22.Accident

485 37 7
                                    

“Kamu pernah dengar kalimat lebih baik pisah daripada saling menyakiti?” Tanya Nata.

Lena menelan salivanya dengan susah payah, “emang kenapa?”

“Setelah aku pikir-pikir, lebih baik kita putus.” Nata menatap Lena yang kebingungan setengah mati.

“Ke..kenapa?” Tanya Lena terbata, sedikit kekecewaan terlihat jelas di matanya.

“Aku tahu selama ini kamu tersiksa pacaran sama aku. Untuk itu, kita selesaikan hubungan kita. Agar kamu berhenti tersakiti.” Ucap Nata.

“Apa semua gara-gara Stevi?” Tanya Lena.

“Bukan. Masalah hubungan kita ada pada diri kita bukan orang lain.” Jawab Nata masih terlihat tenang.

“Terus? Jelasin ke aku semuanya.”

“Selama ini aku capek berusaha buat ngertiin kamu, tapi semua yang aku lakuin sia-sia kamu tetap cari orang lain disaat masih ada hubungan sama aku.” Nata berkata, hatinya sedikit sakit tahu fakta bahwa dirinya diduakan.

Lena menggeleng, dia menggenggam kedua tangan Nata. “Dia.. Cuma pelampiasan doang Nat, pelampiasan saat kamu mulai sibuk sama dunia kamu.”

Nata melepas genggaman tangan Lena secara halus, “untuk itu. Aku minta kita putus. Aku nggak bisa setiap jam sama kamu. Dunia aku banyak, aku masih harus menata masa depan. Dan sekarang, kamu bebas cari cowok lain. Yang bisa ngertiin kamu, yang bakal ada tiap menit buat kamu." Setelah berkata demikian, Nata pergi meninggalkan Lena yang masih mematung di tempat duduknya. Pulang sekolah, sengaja Nata mengajak Lena untuk makan berasama di kedai saat Nata menembaknya dulu tapi kali ini berbeda, dia bukan mengungkapkan perasaannya lagi, melainkan untuk memutuskan hubungan yang sudah terjalin diantara mereka berdua.

Semua menjadi meyakinkan Nata saat sepulang sparring pukul tujuh malam dia sengaja langsung ke rumah Lena tanpa memberi tahu si empunya rumah tapi kejutan itu lenyap saat Nata melihat sendiri Lena dijemput oleh seseorang yang bahkan ia tidak mengenalnya, mereka makan bersama disuatu restoran. Tidak berhenti disitu, pria yang bersama Lena itu mencumbu pacarnya dan Lena sendiri? Membalas ciuman dari pria itu. Bagaimana Nata tidak kecewa, bagaimana dia tidak marah melihat pacarnya sedang bercumbu dengan pria lain. Bahkan dia sendiri tidak pernah melakukan hal itu pada Lena, Nata terlalu menjaga jarak dengan wanita. Dia tidak bisa merusak wanita, merusak martabat wanita sebagai makhluk Tuhan yang sempurna.

Nata keluar dari kedai dengan perasaan campur aduk, dia tidak mau menengok kebelakang dimana Lena masih mematung di tempat duduknya. Hendak menyalakan mesin motor, handphone nya bergetar.

"Tolong aku…" Pinta seseorang dari balik telepon.

Dengan masih menempelkan handphonenya dia memakai helm dan bergegas menyalakan mesin motornya.

"Kamu ada dimana? Aku kesana sekarang. Jangan matikan teleponnya, jangan pernah matikan." Setelah itu dengan cepat Nata melesat pergi membawa motornya. Dari setiap perjalanan, Stevi terus memohon kepada Nata untuk segera datang dan menolongnya. Isakkan memilukan selalu terdengar dari panggilan itu, tanpa sadar isakkan itu membuat Nata memacu kecepatan motornya tidak peduli dengan klakson klakson yang ditujukan padanya, dia hanya ingin segera sampai di tempat itu dan menyelamatkan sahabatnya.

••

"Jangan bergerak!" Teriaknya, dia terus melangkah mundur saat seseorang yang tak ingin ditemuinya terus mendekat. Sial, tubuh bagian belakangnya membentur tembok. Dia sudah tidak bisa kemana mana lagi, ruangan ini terlalu sempit dan penuh dengan kardus kardus bekas.

"Nata, tolong. Di gudang belakang," ucapnya entah yang keberapa kali. Kenzo dengan cepat merampas handphone yang berada ditangan Stevi da membuangnya begitu saja.

Awareness: Is (not) The EndingWhere stories live. Discover now