14 || Keputusan Arutala

1K 104 50
                                    

Vote & Komen

Happy reading💕

Bentala memekik kesakitan sambil memegang kepalanya. Saat ini laki-laki itu tengah berada di dalam kamar mandi. Beberapa kali ia membasuh wajahnya, namun rasa sakit di kepalanya tak kunjung hilang.

"Runa meninggal? Kapan? Penyebab nya apa? Jadi gue lahir gak jauh sebelum anak gue lahir juga?"

Ada begitu banyak pertanyaan di kepala Bentala. Ia cukup bingung bagaimana caranya menghadapi kenyataan ini. Kenyataan jika ternyata ia bertemu dengan orang terdekatnya dulu, bahkan anaknya sendiri. Kenyataan jika Arunalanya tetap pergi, meski ia merelakan hidupnya dengan tujuan agar Arunalanya tetap hidup dengan bahagia.

Bentala mencengkram kuat pinggiran wastafel, rasa sakit di kepalanya bercampur jadi satu dengan emosinya yang menggebu. Entah perasaan apa ini, ia sangat tersiksa! Bentala menangis sejadi-jadinya, ia menutup mulutnya agar suara tangisannya tidak memecah.

"Tala...." teriak Bagas dari luar kamar mandi.

"Lo nangis? Gue kayak denger suara orang nangis!"

"Tala..." Anak laki-laki itu masih berusaha memanggil Bentala saat dirinya tak kunjung mendapat respon.

Sedangkan tangisan Bentala di dalam sana semakin menjadi, ia menggigit bibir bawahnya untuk meredam suara tangisannya. Dadanya terasa sesak, begitu sesak hingga membuatnya kesulitan untuk bernapas.

"Dia anak gue," gumamnya tertawa kecil.

"Pantes aja gue selalu ngerasa dekat sama dia, gue gak bisa marah sama dia, ternyata dia anak gue sama Runa." Bentala memukul-mukul dadanya yang terasa begitu sesak.

Senang atau sedih? Bentala bingung bagaimana caranya ia menghadapi kebenaran ini. Bagiamana caranya ia menjelaskan pada mereka jika dia adalah Rama Semesta yang terlahir kembali?

"Tala..." Bagas masih terus berusaha, memanggil Bentala.

"Lo baik-baik aja kan?" tanyanya lagi tampak khawatir.

Bentala membuka pintu itu perlahan, terlihat jelas raut wajah laki-laki itu sangat berantakan. Rambutnya acak-acakan, bibirnya terlihat pucat, sorot matanya terlihat begitu sendu seperti baru saja habis menangis.

"Lo sakit?" tanya Bagas khawatir.

"Gue pengen istirahat." Hanya itu yang keluar dari mulut Bentala.

"Ayok ke kamar gue!" Bagas menggandeng tangan Bentala untuk ia bawa ke kamar.

Sentuhan tangan dari Bagas terasa berbeda kali ini. Bentala memancarkan senyum tipis di wajahnya sambil terus mengikuti langkah kaki Bagas dari belakang.

"Dia hidup dengan sehat, di kelilingi orang-orang baik. Gue harus senang kan?" batin Bentala yang kini kembali meneteskan air mata.

***

Saat ini Arutala tengah duduk di sofa ruang tamu rumah Asya. Di sampingnya ada Asya, dan di depannya ada Aldo--ayah Asya.

Laki-laki dewasa itu terus saja menatap lekat wajah Arutala, ia merasa seperti pernah dekat dengan anak gadis itu.

"Di minum nak," ujar Celine menjamu Arutala dengan secangkir teh.

"Harusnya gak perlu repot-repot Tan," balas Arutala tersenyum ramah.

"Hey,... Di rumah ini gak ada yang kerepotan sama sekali sama kehadiran kamu. Kami justru merasa senang kalau kamu mau menjadikan kami rumah untuk kamu pulang, ketika kamu merasa kehilangan arah," ujar Celine dengan begitu bijak.

Cerita Anggara 2; Semesta Di Bentala (TERBIT) ✓Where stories live. Discover now