15. Where Are you?

427 34 1
                                    

Stevi benar benar sendiri di rumahnya, tanggal merah mengharuskan seluruh pelajar meliburkan kegiatan belajar mereka. Ia sudah meminta Ghina untuk menemaninya, tapi kerabat jauh Ghina datang dirumahnya sehingga ia tak bisa keluar untuk menemani Stevi.

"Mama papa nggak pulang pulang, Seza pulang besok. Huft.." Keluhnya pada diri sendiri. Dia sangat kesepian tidak ada yang menemaninya. Punya pacar ditinggal tinggal mulu, nggak apa-apa sih selagi nggak ditinggal kawin.

Dia menjatuhkan dirinya pada sofa, mengambil remote tv dan terus mengganti ganti channel, bosan.

"Beli martabak ah." Tiba-tiba mood makan martabaknya muncul. Dia  kembali berjalan mengambil handphone dan dompetnya kemudian mengunci pintu depan serta gerbang rumahnya.

"Stevi? Mau kemana?"

Ia menoleh pada suara khas ibu-ibu yang memanggilnya.

"Mau beli martabak bu," balasnya tersenyum.

Hani yang sedang menata tanaman dihalaman depan rumahnya itu ikut tersenyum.

"Mau diantarkan Nata?" Tawar Hani.

Nata lagi

Stevi menolak halus tawaran Hani, apa jadinya jika ia dibiarkan berdua dengan Nata setelah kejadian kemarin.

"Ibu rasa akhir akhir ini Nata sering pulang malam. Stevi tahu?"

Stevi menggeleng, "nggak tahu ibu,"

Gimana dia bisa tahu, ibunya sendiri aja enggak.

"Ah yasudah. Biasanya kan Nata sering cerita sama Stevi."

Ya itu dulu

Stevi terkekeh dan menggeleng, dalam hatinya ia ingin berteriak bahwa anaknya itu sudah berubah, menjadi pria kasar aneh yang tidak pernah memperdulikan Stevi.

"Kalo gitu Stevi pergi dulu ya bu,"

Hani mengulum senyum dan mengangguk, "hati hati."

Stevi berjalan sambil bersenandung kecil, matahari tidak terlalu terik pada sore ini, mungkin saja akan terjadi hujan pada malam hari. Kedai martabak kesukaanya sudah dipadati para pecinta martabak seperti dirinya, Stevi duduk di salah satu kursi menunggu pesanannya. Kalau dulu ia sering ke kedai bersama Nata, tak jarang juga Nata yang membayarkan total pembelian martabaknya. Sekarang dia lakuin sendiri semua.

"Ssshh Nata lagi," keluh Stevi. Ia memukul mukul kepalanya agar pemikiran tentang Nata bisa hilang.

Setelah menunggu cukup lama akhirnya martabak sudah ia dapatkan tak lupa Stevi mampir sebentar ke warung untuk membeli lilin dan korek, hanya untuk berjaga jaga saja karena lilin dan korek di rumahnya tidak ada.

Benar saja dugaannya, malam hari hujan langsung membesar mulai membasahi bumi. Stevi berniat turun kebawah untuk mengambil lilin dan koreknya yang tertinggal di meja ruang tamu, namun sial baru beberapa langkah menuruni gundukan anak tangga.

Lampu padam!

Hampir saja ia memekik kaget, bulu romanya merinding mendengar petir petir yang bersahutan diluar sana. Gelap, Stevi meringsut kebawah menekuk lutut memeluk tubuh nya sendiri serta kepalanya ia sembuyikan diantara kedua tekukan lututnya. Jangankan untuk bergerak, membuka matanya saja ia tak sanggup.

"Nata," lirihnya. Tidak sadar memanggil nama itu. Ia terus mengusir pikiran pikiran buruk yang bermunculan kala lampu padam, matanya tak pernah ia buka sedikitpun.

Dia berharap pria itu akan datang seperti biasa menghampirinya dengan membawa lilin dan tersenyum manis memintanya untuk tidur.

Isakkan kecil mulai terdengar memilukan, bahunya bergetar. Nata tak muncul-muncul, memudarkan harapan yang ada dibenaknya.

Awareness: Is (not) The EndingDove le storie prendono vita. Scoprilo ora