2.Poetry

759 45 1
                                    

Hari ini pelajaran bahasa indonesia, kemarin guru sudah memerintahkan tiap siswa membuat sebuah puisi begitupun dengan Nata, dia menunggu gilirannya untuk maju.

"Vero Veraldino," Ucap wanita tua berkacamata, beliau adalah guru bahasa indonesia, Bu Ratih.

"Mampus lo!" Ucap Farhan yang duduk disebelah kirinya, Nata dan Grefi menahan tawa mereka sedangkan Dino yang duduk satu meja dengan Vero sudah menoyor habis habisan pria malang itu. Vero memang belum menulis puisinya, dia sangat anti menulis puisi bahkan untuk membaca puisi menurutnya gaya yang ditunjukkan saat orang orang membaca puisi itu sangat alay. Padahal dia yang alay, tidak mengerti arti seni.

"Vero? " Ulang bu Ratih, matanya meneliti sepenjuru kelas mencari siswa yang sedari tadi ia panggil.

"Maaf bu, saya belum mengerjakan." Cengiran khas tak berdosa Vero keluarkan, membuat sebagian besar murid tertawa.

"Silahkan bikin puisi di luar," dengan semangat Vero mengeluari kelas, tak lupa dia membawa satu lembar hvs dan pensil. Dia melambaikan tangan pada teman temannya, menyatakan kalau ia merdeka.

"Baiklah. Sekarang, Natanael Claudyno."

Dengan mantap dan membusungkan dadanya dia maju dan menyerahkan hvs yang berisi coretan puisinya.

"Ekhem." Nata memulai membuka suara, Bu Ratih belum melirik hvs yang ada didepannya sama sekali, pandangannya tertuju pada Nata. Pria itu melirik ke sepenjuru kelas, dengan satu tarikan nafas dia memulai intonasinya.

Aku adalah Aku
Karya Natanael Claudyno

Dia berhenti, menarik nafas lagi dan memulainya kembali

Aku adalah aku
Aku Natanael Claudyno
Aku bukan lah kamu
Aku bukan lah penjaga toko
Aku seorang Nata
Yang ingin menjadi pemain sepak bola
Universitasku Teknik Kimia
Doakan Aku
Tuk menjadi Nata
Yang berguna bagi Nusa
Bangsa dan agama

Dengan senyuman lebarnya, dan mendapat tepuk tangan dan berhasil membuat seisi kelas tertawa membeludak menurut mereka puisi yang baru saja Nata bacakan itu terlihat konyol, dengan santai tak menghiraukan yang lain Nata kembali duduk, Bu Ratih hanya memijit mijit pelipisnya.

"Wahaha gilaa Nat gilaaaa!!" Grefi berteriak tangannya menepuk nepuk meja, suasana kelas ricuh dengan berbagai ocehan tidak jelas, sedangkan Nata hanya nyengir menanggapi Grefi yang masih tertawa.

"Baik, selanjutnya Lena Yudhistira." Suara itu berhasil menginterupsikan anak anak untuk kembali diam.

Nata mengantuk, dia menenggelamkan kepalanya pada kedua tangan yang sudah terlebih dahulu ia tekuk diatas meja, tak peduli dengan orang orang yang maju membacakan puisinya.

Yang penting gue udah dapet nilai Batin Nata.

Dia sendiri tahu, puisi yang dibuatnya sangat aneh bahkan dia sendiri tak pernah berfikir dapat darimana dia menulis rangkaian kata itu.

••

"Haha gila Nat, lo emang gila fix gilaa." Kini ke lima sahabat itu tengah duduk dikantin, Nata menyunggingkan senyumnya.

Awareness: Is (not) The EndingWhere stories live. Discover now