.

"Ma aku khawatir malah itu bisa membuat dimas semakin terpuruk, kamu psikolog yang paling aku percaya ma, bantu aku supaya dimas bisa punya tujuan hidup lagi", mohon dina pada dokter alma.

"Pasti din, tapi coba kamu pikir-pikir lagi saran aku untuk hadirkan kembali orang yang bisa membuat dimas bertahan", pinta dokter alma.

Wajah sendu dina terbingkai jelas saat dia keluar dari kantor dokter alma.

"Apa kata alma mi", tanya zaki yang baru keluar dari ruang therapy.

Dina hanya menatap zaki kemudian menyandarkan kepalanya di bahu zaki.

"Mundur lagi mi", tanya zaki sambil memeluk dina.

"Iya, kembali ke dimas lima bulan lalu", jawab dina.

Melihat rendra, helda dan raka yang masih ada di sisi dimas, membuat dina yang awalnya ingin kembali ke ruang therapy, memilih untuk keluar dari klinik dokter alma, kemudian masuk ke dalam mobil.

"Setidaknya dimas udah nggak denial sama kondisinya lagi kaya tahun lalu mi, dimas udah berjuang supaya PTSD yang dia punya sembuh", ujar zaki.

"Aku tahu mas, dua tahun terakhir ini berat banget buat dimas, buat kita juga", ujar dina dengan lesu.

"Alma bilang apa lagi", tanya zaki.

"Menurut alma proggres psikis dimas bisa membaik lebih cepat kalau kita hadirkan orang yang ada di hati dimas", jawab dina.

Zaki langsung memejamkan matanya karena dia sadar itu hal yang tidak mungkin.

Andai saja dulu zaki lebih cepat mendapat informasi mengenai mila, sebelum dimas menikahi mila, atau setidaknya zaki bersikukuh untuk menunda pernikahan dimas dan mila, mungkin semua ini tidak perlu terjadi pada keluarganya.

"Kamu masih punya contactnya mi", tanya zaki.

"Masih untuk contact yang disini, tapi yang di luar nggak punya mas", jawab dina.

"Apa nggak ada jalan lain mi", tanya zaki.

"Alma lagi berusaha cari jalan lain supaya dimas sembuh mas, tapi", ujar dina dengan nada ragu.

"Tapi menurut alma kita harus coba, iyakan mi", ujar zaki.

"Iya", jawab dina dengan senyum masamnya.

"Mami sama papa nggak perlu tahu ya mas kalau dimas drop lagi, aku nggak sanggup kalau lihat papa ikut drop juga", pinta dina.

"Iya mi", jawab zaki sambil tersenyum pada istrinya.

Keduanya kemudian memilih tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Zaki jelas ingin mencoba menghadirkan kembali mantan kekasih dimas, kalau perlu zaki yang akan menyiapkan semua fasilitas untuk kehadirannya. Sementara dina, tak punya nyali untuk menghubungi mantan kekasih dimas, meski layar handphone dina sudah tertera contact miliknya.

**

After SunsetWhere stories live. Discover now