9. Darkness(2)

470 39 0
                                    


Seza berada di rumah Stevi, mereka tengah menonton film sambil memakan kripik singkong yang dibeli Seza sebelum datang kerumah Stevi.

Suara gemuruh petir terdengar dari arah luar, Stevi mendekatkan dirinya kearah Seza, pria itu mendekap erat bahu gadisnya. Tiba tiba semua lampu padam, Stefi menggigit bibir bawahnya agar tidak menjerit. Dia menutup matanya dan terus merapalkan kalimat-kalimat agar sugesti dalam dirinya menjadi lebih baik. Seza beranjak berdiri.

“Jangan kemana-mana.” Pinta Stevi menarik kaus yang dipakai Seza.

“Aku cari lilin sebentar ya, biar ada sedikit penerangan.” Bujuk Seza.

“Kan ada flash hape.” Stevi tetap tidak ingin ditinggal sendirian.

“Kalau mati listriknya lama gimana? Hape bisa mati dan kita nggak punya penerangan lain.”

Stevi menurut, dia melepas tarikannya di baju Seza.

Seza berjalan mencari lilin di dapur dengan bantuan flash handphonenya namun nihil dia tidak menemukan lilin, akhirnya Seza berpamit sebentar untuk ke warung terdekat dan menyisakan Stevi sendiri di sofa, mulut gadis itu terus ber komat-kamit. Handphone yang tersimpan di meja berkedip dengan gerakan cepat dia mengambilnya.

Nata de coco calling's

Stevi menggeser layar ketombol hijau lalu ditempelkan handphone itu pada telinga kirinya.

"Hallo Via? Kamu ada dirumah?"

"Iy--iya Nat." Jawabnya terbata. Dia takut gelap. Sungguh!

"Sendiri?"

"Ad..ada Seza, di--dia beli lilin."

"Mau aku temenin?"

Tidak ada jawaban dari Stevi dan begitu pun dari seberang telepon, namun panggilan masih terus berlanjut tidak ada yang mematikan panggilan itu. Suara drap langkah kaki terdengar begitu nyaring disana, Stevi mematikan panggilan dan melempar handphonenya ke meja lalu menekuk lutut dan memeluk dirinya sendiri, dia menutup mata dan menahan napasnya hal itu ia lakukan tiap kali merasa takut. Tiba tiba seseorang mendekap tubuhnya, Stevi mengenali harum tubuh itu dia menumpahkan segala ketakutannya.

"Sstt jangan takut," ucapnya menenangkan.

Stevi mengangguk, orang itu melepas pelukannya dan mulai menyalakan lilin serta korek yang dibawanya.

"Walaupun takut harus napas, bisa mati kalo nggak napas." Peringatnya.

Stevi tersenyum, ia tahu kebiasaannya itu tak bisa lepas dari dulu.

Suara drap langkah kembali terdengar, mereka menengok kearah suara itu. Wajah tampan dengan rambut sedikit basah terlihat dengan remang cahaya yang tercipta dari lilin.

"Nyari lilin aja lama." Protes Nata pada pria yang baru datang itu.

Seza duduk disebelah Stevi dan Nata, dia meletakkan lilin yang baru saja ia beli.

"Kalo gitu aku pulang dulu ya Stev, nggak enak kalau lama-lama disini apalagi mati listrik. Dan Nat, tolong jaga Stevi. Bye."

Stevi dan Nata tersenyum kearah Seza. Pria itu berjalan keluar, suara mesin mobil terdengar meninggalkan pekarangan rumah. Stevi menatap api dililin yang bergerak kesana kemari terbawa oleh angin.

"Pacar nggak tanggung jawab, main tinggal aja. Kalo ada apa apa gimana coba?" Ucap Nata masih memprotes.

Stevi mendelik kearah Nata. "Udah lah Nat." Lagian Seza beli lilin, bukan kabur.

Nata memainkan korek gas yang berada digenggamannya, kemudian dia melihat jam tangannya.

"Tidur yuk." Ajaknya.

Stevi memukul pria disampingnya.

"Maksud aku, tidur sana udah malem." Jelas pria itu.

"Halah!” cibir Stevi tak terima.

"Lagian aku kalo mau tidur pilih pilih kali, nggak mungkin tidur sama triplek." Bully Nata.

Stevi menarik kaus yang dipakai Nata, Pria itu tertawa dan memegang tangan Stevi untuk menghentikan aksi gila sahabatnya itu.

"Sialan aku nggak rata kok!!" Bela Stevi untuk dirinya sendiri.

Nata mengangguk, dia hanya bercanda tadi.

"Udah ke kamar yuk." Ajak Nata lagi.

Stevi tertawa geli, kemudian tangan kiri Nata menggandeng tangan Stevi sedangkan tangan kanannya membawa lilin dan menuju kamar.

"Nat jangan pergi. Aku takut." Stevi menatap wajah Nata yang terlihat remang-remang.

Nata menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuh Stevi lalu duduk ditepi ranjang.

"Om Tante pulangnya kapan?"

Stevi mengedikkan bahunya.

"Mungkin dua minggu lagi?" Jawab Stevi tidak yakin dengan jawabannya sendiri.

Nata mengangguk mengerti, dan mengusap rambut Stevi.

"Tidur, aku gak akan ninggalin kamu sendirian."

Stevi menatap lekat Nata.

"Janji?" Tanya Stevi memastikan.

"Janji." Ucap Nata tersenyum.

Stevi menghela napas lega. Dia menutup mata, kantuknya juga sudah menyerang.

Nata membuka hanphone, banyak chat masuk dari Lena. Dia membalas kiriman chat yang paling akhir dari Lena.

Lena Yudhistira : Nat kemana?

Natanael Claudyno: Sorry Len, disini lampu padam

Lena Yudhistira: Okayy

Natanael Claudyno: Besok aku jemput kamu ya. Night babe❤

Lena Yudhistira : Hmm. Night too hunn{}

Setelah obrolan singkat itu, Nata kembali memasukkan handphonenya ke saku celananya dan menatap Stevi yang sudah terlelap. Tak berapa lama lampu kembali menyala, Nata meniup lilin untuk mematikan apinya.

"Sleep tight, Via."

Nata mengusap rambut Stevi sesudahnya berjalan keluar dari kamar dan menutup pintu kamar Stevi perlahan agar tidak membangunkan gadis itu.

°°
1 mei 2016

Awareness: Is (not) The EndingWhere stories live. Discover now