18. Langit Jingga

454 34 6
                                    

Handphone disakunyaa bergetar, dia membuka pop-up dari Line yang terpampang dilayar, Lena melirik kearah Nata.

"Siapa?" Tanya nya.

Nata yang hendak mengetik mengurungkan niatnya. "Ibu, minta aku beli susu formula untuk dede." Jawab Nata, lalu menyimpan kembali handphonenya.

Mereka kini sedang makan di kedai seperti biasa, Nata meminta untuk segera pulang. Setelah membayar tagihannya, Lena mengapit tangan Nata dan keluar dari restoran dengan tangan saling tergenggam.

Sesudah mengantar Lena, Nata mengendarai motornya dengan sedikit cepat untuk ke rumah. Tadi, dia menggunakan alasan Ibunya untuk menghindari pertanyaan pertanyaan lain dari Lena, sebenarnya chat masuk itu bukan dari Hana melainkan dari Stevi. Dan Nata tahu, Lena sangat amat tidak menyukai Stevi.

Via Pinne : Knp tadi g klub? Lusa ada pemilihan, aku harap kamu ikut. Kita akan bertanding bersama kan?

Begitulah pesan singkatnya, Nata selalu memandangi rentetan kalimat itu. Satu hal yang baru dapat ia rasakan sekarang.

Dia merindukan gadis itu.

••

Suara orang sedang bercengrama membangunkan tidur cantik Stevi di pagi ini, betapa terkejutnya dia melihat dua orang yang sangat ia hormati itu.

"Mama, Papa?" Ucapnya sembari menghampiri mereka, ia berlari menuruni gundukan anak tangga sempat beberapa kali juga ia hampir terpeleset karena belum sepenuhnya sadar dari tidurnya.

Stevi duduk di tengah tengah mereka, ia kembali memunculkan sifat manjanya.

"Ayo ke Jogja?" Ajak Tomi. Spontan Stevi kembali berdiri menghadap mereka dan bersidekap dada.

"A-KU GAK MA-U" Ketusnya.

Tomi melirik kearah istrinya, sang mama menarik lengan Stevi untuk masuk kedalam dekapannya.

"Sudahlah Pa, biar Stevi nentuin pilihannya sendiri." Ucapnya membelai rambut anak semata wayangnya itu.

"Tapi ma, Kevin itu sudah terjamin masa depannya. Dia bisa membahagiakan Stevi," bantah Tomi.

"Lagian aku udah janji kan ke papa tentang Olimpiade itu?" Elak Stevi, ia mencoba mengingatkan papanya tentang kesepakatan mereka berdua.

"Optimis sekali bisa lolos olimpiade." Ejek Tomi,

Stevi mengerucutkan bibir dan menghentak hentakkan kakinya. "Kesel Kesel Kesel! Kalo aku lolos papa mau ngasih apa?" Stevi membalas ejekkanTomi.

Tomi merangkul bahu Stevi yang duduk di sampingnya. "Apa aja yang kamu mau. Tapi kalo nggak lolos? Harus ikut kami ke Jogja ya?"

Stevi memutar bola matanya malas, ia berdiri. "Oke, aku mau mandi dulu prepare go to school." Ucapnya, kemudian berlari ke kamar.

Setelah selesai dengan urusan mandinya, ia bergegas turun kebawah untuk makan bersama dengan kedua orangtuanya.

"Hm, aku kangen masakan mama." Jujur Stevi, ia mengambil nasi serta beberapa lauk dan duduk di depan mamanya.

Suara pintu diketuk menghentikan aktivitas mereka.

“Biar mama aja yang buka,” ucap Fina. Dia mengambil langkah untuk membuka pintu utamanya.

Seza terkejut karena yang membuka pintu bukan Stevi melainkan Mamanya. "Selamat pagi tante," ucap Seza sembari menyalimi Fina.

Ia tersenyum tulus pada pacar anaknya itu, "ayo masuk Za, Ikut sarapan." Fina sudah mengenal Seza, walau hanya beberapa kali dia melihat Seza mengantar Stevi. Tapi, dia menyukai kepribadian pria itu. Dan karena Stevi pula yang sering bercerita mengenai pacarnya dan perkembangan hubungannya. Terbuka dengan orang tua itu baik.

Awareness: Is (not) The EndingWhere stories live. Discover now