6.Consensus

367 36 1
                                    


Setelah pertengkarannya dengan Tomi sore tadi, sebenarnya dia sama sekali tidak tidur. Dengan satu tangan dia meraih handphone yang terletak di nakas samping tempat tidur, mengetikkan sesuatu untuk Ghina tak berapa lama gadis itu langsung membalas.

Beberapa menit Stevi berdiam diri di kamar, terdengar suara derap langkah kaki perlahan mendekati kamarnya, knop pintu kamar terbuka. Seseorang menyembulkan kepalanya dan tersenyum.

"Hai!" Sapanya lalu mendekati Stevi yang masih berdiam diri di ranjang hanya saja sekarang posisinya sudah duduk bersandar pada bantal.

"Makasih udah dateng kesini Ghin," balas Stevi.

"So, ada apa nih? Sedih mulu ah," Tukasnya sambil mencubit pipi kiri Stevi. Ghina adalah sahabat kedua nya setelah Nata, tak pernah ada yang dia sembunyikan dari gadis itu begitupun sebaliknya. Ghina juga bisa dengan leluasa masuk kedalam rumah karena memang rumah nya yang selalu terbuka untuk Ghina dan satpam kompleks yang telah mengenal baik Ghina.

"Gue disuruh pindah ke Jogja." Stevi mulai bercerita, Ghina merespon dengan memutar kedua matanya. Tidak satu kali dua kali Stevi mengatakan hal ini.

"Dan tadi, Papa bener bener marah sama gue," lanjutnya.

Ghina sedikit membelalakkan matanya, dia membenarkan posisi duduk menatap Stevi. Mulai tertarik dengan permasalahan sahabatnya ini.

"Papa mau gue disana karena setelah itu gue bakal ditunangkan sama anak sahabatnya," ucapnya melemas.

Ghina mengangguk-angguk mengerti, "kenapa nggak lo terima?"

Stevi menatap Ghina tak percaya, "lo?"

Ghina melebarkan senyum, memperlihatkan deretan giginya yang terususun rapi. "Om Tomi nggak mungkin ngasih anak semata wayangnya ke cowok yang nggak baik-baik, right?"

Stevi menghela napas, dia tidak mengerti mengapa Ghina malah setuju dengan Tomi. "Gue kan nggak tahu dia kayak gimana, kepribadian kayak gimana, lo tahu sendiri gue selektif Ghin.."

"Ya justru itu lo harus kesana, biar kenal sama dia." Jawab Ghina.

"Terus gue campakkin Seza gitu?"Tanya Stevi sedikit kesal.

Ghina diam. Dia baru menyadari bahwa Stevi tengah menjalin hubungan dengan Seza. "Mau lo gimana?"

"Ya.. Gue tetap disini sampai lulus gue nggak mau pake acara jodoh-jodohan segala. Kalo jodoh pasti dengan sendirinya nemuin jalan buat bersatu kan? Bukannya malah dipaksa untuk menyatu."

"Bilang kayak gitu ke bokap lo." Ucap Ghina. Percuma saja jika Stevi mengeluh padanya seperti ini bukan ke Tomi ayahnya.

"Udah Ghin, gue capek debat mulu sama papa. Sampai akhirnya kemarin kita bikin kesepakatan." Ucap Stevi, sebenarnya yang menjadi puncak masalah ada dikesepakatannya yang dibuat dengan Tomi.

"Kesepakatan apa?" Tanya Ghina.

"Kalo mau tetap disini syaratnya gue harus lolos seleksi olimpiade sampai tingkat provinsi. Kalo enggak, ya... gue ke Jogja."

"Dan begonya gue nggak yakin kalo gue bisa lolos." Ucapnya pesimis. Dia meragukan kemampuannya sendiri.

Ghina memegang kedua bahu Stevi. "Gue doain lo berhasil," Yakinnya.

Stevi menghela napas, penentuan kelanjutan hidupnya bergantung pada olimpiade ini.

"Fighting! Ini demi lo dan orang yang jadi alasan lo bertahan disini." Ucap Ghina dia mengepalkan jari tangan dan mengangkat sebagai simbol -semangat-.

Stevi tersenyum, dia memeluk gadis di depannya. Ghina benar, ini salah satu perjuangannya untuk tetap bertahan disini. Di samping orang-orang yang dia sayangi. Setelah aksi saling peluk layaknya teletubies, Ghina banyak berceloteh hal hal yang tidak terlalu penting dan konyol. Hingga Ghina menayakan suatu hal tentang Nata.

Awareness: Is (not) The EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang