23. Menyesal

523 37 2
                                    

ATTENTION!

Bagi kalian yang belum bisa membaca part yang terprivate walaupun sudah ngefollow aku, caranya hapus cerita ini dari library(perpustakan) kalian dulu setelah itu refresh dan add to library (tambah ke perpustakaan) lagi. •ENJOY•


Setiap detik yang sudah berlalu akan menjadi kenangan. Kau tidak bisa menyesalinya saat detik itu sudah terlewatkan. Maka, mulai sekarang hargailah setiap detik yang hadir didalam hidupmu entah itu baik ataupun buruk sekalipun

°°

Kilatan cahaya masuk ke dalam mata Stevi yang masih terpejam, matanya berkedut perlahan terbuka. Dia mencoba untuk bangkit, namun rasa sakit itu kembali menyerang membuatnya meringis menahan rasa sakitnya.

"Kamu sudah sadar sayang?"

Stevi menatap wanita paruh baya yang tersenyum kearahnya, dia ingin tersenyum namun rasanya susah sekali untuk menarik kedua sudut bibirnya. Wanita paruh baya itu keluar, tak berapa lama ia masuk kembali membawa satu dokter serta dua suster. Salah seorang suster menyuntikkan obat penghilang rasa sakit di infusan Stevi, saat obat itu sudah bekerja rasa sakit yang dia rasakan mulai berkurang. Stevi perlahan bisa duduk dengan bersandar pada bantal.

Dia dirumah sakit, pikirannya langsung menerawang pada kejadian memilukan itu.

"Ma, Nata?" Stevi bertanya keberadaan pria yang bersamanya kala kecelakaan itu. Dia mengkhawatirkan Nata.

Fani menarik anak gadis semata wayangnya kedalam pelukan, membelai dengan penuh kasih sayang rambut sang puteri.

"Dia masih di ICU, kondisinya belum membaik. Tapi mama yakin semuanya pasti baik-baik aja." Ucap Fani berusaha menenangkan, Stevi melepas pelukan dari Fani dan menatap dengan tatapan bersalahnya.

"Ini salah aku, andai aja waktu itu aku nggak minta pulang. Andai aja waktu itu aku mau nunggu hujan reda, andai aja-" ucapannya terhenti. Yang tersisa hanya isak tangis yang sangat mengiris hati siapapun yang mendengarnya. Mulut Stevi keluh untuk mengatakan hal yang membuatnya frustasi.

Fani membingkai wajah putrinya dengan kedua telapak tangan, ia mengusap air mata Stevi dengan ibu jarinya. Dia sangat terpukul dengan kondisi putrinya itu, terlebih kondisi Nata yang masih berjuang demi hidupnya sendiri.

"Nggak ada kata andai, yang udah lewat itu mungkin itu sudah masuk suratan takdir Tuhan. Kita nggak bisa berandai-andai lebih jauh, Tuhan sangat tidak suka hambanya yang suka berandai-andai apalagi menyesali hal yang sudah lewat," nasehat Fani.

Kembali, Stevi memeluk sang Mama. Rasanya dia seperti terjebak dimimpi buruk dan sayangnya dia tidak bisa terbangun dari mimpi buruknya itu.

"Boleh aku ketemu Nata?" Pintanya.

Fani menggeleng, "Nata masih ditanganin dokter sayang, kamu istirahat aja dulu. Nanti besok mama usahakan kamu bisa ngejenguk Nata diruangannya."

Awareness: Is (not) The EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang