19 || Dia terlihat bahagia

981 101 21
                                    

3 hari kemudian

Arutala dan Bagaskara sudah siuman sejak kemarin. Mereka juga sudah di pindahkan ke ruangan yang lebih nyaman, namun tetap satu ruang yang sama.

Arutala yang kini masih terbaring di brankar, terus saja tersenyum sambil menatap Anggara.

Sedangkan Anggara, ia menyadari jika Arutala terus menatapnya sejak tadi. Ia sengaja menjauhkan diri dari Arutala, serta berpura-pura tidak memperdulikan anak perempuan itu, dikarenakan detak jantungnya yang terus saja berdegup tak karuan saat melihat senyum dan tatapan polos dari gadis itu tadi.

"Masa iya, gue jatuh cinta sama anak muda," batinnya tampak frustrasi. "Ah! Itu pasti karna dia mirip adek gue," tambahnya masih dalam hati.

Tak hanya Anggara, Bintang, bahkan Jayden juga merasakan hal yang sama, mereka juga menyadari jika Arutala terus saja memperhatikan Anggara sejak tadi.

"Ayah? om?" panggil Bagas dengan suara yang amat pelan.

"I-iya nak, kamu butuh sesuatu?" tanya Bintang sedikit panik, berpikir jika putranya merasakan sakit.

Kepala Bagas menggeleng pelan, "kalian kenapa bengong?" tanyanya.

"Enggak, gak ada yang bengong kok," ucap Bintang. Sedangkan Jayden dan Anggara masih saja diam.

Sementara Arutala, ia terus saja memandangi Anggara tanpa henti. "Om..." sahutnya dengan nada yang begitu lembut.

Anggara langsung menoleh ke arah gadis itu, seraya mengangkat dua alisnya, dengan telunjuk yang mengarah padanya. "Sa-saya?" tanyanya.

Kepala Arutala mengangguk pelan. "Tala lapar om, Tala belum bisa makan ya?" tanyanya polos.

"Sa-sabar ya, nak. Bentar lagi makanannya pasti datang," balas Anggara tampak gugup.

Arutala menjawabnya dengan anggukan kecil, tanpa melepaskan senyuman dari wajahnya. Sebenarnya bukan karena lapar, ia hanya ingin mendengar suara kakaknya yang selama ini ia rindukan. Sejak bangun kemarin, Anggra tak sekalipun mengeluarkan suara, yang Arutala sendiri tidak tahu kenapa.

"Dia benar-benar mirip dengan Nala," batin Anggara

"Ta..." panggil Bagas menoleh sedikit ke samping.

Arutala hanya menyahut kecil sambil menatap Bagas. "Hmm?"

"Maafin gue ya?" lirih Bagas, menyesali apa yang telah terjadi. "Lo jadi gak bisa jalan gara-gara gue," sambungnya tampak merasa bersalah.

"Gue gpp kok, harusnya juga gue yang minta maaf sama lo. Kalo aja gue gak minta bantuan lo, ini pasti gak akan terjadi," ujar Arutala.

Arutala beralih menatap Anggara, "kaki Tala juga masih bisa sembuh kan, om?" tanyanya.

Anggara tersenyum seraya mengangguk. "Dia gak keliatan sedih sedikit pun, dia justru terlihat bahagia..." batinnya tampak heran.

"Mmm... Om," Arutala  seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia masih sedikit ragu.

"Kenapa nak?" tanya Anggara. Ia pikir anak itu sedang butuh sesuatu.

"Kata dokternya kan..." Arutala kembali diam.

"Hmm?" Anggara mengangkat dua alisnya.

"Ka-kata dokternya kan, Tala harus sering latihan jalan. Boleh gak, om aja yang bantuin Tala nanti," ungkap Arutala berbicara begitu cepat.

"Tentu," balas Anggara seraya tersenyum lebar.

Melihat apa yang terjadi saat orang tua gadis itu berkunjung beberapa hari lalu, membuat Anggara berpikir tidak ingin memulangkan anak itu ke rumahnya. Ia pikir dengan permintaan dari Arutala barusan, akan memudahkannya untuk membujuk Arutala agar tinggal bersama Aldo untuk sementara waktu.

Cerita Anggara 2; Semesta Di Bentala (TERBIT) ✓Where stories live. Discover now