EXTRA PART #1

374 30 6
                                    

Jangan tanyakan kenapa dipublish nya cepet banget, karena ini diambang hiatus menjelang UKK. Hoho. Selamat membaca yaww^^

••

Ada dua hal yang bisa menyembuhkan luka lama. Yaitu, waktu dan orang yang membuat ukiran luka itu sendiri.

^^

STEVI -Point Of View-

Aku berjalan sendiri untuk duduk dikursi taman rumah sakit, sebelum berniat untuk pulang karena jadwal praktek sudah selesai. Menatap langit biru dengan awan putih disekelilingnya. Aku, Steviani Finne kini menjadi seorang dokter Gizi di salahsatu rumah sakit daerah Jogja. Cita-cita yang dulu aku impikan, akhirnya terwujud.

"Ini es krim buat kakak yang lagi sedih."

Aku sedikit terkejut, lalu tersenyum menatap anak kecil mungkin berumur sekitar lima tahunan. Dia tersenyum dengan membawa satu cup ice cream ditangan kanannya.

"Apa ini buat kakak?" Tanyaku menatapnya.

Dia mengangguk antusias, aku mengambil ice cream itu dari tangannya dan mengucap terima kasih.

"Kamu sendirian?" Aku bertanya lantaran dia berjalan menghampiriku sendirian, tidak ada yang menemaninya.

"Tidak, aku bersama abang. Dia ada disana." Tunjuknya. Aku melihat jari telunjuk kecilnya mengarah tapi hanya ada penjual ice cream dengan pembeli yang cukup banyak.

Aku menuntunnya untuk bertemu dengan -Abang- nya itu, dia sedikit berlari sambil menggenggam jari telunjukku. Kami berhenti pada pria berjas hitam yang sedang membayar Ice Cream. Dia membelakangi kami,hingga aku tak dapat melihat wajahnya.

"Permisi, Anda membiarkan anak kecil berlarian disekitar taman sendiri." Aku berkata padanya dengan menepuk bahunya.

Pria itu mengembalikkan tubuhnya, dan seketika itu. Kepalaku berdenyut, aku mundur satu langkah. Genggaman tanganku pada Ice Cream memudar, cup itu dengan lurus jatuh tepat di tanah.

"Apa kabar?" Dia bertanya menatapku.

Oh Tuhan. Bangunkan aku dari mimpi buruk ini.

Itulah harapanku, tapi sayang ini semua nyata terjadi. Aku senang? Mungkin iya, ataupun tidak sama sekali.

"Apa kabar?" Tanyanya sekali lagi karena aku tak kunjung membalas pertanyaannya.

"Apa harus ku katakan baik?" Jawabku dengan memberikan pertanyaan.

Dia tersenyum, senyum yang sangat sangat beribu sangat aku rindukan.

"Maaf, aku pergi terlalu lama." Ucapnya.

Aku membuang muka, tidak mau membiarkan pria itu mengetahui aku telah menangis karenanya.

Hampir saja aku terdorong kebelakang karena tubuh besar itu memelukku.

"Nata.." Ucapku tertahan, masih tidak percaya.

"Iya ini aku. Maaf telah melanggar janjiku untuk tidak meninggalkanmu sendiri.." Lirihnya tepat ditelingaku.

Aku melepas pelukannya, "kenapa kamu nggak balas Line aku?" Tanya ku kesal.

Dia menyerit, kerutan di dahinya menandakan bahwa dia tidak tahu apapun.

"Kamu nggak baca surat dari aku?" Ucapku tak percaya, kembali lah air mata sialan itu meluncur sedikit demi sedikit.

"Maksud kamu surat ini?" Ucapnya merogoh saku, kemudian memamerkan secarik kertas.

"Apa kamu nggak pernah membacanya?" Tanyaku tak percaya.

Awareness: Is (not) The EndingWhere stories live. Discover now