34 [Declined]

23 0 0
                                    

Solo kota kecil yang sangat damai, dengan waktu yang berjalan tanpa tergesa-gesa, sudah menjadi rumah bagi keluarga dimas sejak sebelum belanda masuk ke tanah air.

Mami mita di usianya yang memasuki pertengahan lima puluh tahun masih sibuk dengan semua berkas pekerjaannya.
Sementara putranya, yang sudah sepuluh hari pulang dari jogja, terlihat bermalas-malasan di sofa sambil cekikikan sendiri.

"Nggak ke bawah dek bantuan mbak dina", tanya mami mita pada dimas.

Dimas menghentikan cekikikannya dan berpura-pura tertidur.
Mami mita hanya menggeleng melihat perilaku putranya, dan memilih kembali pada pekerjaannya.

Sepuluh hari di solo, kegiatan dimas hanya mengantar dan menjemput mami dan kakaknya dari toko.
Dimas terlihat enggan untuk ke lantai satu membantu kesibukkan di toko seperti biasa.

Sikapnya bukan tanpa alasan, zahra selalu mencari-cari perhatian dimas sejak hari pertama dimas kembali ke toko.

Zahra tanpa malu menunjukkan rasa tertariknya pada dimas di depan semua orang, hal itu jelas membuat dimas risih.
Zahra juga selalu punya alasan untuk berdiri disamping dimas dan membuka obrolan tentang apapun dengan dimas.
Belum lagi, sesekali zahra merangkul pundak dimas, hal yang membuat dimas semakin tidak nyaman ada di dekat zahra.

Dimas tak sampai hati untuk bersikap kasar pada zahra, jadi dimas lebih memilih untuk menghindari zahra.

Dimas memilih untuk menghindari zahra dengan bermalas-malasan di kantor maminya, karena dimas tahu, zahra tidak punya keberanian untuk masuk ke kantor maminya tanpa alasan yang penting.

"Geser dek", pinta dina yang baru masuk ke kantor.

Dengan mata masih terpejam, dimas yang mengambil seluruh spot di sofa, menggeser kakinya.

"Kalau mau tidur di rumah aja sana", pinta dina lagi.

"Nggak mau, di rumah nggak ada orang", jawab dimas.

"Kamu nggak ngurus yudisium", tanya dina, sambil menepuk kaki dimas.

"Besok", jawab dimas singkat.

"Kenapa nggak langsung di urus kemaren pas selesai sidang", tanya dina pada dimas yang akhirnya membuka mata dan kembali cekikikan sambil menonton video.

"Nunggu rara selesai ujian mbak", jawab dimas.

"Yang skripsi kamu atau rara sih", tanya dina.

"Kalau rara udah selesai ujian, mau bantuin dimas ngurus yudisium katanya", jawab dimas.

"Kamu ini, apa-apa rara, makan rara yang urusin, laundry juga rara yang urusin, sekarang yudisium minta bantuan rara juga, emang rara istri kamu apa, sampai kamu minta semua urusan kamu dibantuin rara", omel kakaknya pada dimas.

"Gimana ceritanya laundry yang urusin rara dek, kamu minta rara nyuciin baju kamu", tanya maminya.

"Bukan mi, tapi yang bawain baju kotor dimas ke tempat laundry, selalu rara", jawab dina.

"Kalau semua yang urus rara, kamu ngapain aja di kos dek", tanya maminya yang mulai terdengar mengomel.

"Aku ngerjain skripsi mi, aku juga nggak pernah nyuruh kok, dasarnya aja rara anaknya perhatian, jadi ngurusin aku mi", jawab dimas sambil melirik kakaknya.

"Mbak tau rara perhatian, tapi rara belum jadi istri kamu dek, nggak seharusnya kamu bergantung segala sesuatunya sama rara", ujar dina masih dengan nada mengomel.

Mendengar perkataan kakaknya, mata dimas langsung cerah dan senyumnya sumringah.

Dimas mendapatkan ide baru, dimas kemudian berjalan ke arah maminya dan menggenggam tangan maminya sambil berlutut.

After SunsetWhere stories live. Discover now